Penulis
Intisari-Online.com -Marcel Bloch masih berusia sebelas tahun saat Wright Bersaudara mendemonstrasikan Kitty Hawk (1903).
Kepeloporan Wright begitu merasuk dalam diri Bloch, karena dalam dirinya juga berkobar semangat yang sama.
Ia ingin menciptakan sesuatu yang baru dalam bidang elektronik dan ilmu kelistrikan bagi negerinya.
Keinginan ini pun kian meletup-letup ketika Louis Bleriot berhasil mengikuti jejak Wright lewat karyanya, pesawat monoplane pertama dengan pendorong mesin traktor pada tahun 1907.
Ini adalah persembahan khusus bagi Prancis, dan selalu diingat oleh Bloch.
(Baca juga:Nasib Mengerikan Wanita Korut di Kamp Konsentrasi, Diperkosa Lalu Dibunuh Setelah Melahirkan)
Tanpa pikir panjang, begitu menuntaskan sekolah menengahnya, Bloch melanjutkan studi ke Sekolah Tinggi Aeronotik di Paris.
Tak berapa lama sebelum Perang Dunia I meletus, gelar insinyur aeronotik berhasil diraihnya.
Tak mau menunda waktu, ia pun segera bekerja di Laboratorium Riset Aeronotik di Chalais Meudon.
Tantangan yang harus dilaluinya waktu itu adalah menuntaskan rancangan pesawat tempur bigplane Caudron G-3, yang berhasil diselesaikan bersama Henri Potez.
Namanya sebagai perancang pesawat mulai mencuat terutama ketika ia “nyambi” sebagai pembuat propeller pada Eclair Propellor Company, perusahaan yang ia dirikan bersama Henri Potez.
Itu sebabnya, ketika Nazi menguasai Eropa, Marcel Bloch yang keturunan Yahudi segera masuk daftar hitam.
Herman Goering, KSAU Jerman semasa Adolf Hitler berkuasa, bahkan memerintahkan Gestapo untuk langsung mencarinya.
Kala pencarian diupayakan, Bloch tengah menggarap 152 pesawat tempur untuk negerinya.
Ini adalah ancaman bagi Jerman, mengingat pesawat yang tengah digarap Messerschmitt saat itu mempunya kemampuan yang satu tingkat di bawah garapan Bloch.
Apa mau dikata, baik Bloch maupun saudaranya Paul Bloch, akhirnya berhasil ditangkap dan dijebloskan ke kamp konsentrasi di Buchenwald.
Namun, nasib baik rupanya masih memihak kepadanya.
Begitu lolos dari perang, ia segera mendirikan pabrik pesawat dengan nama yang kerap dipakai Paul: Char D’Assault.
Sebuah nama yang kemudian lebih sering dilafalkan sebagai Dassault.
Di sini ia bekerja keras merancang pesawat tempur, pengebom, dan pesawat jenis lainnya. Baik untuk kepentingan militer maupun sipil.
Akan tetapi, dunia memang lebih mengenalnya sebagai perancang pesawat tempur yang disegani di Eropa.
Salah satu negara pemakainya adalah Israel. Lewat negara inilah Prancis mengetahui secara pasti keunggulan maupun kelemahan pesawat itu.
Apalagi Mirage-Mirage buatannya kerap dipakai untuk menyerang MiG-MiG lawannya di daratan Timur Tengah.
(Baca juga:Pilot TNI AU Pernah Diserang Preman, Jet Tempur F-16 pun Dikerahkan untuk Memberi Pelajaran)
Suatu ketika di tahun 1976, Presiden Charles de Gaulle menjatuhkan embargo suku cadang bagi Mirage Israel.
Sebuah drama politik yang selanjutnya menggerakkan Mossad (badan intelijen Israel) mengaktifkan jaringannya di Eropa untuk memecahkan masalah pelik ini.
Hal ini mudah dipahami mengingat, jika saja armada Mirage itu macet, Israel akan mudah dihancurkan lawannya dari udara.
Ironisnya, bukan sebatas suku cadang yang didapat, Mossad bahkan berhasil menyadap cetak biru Mirage V.
Pesawat inilah yang kemudian disadur menjadi Kfir. Sama handalnya dengan Mirage V, Kfir mampu melesat hingga Mach 2.
Pesawat tempur lain yang kian melambungkan Dassault sebagai pabrik terkemuka di Eropa, di antaranya adalah Super Mystere, Super Etendard, Jaguar, Alphajet, Mirage 2000, dan yang kini tengah diuji: Rafale VI.
Beda pesawat buatan Dassault dengan buatan pabrik lainnya adalah rancangannya yang rapih dan mendekati sempurna.
Pesawat-pesawat ini dikerjakan dengan craftmanship yang amat tinggi.
(Baca juga:Pesawat Tempur Penyok Bisa Diperbaiki dengan Cara Ketok Magic Asal...)
Bloch masih sempat melihat prototip Rafale roll-out (dipajang) sebelum akhirnya meninggal pada usia 94 tahun (1985).
Pabrik yang telah berafiliasi dengan Brequet itu kemudian diserahkan kepada anaknya, Serge.