Find Us On Social Media :

Jejak Manusia Meniru Burung Hingga Akhirnya Wright Bersaudara Menemukan Pesawat Terbang

By Moh Habib Asyhad, Sabtu, 17 Maret 2018 | 19:45 WIB

Intisari-Online.com – Sejarah penerbangan memang tak lepas dari hilangnya nyawa para perintis.

Korban pertama yang tercatat dalam sejarah adalah Saraceen dari Konstantinopel. la membuat baju amat besar, lengkap dengan bilah-bilah bambu menyerupai kipas. Lalu, terjun dari sebuah gedung.

Hasilnya bisa ditebak! Meski sempat melayang beberapa saat, ia kehilangan keseimbangan dan tewas setelah mencium tanah.

Beberapa tahun setelah Leonardo da Vinci merancang pesawat terbangnya, John Damian dari Skotlandia membuat sepasang sayap yang ditempeli bulu-bulu.

Kemudian ia melompat dari tembok istana yang tinggi. Bukannya terbang, ia malah langsung nyungsep ke bawah dan terluka.

(Baca juga: Tidak Hanya di Dalam Film Saja, Mobil Terbang Juga Ada Lho di Dunia Nyata, Seperti Inilah Penampakannya)

"Kekhilafan saya adalah karena saya telah memakai bulu ayam, seekor binatang tanah. Seharusnya, saya memilih bulu burung rajawali," katanya.

Setelah ditemukan balon udara, orang mulai berpikir untuk mengangkasa menggunakan baIon yang berisi zat lebih ringan dari udara. Tanggal 17 Juni 1785, Pilatre de Rozier dan Romain berangkat dengan balon hidrogen dari Paris menuju Inggris.

Untuk  menambah daya angkat balon, mereka menggunakan sebuah alat pemanas di bawahnya. Sebuah keputusan yang fatal! Mereka lupa bahwa hidrogen mudah sekali terbakar.

Tak heran saat berada di atas Pantai Boulogne, terjadi kebakaran yang menewaskan mereka.

Tahun 1852, Letur dari Prancis membuat sebuah  payung udara yang diberi sepasang sayap serta sebuah kemudi.

Disangkanya, gabungan antara pesawat luncur dan payung udara ini bisa disetirnya manakala turun melayang dari tempat tinggi. Nyatanya, Letur tewas setelah mencoba meluncur dari sebuah menara.

(Baca juga: (Foto) Usai Menyantap Induknya, Singa Ini Lakukan Hal Tak Terduga pada Seekor Bayi Kera)

Pengorbanan tak saja menimpa mereka yang melakukan percobaan, tapi juga si empunya ide. Alphonse Penaud, salah seorang peletak dasar penerbangan Prancis, misalnya. Ia berhasil membuat pesawat model yang mirip dengan prinsip-prinsip pesawat terbang modern.

Sayang, idenya mendahului zamannya. Ia pun putus asa karena dicap pengkhayal dan diejek oleh lingkungannya.

Tahun 1880, pada usia 30 tahun, ia mengakhiri hidupnya. Tragis!

Kemudian datanglah John J. Montgomery, pembuat ornithopter (pesawat sayap burung). Percobaan dilakukan di pegunungan Kalifornia dan berhasil dengan baik. Sayangnya, tahun 1911 ia tewas dalam salah satu percobaan.

Dari bahgsa Aria muncullah nama Otto Lilienthal. Tak hanya okol, ia pun menggunakan akal. Hasilnya sebuah buku berjudul Dei Vogelflug als Grundlage von der Flingekunst.

Dari sinilah ia berpijak memulai percobaannya yang cukup berhasil. Hanya saja, pada 9 Agustus 1896,ketika ia mencoba memasang motor pada pesawatnya, tiba-tiba pesawat itu menukik dari ketinggian 15 m.

(Baca juga: Lupa Anaknya Ditinggal di Dalam Mobil, Ibu Ini Menyesal dan Menangis Melihat Kondisi Anaknya saat Kembali ke Mobil)

Tulang punggung Lilienthal patah. Sebelum ajal menjemput, ia beikata, "Opfer mussen gebracht-werden." Ya, pengorbanan memang harus  diberikan.

Upaya ini diteruskan oleh salah seorang muridnya, Percy Sinclair Pilcher. Namun, mantan opsir AL Inggris ini bernasib sama meski memperoleh kemajuan yang berarti. Ia berhasil meluncur sejauh 250 m.

Perkembangan upaya terbang kemudian merembet ke bentuk-bentuk lain, mulai dari pesawat terbang, helikopter, hingga balon udara. Jerman memperoleh kemajuan berarti dalam model balon dengan hadirnya Graf Ferdinand von Zeppelin.

Sampai akhirnya muncullah Wright bersaudara yang memahkotai upaya umat manusia dalam upayanya bisa terbang seperti burung.

(Ghiorso H.S – Intisari Mei 2003)