Penulis
Intisari-Online.com - Banyak orang di pulau tropis yang berlibur mungkin mendaki gunung, atau belajar tentang satwa liar setempat.
Liburan saya dan rekan kerja saya sedikit lebih baik: ketika sedang berlibur di pulau-pulau Maluku Utara kami melacak spesies lebah terbesar di dunia, yang tidak terlihat selama beberapa dekade.
Lebah raksasa Wallace, Megaachile pluto, sangat menarik karena berbagai alasan.
Lebah ini terbesar dari semua lebah hidup yang diketahui, panjang tubuhnya sekitar ukuran ibu jari manusia dan lebar sayap lebih dari 6 sentimeter.
Penampakan terakhir yang dikonfirmasi di lapangan adalah pada 1981.
Berbagai upaya dilakukan untuk menemukannya kembali, tidak jelas apakah spesies tersebut masih tersisa di alam liar atau tidak.
Lebah raksasa ini memiliki tempat khusus dalam sejarah ilmiah.
Naturalis dan penjelajah Inggris Alfred Russel Wallace pada 1859, mengumpulkan lebah ini sebagai bagian dari koleksinya di Kepulauan Melayu.
Baca Juga : 'Jenazah' Wanita Ini Tiba-tiba Bangun saat Hendak Dibawa ke Kamar Mayat
Dia menggambarkan lebah betina sebagai “serangga besar seperti tawon hitam, dengan rahang yang sangat besar seperti kumbang rusa”.
Wallace tidak hanya secara independen menunjukkan teori seleksi alam sebagai penjelasan evolusi bersamaan dengan Charles Darwin.
Tapi studi terperinci tentang distribusi hewan menciptakan Garis Wallace yang terkenal, yakni batas yang memisahkan Australia dan Asia dan membantu menjelaskan pola distribusi tanaman dan hewan.
Rencana liburan
Baca Juga : Anak Ini Membeli Lukisan Rp 28 Ribu, Namun Tak menyangka Harga Aslinya Bisa Mencapai Rp 21 Juta!
Bagaimana perjalanan empat ahli biologi, dengan dua dari Australia (saya dan Glen Chilton) dan dua dari Amerika Serikat (Eli Wyman dan Clay Bolt)?
Keterlibatan saya dimulai oleh dorongan Glen, yang meski berspesialisasi dalam ornitologi dan penulisan, tertarik pada Wallace dan penemuan kembali spesies yang berpotensi punah.
Dia menjadi sadar akan keberadaan lebah terbesar di dunia, dan setelah dua tahun membujuk, saya setuju bahwa mencari lebah akan memberikan liburan yang menarik.
Selama merencanakan perjalanan kami, kami menjadi sadar bahwa Eli dan Clay juga, secara independen, berencana melakukan perjalanan ke Maluku untuk mencari M. Pluto.
Baca Juga : Kisah Bob Sadino, Menghormati Orang Lain Tanpa Melihat Siapa Dia
Setelah berbincang singkat melalui Skype, kami memutuskan untuk bergabung dan berkolaborasi.
Jadi, meski dua pasangan ini belum pernah bertemu langsung, kami adalah tim yang langsung menuju ke lapangan.
Dan benar-benar tim yang luar biasa: keahlian Eli dalam segala hal yang berhubungan dengan lebah; keahlian fotografi Clay yang fantastis; antusiasme dan pengetahuan Glen tentang Wallace; dan ketertarikan saya sendiri pada evolusi perilaku serangga.
Di lapangan
Baca Juga : Belajar Melahirkan Sendiri Via YouTube, Beginilah Akhir Mengenaskan Wanita Ini
Kami berkumpul di pulau Ternate dan mulai mencari di pulau-pulau Maluku Utara untuk mencari sarang-sarang rayap yang mengandung lubang seukuran lebah, dibantu oleh dua pemandu lokal yang sangat baik, Ekawati Ka'aba dan Iswan Maujad.
M pluto adalah spesies lebah soliter yang membentuk sarang komunal di dalam sarang rayap, menggunakan rahangnya untuk mengumpulkan dan memberikan resin pohon ke dinding bagian dalam sarangnya.
Jadi kami tahu apa yang harus diwaspadai.
Setelah lima hari tanpa hasil mencari sarang rayap, kami berencana untuk menyudahi pencarian dan pergi untuk makan siang dan saat itu kami melihat sarang lain di seberang lapangan.
Baca Juga : Ditembak di Kaki, Pria Ini Pura-pura Mati Dalam Penembakan di Selandia Baru
Memeriksa dengan obor dan teropong berhasil memperlihatkan lubang yang tampak menjanjikan.
Clay memanjat pohon dan melaporkan bahwa lubang itu tampak dilapisi dengan resin – sangat menarik.
Pemandu kami membangun tempat bernaung dari cabang-cabang pohon, kami memeriksa lubang itu lebih detail, dan di sanalah seekor lebah betina.
Teriakan dan tangisan kegembiraan dikeluarkan saat kami semua bergegas mengintip ke dalam dan melihatnya sekilas.
Sekarang setelah kami menemukan lebah betina, kami harus dapat membuktikannya, jadi kami mengganti kamera iPhone kami, demi kualitas rekaman yang lebih baik (tapi lebih berisiko: lebah mungkin melarikan diri!) dengan peralatan fotografi dan video yang lebih profesional.
Kami dengan lembut membujuk lebah betina tersebut keluar dari sarangnya untuk masuk ke ruang terbang yang kecil.
Kemudian Clay berhasil mendapatkan foto yang sangat baik, lalu kami melepaskan lebah itu kembali ke sarangnya dan memotretnya di pintu masuk sarangnya.
Misi selesai.
Terkonfirmasinya spesies lebah terbesar di dunia ternyata masih hidup menjadi berita yang menarik bagi para ahli ekologi.
Kita dapat belajar banyak tentang ekologi, perilaku, dan signifikansi ekologis lebah raksasa ini.
Di tengah penurunan populasi massal pada banyak serangga, sungguh menyenangkan menemukan spesies khusus ini masih bertahan.
Kami juga berharap penemuan kami akan memicu gerakan konservasi di Indonesia, dan kami terinspirasi oleh proses perjalanan kami bertemu dengan banyak orang di bidang konservasi dan kehutanan di kepulauan Maluku Utara.
Baca Juga : 4 Penyebab Kematian Akibat Rasa Marah, Salah Satunya Mati Sebelum Waktunya
Kami semangat dengan pekerjaan yang harus dilakukan untuk menilai status konservasi lebah saat ini.
Rencana untuk menghasilkan film dokumenter tentang Wallace dan penemuan kembali lebah ini sedang berlangsung, dan kami berharap bahwa penemuan kembali ini memberikan dorongan lebih lanjut untuk upaya konservasi secara umum.
Bukan hasil yang buruk untuk liburan!
(Simon KA Robson Honorary Professor, University of Sydney)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Cerita 4 Ahli Biologi Temukan Lebah Raksasa Wallace Saat Liburan"