Dari Unit 731 Hingga Pawai Kematian Baatan, 5 Fakta Kekejaman Jepang Dalam Perang Dunia II

Mentari DP

Penulis

Kekejaman yang dilakukan oleh militer Jepang selama Perang Dunia II (PDII) begitu brutal sehingga hampir mustahil untuk memahaminya.

Intisari-Online.Com -Kekejaman yang dilakukan oleh militer Jepang selama Perang DuniaII(PDII) begitu brutal sehingga hampir mustahil untuk memahaminya.

PDII merupakan perang global pada 1939 sampai 1945 yang melibatkan banyak sekali negara di dunia, termasuk Jepang.

Berikut fakta kekejaman Jepang dalam PDII dirangkum dari Ranker.

Baca Juga: Misteri Rasputin dalam Rahasia Kekaisaran Rusia, Pria 'Bergaya Suci' yang Mengaku Punya Kekuatan Mistis Lewat Hubungan Badan

Pembantaian Nanking

Pada 1937 dimulai awal Perang Tiongkok-Jepang, sebuah konflik antara Jepang dan Cina yang pada akhirnya akan menjadi cabang Pasifik dari Perang Dunia II.

Jepang menyerbu Nanking, ibukota Cina Nasionalis.Kekejaman dimulai pada bulan Desember 1937 dan hingga 1938.

Sebanyak 300.000 warga sipil Tiongkok terbunuh dan 80.000 perempuan Tiongkok diperkosa.

Pasukan bersenjata bayonet Jepang, memaksa anggota keluarga untuk saling memperkosa, memenggal anak-anak, membuang mayat ke sumur untuk meracuni pasokan air, dan mengubur warga sipil hidup-hidup.

Itu adalah yang pertama dari banyak pembantaian serupa, meskipun tidak ada yang terjadi dalam skala yang sama dengan yang terjadi di Nanking.

Baca Juga: Kisah Tragis Junko Furuta, Gadis Paling Cantik yang Disiksa dan Diperkosa Secara Brutal Karena Menolak Cinta Antek Yakuza

Mengirim wanita ke rumah bordil

Selama Perang Sino-Jepang dan Perang Dunia II, tentara Jepang memaksa sebanyak 200.000 perempuan masuk ke dunia pelacuran.

Disebut "wanita penghibur," beberapa berumur 16 tahun, budak seks yang didominasi oleh Korea ini dikirim keseluruh Asia Timur untuk bekerja di rumah bordil yang melayani militer Jepang.

Rumah bordil itu beroperasi berjam-jam dan para wanita jarang diberi waktu istirahat, artinya mereka diperkosa berulang kali setiap hari selama bertahun-tahun.

Pada 2015, perdana menteri Jepang secara resmi meminta maaf atas praktik ini dan setuju untuk membayar sejumlah 1 miliar yen, atau sekitar Rp 129 milyar, kepada 46 wanita penghibur yang masih hidup.

Baca Juga: Kisah Tragis Julia Pastrana, Wanita 'Jelek' yang Sampai Kematiannya Tak Tenang Karena Mayatnya Dijadikan 'Pajangan' oleh Suaminya

Membuat 100 ribu orang tewas karena jalur kereta

Selama pendudukan mereka di wilayah Asia Tenggara, Jepang memutuskan untuk membangun jalur kereta api yang menghubungkan Thailand dan Burma (sekarang Myanmar).

Kereta api akan berjalan melalui hutan yang sangat lebat, dan sebagian besar akan dibangun dengan tangan, tanpa bantuan dari alat-alat industri besar.

Jepang mengumpulkan 60.000 tawanan perang dan 200.000 buruh lokal yang diperbudak dan memaksa mereka untuk bekerja siang dan malam melalui musim hujan dan panas terik.

Buruh tidak diberi makan selain nasi dan mereka yang terluka dibiarkan mati.

Bahaya termasuk demam berdarah, kolera, dan kekurangan vitamin B yang ekstrim yang menyebabkan kelumpuhan.

Pada akhirnya, diperkirakan lebih dari 110.000 orang tewas membangun kereta api ini.

Baca Juga: 'Tragedi Malam Pisau Panjang', saat Adolf Hitler Habisi Sahabat Karibnya Sendiri untuk Sahkan Pembantaian 'Politik'

Unit 731

Unit 731 adalah unit militer Jepang rahasia yang bertanggung jawab untuk penelitian senjata medis dan kimia.

Salah satunya adalah unit lapangan menguji "bom wabah" dengan menjatuhkan senjata yang terinfeksi penyakit ke kota-kota untuk melihat apakah itu akan menyebabkan wabah.

Bom wabah itu benar 'berfungsi',sebanyak 3.000 warga sipil Tiongkok meninggal karena penyakit ini.

Secara total dilaporkansebanyak 300.000 orang meninggal akibat penelitian Unit 731.

Di markas terkenalnya di Pingfang, Cina, dokter menempatkan orang di ruang tekanan, untuk melihat seberapa besar tekanan yang bisa ditahan tubuh manusia sebelum meledak.

Warga sipil yang terinfeksi dengan penyakit dibedah tanpa anestesi untuk memeriksa efek penyakit.

Mereka juga meninggalkan tawanan perang di luar agarmati kedinginan untuk menyelidiki penyembuhan potensial untuk radang dingin.

Tak hanya itu, penelitian ini juga termasuk 'mempelajari' tentang kehilangan darah dengan mengamputasi anggota tubuh.

Pawai Kematian Baatan

Kekejaman di Baatan, Filipina, dimulai pada 1942, ketika wilayah itu diserahkan kepada Jepang.

Jepang, tidak siap untuk sejumlah besar tawanan perang, memerintahkan 76.000 dari mereka untuk berbaris sekitar 70 mil ke utara melalui hutan, pawai yang dikenal sebagai The Bataan Death March.

Tentara Jepang, yang melihat penyerahan diri sebagai tanda kelemahan, memukuli para tahanan tanpa henti.

Beberapa jatuh karena kekurangan air, panasnya hutan, atau kelelahan. Orang-orang yang tersingkir dipenggal kepalanya atau dibiarkansaja sampai mati.

Diperkirakan 2500 orang Filipina dan 500 orang Amerika tewas dalam pawai ini.

Sekitar 26.000 lebih warga Filipina meninggal karena penyakit atau kelaparan di kamp penjara.

Baca Juga: Akhir Hidup Maria Mandl, Monster Penjaga Kamp Nazi yang Menikmati Tiap Menit Menyiksa Para Tahanan

Artikel Terkait