Find Us On Social Media :

Menyaksikan Keindahan Kain Tenun Sikka Jenis "Tama Lu'a" di Bukit Sion

By Muflika Nur Fuaddah, Minggu, 17 Februari 2019 | 21:30 WIB

Jika tidak, tubuh akan menderita pegal-pegal. Tama Lu'a pun akan butuh waktu yang agak lama untuk selesai ditenun.

Mama Tina menceritakan, para pengungsi dari Palue di Hewuli menenun Tama Lu'a untuk berbagai kepentingan yang berbeda.

Biasanya, Tama Lu'a ditenun untuk pertama keperluan adat istiadat di kampung dan kedua tambah penghasilan keluarga dengan cara menjualnya.

Untuk kepentingan yang pertama, Tama Lu'a ditenun misalnya untuk acara adat Laki Mosa yang akan digelar pada tanggal 5 November 2019.

Ritual laki mosa di Palue digelar sekali dalam 5 tahun.

Selama 5 hari, masyarakat adat di Palue akan menari togo (tandak). Selama 5 hari pula, mereka akan memberi makan gratis bagi orang banyak.

Dalam ritual adat semacam inilah, Tama Lu'a jadi pakaian adat yang wajib dikenakan.

Untuk kepentingan yang kedua, Tama Lu'a ditenun untuk kemudian dijual di Pasar Alok, di Kota Maumere.

"Selembar Tama Lu'a dijual dengan harga Rp 500.000. Tama Lu'a selalu laris manis dibeli oleh orang Maumere.

Para turis mancanegara biasanya membeli selembar Tama Lu'a dengan harga Rp 1 juta.

Uang hasil penjualan Tama Lu'a dipakai untuk membiayai kehidupan rumah tangga dan membayar ongkos anak sekolah," cerita Mama Tina.

Menenun Tama Lu'a bukanlah pekerjaan yang mudah. Namun, Mama Tina melakukannya dengan amat sangat lincah.