Penulis
Intisari-Online.com - Pada umumnya, menopause terjadi pada wanita di usia 45 tahun ke atas dengan ditandai dengan berakhirnya siklus menstruasi.
Tapi bagaimana jika menopause terjadi pada seorang wanita yang baru saja hamil dan melahirkan?
Rasanya mustahil terjadi ya?
Namun itu terjadi pada Sima Davarian.
Baca Juga: Kisah Wanita-wanita Korut yang Terjebak Sebagai 'Budak Nafsu' di China Dibaderol Mulai Rp1,5 Juta
Ketika melihat darah di kamar mandi, Sima Davarian yang sedang hamil berpikir bahwa itu hanya pendarahan biasa, yang biasa terjadi ketika seseorang hamil.
Tapi anggapan itu ternyata salah besar.
Saat kehamilannya memasuki usia 35 minggu, perempuan yang berprofesi sebagai guru itu pergi ke dokter.
Dan di situlah tim dokter menemukan ada benjolan kecil di duburnya sehingga harus dilakukan biopsi.
Saat itu, Sima tidak gugup sama sekali, walau sedikit khwatir sih.
Dia berpikir benjolan itu terkait kehamilan.
Sayang, anggapan Sima sekali lagi salah. Ternyata itu adalah kanker usus.
Sima harus menunggu sampai bayinya lahir untuk menjalani lebih banyak tes dan memulai perawatan yang mencakup kolostomi— mengalihkan kotorannya ke dalam kantong stoma.
Lima hari setelah diagnosis, putri Sima, Mathilda, dilahirkan dengan operasi Caesar.
Padahal sejak awal Sima dan suaminya, Michael, yakin bahwa putrinya akan lahir secara normal.
Meskipun Sima sekarang bebas kanker, perawatan radiasi yang harus dia lakukan telah menghancurkan indung telurnya.
Dan itu artinya, Sima harus memulai menopause lebih dini.
Baca Juga: Bukan Bom Nuklir, Inilah Hal Mengerikan yang Bisa Lenyapkan Amerika Serikat dari Muka Bumi
Bagaimanapun juga, gabungan menjadi seorang pasien kanker dan seorang ibu baru memiliki dampak fisik dan mental yang melelahkan pada Sima.
“Itu nyata, aneh dan traumatis,” kata Sima, seperti dilaporkan Metro.co.uk, pada Minggu (19/5).
“Sangat, sangat sulit untuk menjadi ibu baru dalam situasi seperti itu. Di satu sisi, rasanya seolah-olah melahirkan telah menjadi pengalaman medis karena kanker,” dia menambahkan.
Sima juga mengakui bahwa banyak yang terkejut saat dirinya didiagnosis menderita kanker usus.
“Keluarga, teman, dan rekan kerja karena mereka semua tahu saya adalah orang yang sehat,” katanya.
Setelah kelahiran Mathilda, dokter memberi Sima beberapa minggu untuk pulih serta menghabiskan waktu berkualitas dengan putri barunya itu sebelum memulai perawatan untuk mengatasi tumor.
Meskipun tahu itu akan membuatnya tidak subur dan tidak dapat memiliki anak lagi, Sima mengikuti saran medis.
Dia dengan tertib menjalani terapi radiasi setiap hari selama seminggu, sebelum menjalani operasi seminggu kemudian.
“Saya menjalani reseksi perineum perut, yang artinya ahli bedah mengambil rektum, anus, dan usus besar yang turun untuk memastikan mereka mengangkat semua kanker dalam operasi enam jam,” jelasnya.
“Itu brutal, tapi kami tahu itu yang terbaik. Karena saya masih sangat muda (34 pada waktu itu)."
"Mereka ingin selengkap mungkin untuk memastikan itu tidak akan pernah kembali.”
Bagi Sima, menjadi pasien kanker ternyata lebih sulit dibanding menjadi ibu baru.
Meskipun gagasan hidup dengan tas stoma sulit bagi Sima, dia harus terbiasa.
Dokter mengatakan kepadanya, mengilangkan semua kanker memang penting.
Tapi yang paling penting adalah memastikan bahwa Sima bisa menjalani hidup yang panjang dan sehat.
Ketika dokter menemukan sel-sel kanker di kelenjar getah bening Sima setelah colostomy, dia juga membutuhkan empat putaran kemoterapi yang intens, membuat merawat bayi baru sangat sulit.
“Kemoterapi benar-benar menyiksa,” katanya.
“Dibutuhkan kerja keras untuk bangun di pagi hari. Sistem kekebalan tubuh saya rusak dan saya kehabisan tenaga.”
Lebih dari itu, “Itu juga berarti Michael harus menghabiskan waktu lebih banyak dengan Mathilda."
"Benar-benar sulit bagi kita semua.”
Selama tiga tahun terakhir, Sima telah menggunakan terapi penggantian hormon untuk mengkompensasi hilangnya estrogen.
Tetapi dia telah berjuang untuk menerima perubahan-perubahan yang biasa dialami perempuan yang memasuki masa menopause.
Misalnya perubahan cepat dalam suhu dan kelelahan, serta suasana hati yang umumnya rendah, yang biasanya tidak dialami seorang wanita sampai dia mencapai usia 40-an hingga 50-an.
Sima mengatakan, sangat sulit bagi keluarga untuk bertahan, terutama karena kemoterapi sering membuatnya kelelahan dan tidak mampu merawat anak mereka.
Syukurlah, Sima sekarang sudah pulih.
Tapi dia ingin lebih banyak orang tahu, kanker usus dapat mempengaruhi orang di bawah 40.
“Sangat menyedihkan untuk memiliki kuas dengan kematian Anda sendiri di usia muda,” tambahnya.
“Sangat krusial bagi orang-orang muda lainnya untuk berbicara tentang kanker usus, yang lebih sering dikaitkan dengan generasi yang lebih tua,” kata Sima.
Artikel ini pernah tayang di Suar.grid.id oleh Moh. Habib Asyhad dengan judul asli "Baru Saja Melahirkan Ibu Ini Langsung Didiagnosis Menopause, Ada Cerita Sedih di Baliknya"