Penulis
Intisari-Online.com – Jika Anda memiliki akun Twitter, pasti Anda tahu mengenai persoalan yang satu ini.
Di mana Ni Luh Djelantik, desainer ternama asal Bali, berencana melaporkan Lisa Marlina, pemilik akun Twitter @lisaboedi.
Alasannya karena pemilik akun Twitter tersebut dianggap melecehkan martabat masyarakat Bali.
Kasus ini berawal saat pemilik akun Twitter @lisaboedi menulis cuitan tentang Bali yang diunggah pada 20 Juli 2019 pukul 08.49 WIB.
"Di Bali itu enggak ada pelecehan seksual karena kalau dilecehkan ya senang-senang saja, mau menyalurkan hasrat pun gampang karena pekerja seks komersial dan lokalisasinya available setiap jengkal, modal sedikit dapat. Jadi enggak akan ada yang laporinlah," tulis Lisa Marlina.
Menanggapi cuitan tersebut, Ni Luh Djelantik membagikan screnshoot cuitan tersebut di akun Instagramnya.
Kompas.com beberapa kali menghubungi ponsel Ni Luh Djelantik untuk mengonfirmasi rencana laporan tersebut.
Melalui pesan WhatsApp, Amik, personal asisstant Ni Luh Djelantik, mengatakan bahwa pada hari ini Senin (22/7/2019), perancang terkenal tersebut tidak jadi ke Polda untuk membuat laporan.
"Belum. Tidak jadi hari ini. Mungkin besok nggih," ujar Amik lewat pesan tertulisnya.
Sementara itu, di dinding linimasa akun Twitter @lisaboedi, permintaan maaf atas kicauannya yang dianggap tidak pantas dan melecehkan Bali bertengger.
Baca Juga: Hari Anak Nasional: 2 Cara Asuh Anak dengan Cinta dan Aturan
Kasus ini bisa menjadi pelajaran bagi kita semua agar sebaiknya lebih berhati-hati dan bijak dalam menggunakan media sosial dan tidak menulis status sembarangan.
Pasalnya, status Facebook kita, cuitan kita di Twitter, hingga unggahan kita di Instagram semua bisa dibawa ke meja hijau oleh pihak yang mungkin merasa tersinggung atas status itu.
Terlebih lagi jika Anda dengan gamblang menyebut nama seseorang atau sebuah instansi di dalam status Anda dan mengemukakan protes dengan kata-kata yang menyinggung, Anda bisa dengan mudah dibawa ke ranah hukum.
Ini diatur dalam UU Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebagaimana telah diubah oleh UU Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 tahun 2008 ITE.
Pada rumusan Pasal 27 ayat (3) UU ITE disebutkan:
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik
Ancaman pidana jika Anda melanggar Pasal 27 ayat (3) UU ITE tersebut diatur dalam Pasal 45 ayat (3) UU19/2016:
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
Itu berarti jika Anda mengunggah status Facebook atau Twitter dengan menyebut nama atau instansi dan pihak yang bersangkutan tersinggung, mereka bisa mengajukan tuntutan pencemaran nama baik seperti yang telah dijelaskan di pasal di atas.
Hukuman bagi si pembuat status bisa dipenjara paling lama 4 tahun atau denda paling banyak Rp750 juta.
Namun itu sifatnya adalah delik aduan.
Artinya, delik ini hanya bisa diproses apabila ada laporan resmi dari orang yang merasa menjadi korban tindak pidana atau korban dari status Facebook tersebut.
Jika Anda kadung membuat status mengenai keluhan, komplain atau cacian yang menyangkut nama seseorang atau instansi tapi mereka tidak mengajukan laporan, Anda bebas dari hukuman pidana.
Namun alangkah baiknya jika Anda saat ini mulai lebih berhati-hati dalam mengunggah konten apa pun di media sosial Anda.
Mencegah lebih baik daripada mengobati, kan?