Penulis
Intisari-Online.com -Pernyataan Titiek Soeharto bahwa kondisi Indonesia di era Orde Baru lebih baik dibandingkan kondisi saat ini ramai diperbincangkan.
Tentu saja ada yang pro, namun tidak sedikit pula yang menentang dengan keras pernyataan Titiek tersebut.
Berbicara Orba, salah satu yang paling disorot adalah mengenai bagaimana cara pemerintah saat itu menjaga kemanan.
Dalam bukuBenny Moerdani Yang Belum Terungkapyang diterbitkanPT Gramedia pada 2015 diuraikan betapa "sadisnya" cara pemerintahan saat itu dalam mengendalikan keamanan, khususnya dalam mengatasi para begal.
Baca Juga : Bupati Bekasi Ditangkap KPK: Mengapa Kepala Daerah 'Doyan' Korupsi? Benarkah karena Warisan Orde Baru?
Pada 1983, masalah keamanan yang makin runyam oleh ulah para begal, preman, perampok, penjambret, dan lainnya yang lebih dikenal sebagai gabungan anak liar (gali).
Aparat gabungan TNI/Polri telah melakukan tindakan tegas berupa Operasi Pemberantasan Keamanan (OPK).
Operasi yang dikenal sadis demi, terutama melalui misi khusus berupa Operasi Clurit, tersebut tujuannya adalah meringkus para gali yang terbukti sudah melakukan kejahatan hidup atau mati.
Informasi mengenai identitas para gali didapat dari masyarakat dan para gali yang sudah tertangkap.
Baca Juga : Ketika Ratna Sarumpaet Jadi Aktivis Terakhir yang Jadi Tahanan Orde Baru Sebelum Soeharto Lengser
Berdasar informasi itu tim OPK kemudian mendatangi lokasi gali yang menjadi buruannya kapan saja untuk ditangkap dan diseret ke penjara.
Tapi jika gali yang akan ditangkap berusaha lari atau melawan, tim OPK yang cara kerjanya selalu menggunakan penutup wajah atau topi yang menutupi setengah wajah, bersenjata senapan laras panjang dan pistol akan menembak mati.
Namun karena tujuan OPK adalah untuk memberikan efek jera terhadap gali yang terus saja berbuat kejahatan, biasanya penangkapan atau penggerebekan dilakukan secara mendadak ala serbuan pasukan komando.
Baca Juga : Oknum TNI Masih Suka Main Pukul dan Tendang ke Warga Sipil, ‘Penyakit’ Orde Baru Kambuh?
Para gali yang tertangkap bisa langsung dieksekui atau kemudian dimasukkan karung dalam kondisi hidup lalu dibawa pergi ke suatu tempat sepi menggunakan mobil dan baru dieksekusi.
Setelah itu, mayat para begal itu dilempar begitu saja di pinggir jalan yang berada di tengah hutan.
Perihal modus operandi tim OPK itu pernah dialami sendiri oleh seorang gali asal Semarang, Jawa Tengah bernama Bathi Mulyono.
Sesuai yang dikutip dalam bukuBenny Moerdani Yang Belum Terungkap, Tempo, PT Gramedia 2015, Bathi (1983) yang sebenarnya merupakan gali yang sudah terdata oleh aparat keamanan setempat dan sudah rutin menjalani wajib lapor ternyata masih diburu tim OPK untuk dieksekusi.
Baca Juga : Wasiat Hatta Soal Pancasila dan Bantahannya pada Era Orde Baru
Untuk menghindari tim OPK yang terus memburunya, Bathi memutuskan menyelematkan diri dan bersembunyi di kawasan Gunung Lawu hingga pertengahan 1984.
Suatu kali karena ada keperluan, Bathi turun gunung melalui Blora dan bermaksud ke Rembang.
Sewaktu Bathi hendak balik lagi ke Blora dari Rembang hari sudah pukul 21.00 WIB dan sama sekali tidak ada kendaraan angkutan umum.
Lalu Bathi memutuskan menyetop kendaraan pengangkut sayur untuk menumpang karena biasanya kendaraan seperti itu memang mau membawa warga yang sudah kemalaman di jalan.
Jalur antara Rembang-Blora banyak melintasi hutan-hutan jati yang sepi dan makin malam kendaraan yang melintas juga sangat jarang.
Ketika ada mobilpick uppengangkut sayur melintas dan mau berhenti, Bathi segera naik di bak mobil yang terdapat sekitar tujuh karung penuh barang.
Bathi terkejut karena beberapa orang di dalam bak mobil membawa senjata laras panjang dan pistol jenis FN yang biasa digunakan tentara.
Tapi yang membuat Bathi lebih terkejut, salah seorang bersenjata itu tiba-tiba menegurnya untuk tidak menduduki karung karena berisi manusia.
Bathi terkesiap dan jantungnya berdetak kencang ternyata karung-karung itu berisi para gali yang akan dieksekusi.
Baca Juga : Ini Jawaban Puti Guntur Sukarno saat Masih Remaja Ketika Ditanya Soal Pemerintah Orde Baru
Bathi yang menyadari dirinya sedang berada di tengah para tim OPK yang sebenarnya juga terus memburu dirinya berusaha bersikap tenang.
Mujur wajahnya yang sebenarnya tegang tersamar oleh gelapnya malam yang tanpa terang bulan itu.
Sepanjang perjalanan Blora-Rembang di tengah hutan jati yang sepi sejumlah karung diturunkan lalu dihujani tembakan dan karungnya yang bersimbah darah digelundungkan ke hutan.
Karung-karung berisi para gali itu terus diturunkan pada jarak tertentu lalu ditembak dan kemudian di lempar ke dalam hutan.
Bathi terpaksa turun di sebuah warung di pinggir jalan karena mobilpick up‘pengangkut sayur’ itu ternyata tidak ke Rembang.
Panglima ABRI dan Panglima Kopkamtib Jenderal LB Moerdani pada Mei 1983 menyatakan kepada pers bahwa banyaknya korban tewas karena korban penembakan misterius (petrus) akibat perkelahian antar geng. (Agustinus Winardi)
(Sumber :Benny Moerdani Yang Belum Terungkap, Tempo, PT Gramedia, 2015).
Baca Juga : Omar Dhani, Loyalis Bung Karno yang ‘Kena Tulah’ saat Orde Baru karena Pernah ‘Nyalip’ Soeharto