Senjata Biologi dan Kimia, Senjata Mengerikan yang Tak Kalah Mematikan dari Bom Atom

Ade Sulaeman

Penulis

Gas-gas maut ini menyerang susunan saraf manusia melalui paru-paru atau mata, dan menyebabkan kematian dalam waktu satu sampai lima menit.

Intisari-Online.com – Tentara Sekutu yang menyerbu ke Jerman pada perang Dunia II yang lalu, menemukan sesuatu yang sangat mengerikan bagi umat manusia beradab.

Jika saja mereka telah mengetahuinya terlebih dulu, maka dapatlah dipastikan bahwa rencana penyerbuan tersebut akan diubah.

Mereka menemukan gas-gas maut jenis baru dalam jumlah ton-tonan tersimpan dalam gudang-gudang gas racun yang tak berwarna ataupun berbau itu disebut Tabun Gas itu menyerang susunan saraf manusia melalui paru-paru atau mata, dan menyebabkan kematian dalam waktu satu sampai lima menit.

Jika paru-paru dan mata terlindung, butiran-butiran cair dari pada Tabun itu akan menorobos dengan cepat melalui pakaian serta dihisap oleh kulit dan mengakibatkan maut dalam waktu 10 menit sampai 2 jam.

(Baca juga: Yang Konyol-Konyol di Perang Dunia II: Nazi Gelar Pesawat Palsu dari Kayu dan Sekutu Mengebomnya Dengan Bom Kayu)

Sejauh yang diketahui belum ada obat penawar yang efektif untuk gas itu. Hitler telah merencanakan untuk menggunakan senjata baru yang mengerikan ini secara besar-besaranan agar dengan begitu penyerbuan Sekutu dapat tercegah.

Mengapa senjata itu tetap tidak digunakan ketika Sekutu menyerbu Jerman?

Hal ini disebabkan karena kegagalan dinas intelijen Jerman yang tidak mengetahui bahwa Sekutu tidak memiliki senjata yang sebanding dengan itu.

Demikianlah maka sampai Sekutu menyerbu ke daratan Eropa, gas Tabun yang berton-ton itu tetap tak tersinggung.

Jika di Indonesia dikenal bidang NUBIKA (Nuklir-biologi- kimia) sebagai senjata penghancur massal, maka di Amerika Serikat dikenal sebagai CBW (Chemical and biological weaponry = persenjataan biologi kimia).

"Semua senjata-senjata, termasuk peluru-peluru kendali antar-benua, kapal-selam nuklir dan senjata-senjata lain yang telah ada dewasa ini, akan dipergunakan dalam konflik bersenjata yang timbul. Inilah logika perang, logika perjuangan,” demikian kata seorang pemimpin Sovyet dalam tahun 1957.

Dalam perang yang akan datang bisa jadi akan digunakan senjata penghancur yang mengerikan itu di samping senjata-senjata nuklir.

Setiap tentara Sovyet merabawa jarum hypodermic yang terisi 2 miligram atropine, satu-satunya obat penawar gas saraf yang tjukup efektif.

(Baca juga: Kekurangan Bom saat Perang Vietnam, Pesawat-Pesawat Tempur AS Jatuhkan Toilet-Toilet Bekas)

Uni Sovyet kiranya sudah bersiap-siap dengan senjata-senjata kimia dan kuman seperti juga Amerika Serikat dewasa ini.

Dalam Perang Dunia ke I sudah dipakai gas mustard yang berakibat buruk bagi tubuh manusia.

Tetapi menurut catatan-catatan yang dapat dikumpulkan oleh Team kesehatan tentara Amerika dari 73.000 orang yang menjadi korban gas itu, hanya dua persen yang mati dan tujuh persen cacat.

Sisanya hampir 67.000-orang sembuh dengan baik.

Namun meskipun demikian pada umumnya masyarakat umum tetap terpendapat bahwa perang kimia semacam itu amat liar bagi orang-orang beradab dan mereka tegas-tegas menentangnya.

Disamping gas mustard, ,dalam PD I itu juga digunakan gas-gas yang melemaskan, yaitu phosgene dan diphosgene — yang sampai dewasa ini masih dipergunakan dan dianggap penting.

Gas-gas itu semuanya tak berwarna dan berbau seperti padi yang baru saja dipetik. Kedua-duanya membakar paru-paru dan tenggorokan dengan hebat.

Meskipun biasanya korban-korban dari pada serangan gas-gas itu dapat membunuh, tapi suatu dosis yang besar dapat mengakibatkan kematian.

Dalam perang kimia gas-gas yang paling mematikan ialah gas-gas dan darah. Uni Soviet memperkembangkan gas saraf jenis Tabun, yang didapatkan waktu menyerbu Jerman pada Perang Dunia II yang lalu.

Sedangkan AS punya gas saraf yang disebut Sarin yang lebih kuat dan juga tak berbau.

