Find Us On Social Media :

Kisah Makam Serdadu dan Anjing Kesayangannya yang Dibantai Laskar Dipanagara

By Mahandis Yoanata Thamrin, Selasa, 5 Februari 2019 | 12:30 WIB

Intisari-Online.com - Di suatu siang pada akhir April, mobil kami melintasi Nanggulan, Kulonprogo, sisi barat Yogyakarta. Desa ini memiliki persawahan bak hamparan permadani dan jalan-jalan desa yang beraspal rapi.

Kami tengah mencari satu-satunya makam seradu Belanda yang masih tersisa di Nanggulan. Serdadu itu tewas pada salah satu pertempuran Perang Jawa (1825-1830).

Kawasan barat Kali Progo—termasuk Nanggulan—merupakan basis kekuatan Dipanagara, sekaligus medan kecamuk Perang Jawa. Tatkala musim hujan pada 1828, kawasan ini lepas dari kekuatan laskar Dipanagara.

Di Nanggulan, Belanda pernah mendirikan benteng medan-tempur darurat yang berukuran besar, kapasitasnya sekitar 220 serdadu. Pertahanan Nanggulan diperkuat dengan 400 serdadu infantri dan 40 pasukan kavaleri ringan.

Baca Juga : Bersembunyi di Hutan Sejak PD II, Tentara Jepang Ini Masih Yakin Perang Belum Usai, saat Ditemukan 28 Tahun Kemudian

Makam serdadu malang itu berdiri tegak di sudut permakaman desa. Keadaannya terselubung semak. Batu bata dan batu nisannya pun melapuk dirambahi lumut.

Kami membersihkan rerumputan dan tanah yang menggerayangi prasasti dengan sabit kecil. Sayangnya, untaian huruf dalam prasasti itu memang sulit terbaca. Nama serdadu yang malang itu adalah Kapten Hermanus Volkers van Ingen.

Lebih dari 150 tahun selepas Perang Jawa, seorang peneliti menemukan catatan harian Kapten Errembault de Dudzeele et d’Orroir di pasar loak tepian Seine, Prancis. Kini, buku harian yang sarat gambaran sejarah itu tersimpan di perpustakaan Ecole Française d'Extrême-Orient, Paris, Prancis.

Errembault merupakan seorang serdadu pasukan gerak cepat Belanda yang bertempur selama Perang Jawa. Buku hariannya telah mengungkap prahara yang menimpa Ingen.

Baca Juga : Perang Atrisi: Saat Militer Israel Diam-diam Berhasil Rampas Radar Buatan Soviet