Penulis
Intisari-Online.com - Rekaman PD II yang menunjukkan belasan maat budak seks Korea yang telah diperkosa dan dibunuh oleh tentara Jepang dirilis, melansir dailymail (28/02).
Menurut laporan media Korea, para korban dieksekusi di sebuah desa di China pada tahun 1944.
Para budak seks ini yang secara halus disebut 'wanita penghibur' dibawa ke China oleh tentara Jepang selama perang untuk bekerja di rumah bordil militer.
Pelepasan rekaman itu penting karena saat ini pemerintah Jepang berusaha untuk mengubur masalah ini, kata seorang ahli kepada MailOnline.
BACA JUGA:Ditinggal Suami karena Kehilangan Kedua Tangan, 10 Tahun Kemudian Nasib Perempuan Itu Berubah Total
Sejarawan mengatakan, sampai 200.000 wanita dipaksa bekerja untuk pelaut militer Jepang di Asia dari tahun 1932 sampai akhir Perang Dunia II.
Para budak seks kebanyakan berasal dari Korea. Tapi banyak juga dari negara Cina dan Asia Tenggara.
Menurut Korea Times, rekaman tersebut belum pernah dilihat sebelumnya terjadi pada tanggal 15 September 1944 di Tengchong, Propinsi Yunnan China.
Tentara Jepang menyerang daerah tersebut pada bulan Mei 1944, kemudian kalah dalam peperangan melawan tentara Amerika dan China pada tanggal 13 September.
Rupanya, budak seks dibunuh oleh tentara Jepang pada hari terakhir pertempuran.
Rekaman mengejutkan tersebut dirilis dalam sebuah konferensi tentang perbudakan seks yang diselenggarakan oleh pemerintah kota Seoul.
Dalam klip berdurasi 19 detik, seorang tentara yang dikatakan orang Tionghoa, terlihat membawa kaus kaki dari mayat yang telanjang.
Di bagian lain video, asap tampak muncul dari setumpuk besar mayat.
Rekaman tersebut ditemukan tahun lalu oleh sekelompok ilmuwan Korea di Arsip Administrasi Nasional Amerika, laporan dari Arirang News yang berbasis di Seoul.
BACA JUGA:Maraknya Kelompok Penyebar Hoax: Inilah Alasan Seseorang Mudah Percaya Berita Hoax
Hiroka Shoji, seorang peneliti di Amnesty International, mengatakan video tersebut dirilis pada saat yang tepat.
Ini karena Jepang belum memberikan reparasi penuh dan efektif kepada setiap orang yang telah menderita kerugian sebagai akibat langsung dari sistem perbudakan seksual militernya.
Meskipun di tahun 2015, Tokyo dan Seoul sepakat untuk menyelesaikan masalah yang diperdebatkan tersebut melalui kesepakatan penting.
Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe mengeluarkan permintaan maaf dan setuju untuk menciptakan pondasi senilai Rp127 M (1 miliar yen) guna memberikan dukungan bagi para korban.
Menurut Shoji, kesepakatan bilateral itu mencakup ketentuan pemerintah Korea Selatan tidak boleh lagi mengemukakan masalah tersebut.
Namun Desember lalu, Seoul menyatakan keraguannya atas kesepakatan 2015 dengan Jepang karena sebuah janji kampanye yang dibuat oleh pemerintahan baru Presiden Moon Jae-In.
Presiden Moon berjanji untuk meninjau kembali kesepakatan yang tidak populer, yang diatur oleh pendahulunya Park Geun-Hye yang sekarang berada di penjara.