Find Us On Social Media :

Hari Raya Nyepi: Lahirnya Tahun Saka, Titik Awal Berkembangnya Kebudayaan dan Agama Hindu di Dunia

By Ade Sulaeman, Sabtu, 17 Maret 2018 | 08:30 WIB

Intisari-Online.com – Tahun baru Saka. Itulah tahun baru umat Hindu di Bali dalam kehidupan beragama.

Perhitungan  tahun Saka ini mulai digunakan ketika tahun Masehi sudah menginjak tahun ke-78.

Hari pertama biasanya jatuh pada bulan Maret penanggalan Masehi.

Dalam perjalanan sejarahnya, lahirnya tahun Saka memang tak lepas dari perjalanan bangsa India.

(Baca juga: 10 Cairan Paling Mahal di Dunia Harganya hingga Ratusan Miliar, di Antaranya Ternyata Sering Kita Gunakan!)

Jauh sebelum tahun Saka ditetapkan sebagai penanggalan resmi di India, suku-suku bangsa di sana sering terlibat peperangan.

Suku Pahlawa menundukkan suku Yawana dan Saka. Suku Saka bikin suku Yueh-chi bertekuk lutut, dan suku Saka membalas kekalahannya atas suku Pahlawa.

Rupanya, tradisi bertikai ini bikin jenuh suku Saka menyusul kekalahan berikutnya. Mereka juga bosan dengan pergantian pemimpin pemerintahan yang terus-menerus.

Perjuangan kemudian dialihkan ke arah perjuangan kebudayaan. Sejak itu suku Saka mulai berkibar.

Tahun 125 SM, kekuasan India ada di tangan dinasti Khusana. Melihat perjuangan kebudayaan suku Saka berhasil, pimpinannya mulai menyerap pucuk-pucuk kebudayaan berbagai suku yang ada.

Pada tahun 78, Raja Kaniska I dari dinasti Khusana yang beragama Hindu menetapkan sistem penanggalan Saka sebagai kalender kerajaan.

Sejak itu toleransi antarsuku dan antaragama di India bangkit.

Sistem penanggalan ini memiliki 12 bulan dengan jumlah hari tiap bulannya 30 atau 31. Awal tiap bulannya jatuh pada tanggal 20 - 23 bulan Masehi.

(Baca juga: Kecanduan Seks dari Kecil Membuat Wanita Ini Hampir Bunuh Diri, Lalu Sebuah Jalan Mengubah Segalanya)

Ketika agama dan kebudayaan Hindu masuk ke Indonesia, penanggalan Saka pun dipakai, seperti yang tertulis pada berbagai prasasti dari zaman Sriwijaya hingga Majapahit.

Pada zaman Majapahit, penanggalan Saka tetap digunakan secara konsisten sebagai kalender kerajaan. Bahkan, pergantian tahun Saka pada masa itu dirayakan secara nasional.

Pada 1958 (Masehi), tahun Saka ditetapkan menjadi tahun nasional India. Namun, tata urutan bulannya berbeda dengan tahun Saka yang ditetapkan Raja Kaniska I.

Bulan ke-12 (Chaitra, dalam penanggalan Masehi jatuh pada 22 Maret - 20 April) pada tahun Saka Raja Kaniska I, menjadi bulan pertama pada tahun Saka baru.

Yang semula bulan pertama (Waisakha) bergeser menjadi bulan ke-2, dst. Dengan demikian, tahun baru Saka di India jatuh pada tanggal 1 Chaitra.

Sedang tata urutan bulan dalam tahun Saka yang berlaku di Bali sama seperti tahun Saka yang ditetapkan Raja Kaniska I, meski dengan nama bulan yang berbeda.

Menurut penanggalan Bali, bulan Waisakha sama dengan bulan kesepuluh (Kedasa). Jadi tahun baru Saka di Bali jatuh pada tanggal 1 Kedasa (kesepuluh) atau 1 Waisakha, sebulan setelah tahun baru Saka di India.

Saat itu sang matahari menuju garis Lintang Utara, saat yang dipercaya baik untuk mendekatkan diri pada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Saat itu pula musim hujan mulai reda.

Perhitungan jatuhnya tahun baru Saka ini berdasarkan luni-solar system, perpaduan antara cara perhitungan suryapramana (matahari) dan candrapramana (bulan), dengan perubahan bulan terjadi setelah bulan tak tampak (Tilem).

Yang menjadi pertanyaan, mengapa tahun baru  Saka jatuh pada bulan ke-10? Masyarakat Bali percaya, angka 10 bisa dianggap sebagai "angka 1 yang muncul dan kekosongan atau nol".

Dalam istilah Bali disebut eka wara luang, yang ditafsirkan pendeta Hindu sebagai eka (satu) itu muncul dari luang (kosong).

Pada pertemuan Dharma Asrama, yang diikuti oleh pemuka agama Hindu, pada tanggal 17 – 23 November 1959 di Campuhan Ubud, Bali, ditetapkanlah tahun baru Saka sebagai hari raya Nyepi.

Ini sungguh bisa dipahami karena lahirnya tahun Saka merupakan titik awal berkembangnya kebudayaan dan agama Hindu di dunia.

Sejak 1983, tahun baru Saka ditetapkan sebagai hari libur nasional berdasarkan Keppres No. 3/1983, tertanggal 19 Januari 1983.

(Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Maret 1996)

(Baca juga: (Foto) Ada Pesan Mengharukan dari Sang Ibu di Balik Foto-foto 'Menyeramkan' Putra Kecilnya Ini)