Find Us On Social Media :

Pedangdut Caca 'Duo Molek' Ditangkap saat Konsumsi Narkoba, Ini Alasan Artis 'Doyan' Narkoba Jenis Sabu

By Muflika Nur Fuaddah, Selasa, 15 Januari 2019 | 09:00 WIB

Satu lagi alasan memakai sabu adalah membuat orang tidak ingin makan.

Tidak heran, zaman dulu obat golongan ini juga banyak digunakan untuk melakukan diet walaupun saat ini sudah ditinggalkan karena efek ketergantungan dan kerusakan otak.

Efek terhadap fisik

Pemakaian sabu, apalagi yang berlebihan, menyimpan potensi bahaya besar untuk kesehatan fisik.

Efek stimulan pada obat ini menyebabkan kerja jantung dan pembuluh darah tubuh menjadi berlebihan.

Peningkatan tekanan darah, baik sistolik maupun diastolik, sangat nyata pada penggunaan sabu.

Baca Juga : 3 Teori Bagaimana Bangsa Israel Menaklukkan Kanaan Berdasarkan Jejak Arkeologis

Hal ini akan dibarengi tentunya dengan denyut jantung yang kencang.

Tidak heran jika jenis narkotika ini akan membawa dampak sangat berbahaya bagi penderita hipertensi atau darah tinggi.

Selain itu, sabu bisa menimbulkan efek kejang sampai perdarahan otak.

Saya sendiri pernah secara langsung melihat di unit gawat darurat pasien wanita yang mengalami kejang dan perdarahan otak akibat penggunaan sabu yang berlebihan.

Pasien akhirnya meninggal karena perdarahan di otaknya. Sering kali juga didapatkan efek peningkatan suhu tubuh yang tinggi sehingga menyebabkan demam luar biasa bagi penggunanya.

Peningkatan suhu tubuh yang berlebihan sangat berbahaya karena juga sangat memengaruhi otak dan dapat menimbulkan kejang.

Baca Juga : Penelitian: Perempuan Paling Menyenangkan adalah Mereka yang Bertubuh Gemuk, Bukan yang Bertubuh Langsing Bak Model

Ketergantungan

Adalah pendapat yang sangat salah jika mengatakan pemakaian sabu tidak membuat pemakainya ketergantungan.

Pendapat yang salah tersebut mungkin karena didasari pengalaman para pemakai yang tidak merasakan efek putus zat setelah pemakaian yang hanya sesekali.

Pemakaian narkotika jenis sabu kebanyakan pada saat pesta atau clubbing yang biasanya pada akhir pekan.

Namun jangan salah, penggunaan sesekali ini pun bisa menimbulkan kerusakan otak yang mengarah pada pemakaian yang terus-menerus dengan dosis yang semakin tinggi.

Baca Juga : Kambing Diperkosa 8 Orang Hingga Tewas, Kelainan Seksual Melibatkan Hewan Ternyata Terbentuk Saat Kanak-kanak

Pemakaian sabu secara terus-menerus pada akhirnya akan menimbulkan efek putus zat jika si orang tersebut sudah tidak memakai lagi.

Apa yang terjadi jika si orang tersebut tidak memakai lagi adalah efek kebalikan dari efek psikologis yang tadinya didapatkan.

Perasaan lelah berlebihan, kecemasan yang luar biasa, tidak merasa percaya diri, dan terkadang ide paranoid yang muncul sampai gejala psikosis alias sakit jiwa berat.

Berhenti sekarang juga

Sebagai psikiater yang berfokus di bidang psikosomatik, saya banyak mendapati pasien-pasien yang mempunyai riwayat pemakaian zat sabu di masa lalu.

Baca Juga : Begini Jatuh Bangun Sejarah Israel dan Yahudi di Masa Permulaan

Walaupun sudah lama tidak memakai lagi, banyak pasien yang masih merasakan gejala sisa akibat tidak memakai lagi.

Kebanyakan dari mereka merasa sulit merasakan kebahagiaan lagi selain gejala-gejala psikosomatik yang menetap.

Hal ini disebabkan oleh pemakaian sabu dalam waktu lama akan merusak sistem serotonin dan dopamin di otak yang bertanggung jawab terhadap hal ini.

Penanggulangan pasien dengan kondisi seperti ini memerlukan waktu yang lebih panjang daripada kondisi psikosomatik yang tidak terdapat riwayat pemakaian zat sebelumnya.

Maka dari itu, saya berharap bagi yang masih menggunakan sabu atau zat stimulan lain, seperti ekstasi, untuk mulai sadar dan berhenti menggunakannya karena efeknya tidak hanya sementara, tetapi juga jangka panjang, terhadap otak Anda.

Baca Juga : Kisah Pilu Pierre Tendean dalam G30S, Korbankan Nyawa demi A.H Nasution dan Gagal Menikahi Kekasihnya