Penulis
Intisari-Online.com -Dalam Perang Dunia II, militer Jepang menciptakan senjata bilologi melalui proyek rahasia Unit 731 yang berlokasi di China dan untuk uji cobanya langsung dipraktekan kepada manusia (tawanan).
Selain digunakan untuk praktek persenjataan kuman para tawanan juga kerap dimanfaatkan untuk ajang uji coba senjata konvensinal yang baru dibuat seperti granat, peluru model baru, penyembur api (flame thrower) dan lainnya.
Ketika granat baru sedang diujicoba sasaran berupa manusia hidup dikumpulkan dalam kondisi terikat lalu dilempari granat.
Hasil yang kemudian diteliti adalah efek yang ditimbulkan oleh ledakan granat, jarak efektif pelemparan granat, dan berapa lama korban tewas setelah terhantam ledakan granat.
(Baca juga:Senjata Biologi dan Kimia, Senjata Mengerikan yang Tak Kalah Mematikan dari Bom Atom)
Uji coba menggunakan peluru atau bom pada intinya dilaksanakan dengan cara yang sangat biadab dan upaya uji coba senjata baru itu sesungguhnya hanya merupakan ajang untuk membantai para tawanan secara efektif.
Tak hanya pekerja di Unit 731 yang bisa bersikap seperti psikopat menyaksikan praktek biadab yang berlangsung setiap hari itu.
Perdana Menteri Jepang, Tojo, yang pernah berkunjung ke Indonesia bahkan seperti psikopat.
Dengan penuh kebanggaan PM Tojo memberikan penghargaan khusus terhadap kinerja Unit 731 yang dipimpin oleh ilmuawan Jepang bernama Ishii Shiro.
Sebaliknya Shiro yang haus kekuasaannya dan makin gemar mengembangkan eksperimen ektrim terus mencoba ide-ide gilanya.
Uji coba menggunakan manusia hidup sebagai obyeknya ternyata tidak hanya berlangsung di kamp Unit 731 karena unit-unit lainnya juga melaksanakan langkah serupa.
Dalam proses eksperimen yang tampaknya tidak diketahui oleh Kaisar Hirohito, dunia internasional akhirnya yakin jika eksperimen berobyek manusia itu pasti diketahui Sang Kaisar.
Alasan yang tepat untuk mendukung bukti bahwa Kaisar Hirohito mengetahui program eksperimen di Unit 731 adalah kunjungan resmi adik kaisar, Pangeran Mikasa, di markas besar Unit 731.
Dalam salah satu memoarnya, Pangeran Mikasa menulis bahwa ia telah menyaksikan film dokumenter yang menunjukkan tawanan China di Manchuria digiring masuk ke kamp dan digunakan untuk uji coba senjata kimia.
Test untuk menguji senjata biologi yang terbukti sukses menginveski manusia yang berada di dalam kamp ternyata tidak membuat Shiro puas.
Ia baru merasa puas jika bakteri pembawa maut dimuat ke dalam senjata dan selanjutnya dijatuhkan ke sasarannya.
Karena Shiro memiliki akses yang demikian luas di militer dan kemudian menjabat sebagai Chief of The Medical Section Japanese First Army, upaya untuk uji coba senjata di lapangan bukan merupakan hal yang sulit.
Pesawat-pesawat militer Jepang pun kemudian mulai menjatuhkan bahan-bahan khusus yang telah terinfeksi virus atau bakteri pes, melepas lalat-lalat pembawa infeksi penyakit thypus, menyebar wabah desentri, cholera dan lainnya.
(Baca juga:(Video) Mengerikan, Pria Ini Diterkam dan Dimakan Hidup-hidup oleh Harimau yang Dirawatnya)
Praktek menyebar penyakit menular dari udara bahkan menjadi tugas rutin militer Jepang.
Wilayah China yang menjadi ajang uji coba perang biologi itu antara lain Ningbo yang mewakili China bagian timur dan Changde yang mewakili wilayah paling utara China.
Pada tahun 1942 bakteri maut yang dijatuhkan di wilayah Zheijang bahkan menyebar terlalu luas dan menjadi senjata makan tuan.
Puluhan ribu tentara Jepang jatuh sakit dan sebanyak 1700 prajurit lainnya tewas .
Sementara korban dari penduduk China yang tewas akibat dari uji coba senjata biologi yang dijatuhkan dari udara mencapai 440 ribu orang.
Dalam berbagai peperangan untuk menumpas perlawanan pasukan China militer Jepang juga sudah menggunakan gas beracun .
Penggunaan gas beracun bahkan sudah berlangsung ketika Jepang menyerbu wilayah Wusung pada 13 Agustus 1937.
Hingga perayaan selama 8 tahun Jepang menguasai China, militer Jepang tercatat telah mengunakan gas beracun sebanyak 1.131 kali di 14 kota propinsi.
(Baca juga:Bila Perang Dunia Ke-3 Pecah, Elon Musk Sudah Punya Cara untuk Selamatkan Peradaban Manusia)
Ketika PD II meletus dan perlawanan oleh militer China muncul di berbagai tempat, Shiro bahkan turun tangan sendiri untuk mengoperasikan senjata biologi.
Ketika pada bulan April 1942 Kolonel Doolittle melancarkan serangan balasan ke Tokyo dan sebagian besar penerbang bombernya mendarat di daratan China, Jepang pun mengerahkan operasi pencarian besar-besaran.
Sekitar 60 penerbang AS berhasil mendarat selamat di kawasan Chechiang, China dan mendapat pertolongan penduduk setempat.
Untuk segera menangkap atau membunuh para awak pesawat pembom AS itu, Unit 731 yang bermarkas di Nanking pun dikerahkan.
Pesawat-pesawat militer Jepang yang bertugas menyebarkan penyakit pes pun diterbangkan di atas kawasan Changte dan Hunan.
Aksi penyebaran senjata kuman itu diketahui oleh mata-mata Sekutu yang berada di Chungkin dan segera memberitahukannya ke pemerintah Inggris dan AS.
Penggunaan senjata biologi oleh Unit 731 di China awalnya memang kurang disadari oleh warga dan pemerintah China yang notabene merupakan pemerintah boneka Jepang.
Tapi ketika korban yang tewas oleh penyakit menular demikian besar, rakyat China sadar akan adanya serangan senjata kuman dan minta bantuan Barat.
Korban tewas dalam jumlah besar terjadi ketika Unit 731 menyebar wabah pes di 22 kecamatan yang berada di propinsi Heilungchiang dan Kirin.
Akibatnya ratusan ribu warga China sakit dan 20 ribu di antaranya tewas.
Wilayah Korea juga mulai berteriak ketika korban perang biologi yang dilancarkan China mulai berjatuhan namun Jepang menolak mengunakannya ketika pemerintah AS melancarkan protes.
AS selanjutnya mengancam Jepang akan mengalami nasib yang lebih buruk jika tidak menghentikan penggunaan senjata kimia dalam perang di China.
Namun Jepang ternyata tidak mau menggubris dan bahkan punya rencana untuk menyerang daratan AS menggunakan senjata biologi.
(Baca juga:Bocor, Inilah 10 Senjata yang Bisa Membuat Bencana Besar di Muka Bumi!)