Gas jenis ini disamping menyerang susunan saraf juga menyerang otot-otot jantung dan paru-paru.

Gas racun ini dapat dipakai seperti peluru yang ditembakkan, bom-bom, roket ataupun dengan alat-alat penyemprot.

Karena sifatnya yang dapat menguap, gas ini sanggup merembes melalui pakaiaan dan dihisap oleh kulit.

Dua jenis gas darah – hidrogen cyanida dan cyanogin chlorida – bekerja secepat gas saraf seperti yang disebut di atas. Gas jenis ini kedua-duanya juga tak berwarna tapi berbau.

Dapat juga gas ini dipergunakan seperti granat tangan. Dalam waktu seperempat jam setelah disedot dalam dosis yang mematikan, gas ini akan mengisolir zat-zat oksigen yang ada dalam aliran darah dan dengan demikian mencegah mengalirnya ke jaringan-jaringan tubuh.

Arsine adalah jenis gas yang ketiga, yang juga tak berwarna, tapi berbau seperti bawang muda. Gas ini termasuk gas jenis yang baru bekerja setelah jangka waktu yang tertentu.

Daerah-daerah yang diserangnya ialah buah pinggang dan hati. Kematian akan menyusul dalam waktu dua jam atau 11 hari, tergantung daripada besar kecil dosisnya.

Gas blister termasuk gas beracun lain. Penyerangannya melalui kulit dan andaikata tersedot masuk ke hidung, maka paru-paru, alat-alat pernapasan, serta alat-alat dalam lainnyalah yang akan menjadi korban.

Dalam perang kimia dewasa ini akan dipergunakan sejenis senjata modern yang tidak mematikan korban-korbannya, tapi hanya menghancurkan semangatnya.

Senjata kimia jenis ini menyebabkan orang-orang yang tegap kuat menjadi takut lemah dan tidak segera bereaksi meski terhadap serangan-serangan yang paling dahsyat.

Seseorang yang terkena senjata ini tak dapat mengemudikan sebuah mobil, lebih-lebih menggunakan senjata-senjatanya. Korban dalam waktu yang tertentu dapat lumpuh, tuli, atau buta. Dalam dosis yang besar dapat juga mengakibatkan kematian.

Kini tentang perang kuman, dalam tahun-tahun lima puluhan, yaitu pada saat Perang Korea, mulailah terbetik berita-berita A.S. membuka front baru dalam taktiknya: perang kuman. Dunia menjadi gempar dengan adanya perang yang mengerikan serta biadab itu.

Senjata-senjata dalam perang kuman meliputi bakteri yang dapat mengakibatkan manusia menderita penyakit-penyakti disentri, demam, kolera, difteri, radang paru-paru, dan lain sebagainya.

Pendek kata senjata itu berupa kuman-kuman terutama yang dapat menular dan yang paling ganas menyerangnya.

Senjata-senjata semacam itu dibuat serupa bubuk yang dapat disemprotkan dalam aliran angin. Atau dapat juga dibawa dalam kapsul-kapsul peluru yang teristimewa dibuat untuk maksud-maksud itu.

Banyak pula yang disebarkan lewat aliran air sungai yang biasa dipakai untuk mandi dan membuat minuman.

Binatang-binatang yang telah ditulari dengan kuman-kuman itu dijatuhkan dengan payung udara atau dibawa dengan balon jauh masuk ke dalam daerah musuh.

Banyak cara-cara yang dipakai untuk menyebarkan maut di daerah musuh.

Jika dalam perang kimia itu gas beracun cepat hilang di udara seperti korban-korbannya yang diduga mati secara cepat, maka tidak demikian dengan kuman-kuman yang tidak terlihat dengan mata telanjang, tak tercium, terasa, ataupun dapat diraba.

Korban-korban perang kuman mati secara perlahan-lahan sedangkan kuman-kumannya memiliki waktu hidup yang relatif lebih lama.

Beberapa jenis kuman dapat tinggal hidup dan tetap kuat selama bertahun-tahun.

Korban yang mati secara perlahan-lahan lebih mengerikan daripada yang mati secara mendadak.

Maka tak heran lagi jika perang semacam itu ditentang habis-habisan di mana-mana di seluruh dunia ini, meskipun hal itu sudah merupakan suatu kenyataan yang betul-betul ada dalam bidang kemiliteran.

Kami harus belajar untuk hidup berdampingan dan menjaga agar senjata-senjata semacam itu jangan sampai dipergunakan demi kelangsungan peradaban manusia.

(Ditulis oleh: Auw Liong Djwan. Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Januari 1967)

(Baca juga: Di Perang Vietnam, AS Tak Hanya Kehilangan 60 Ribu Pasukan tapi Juga Harus Membuang Puluhan Helikopter ke Lautan)

Artikel Terkait