Penulis
Intisari-Online.com- Tanggal 13 yang jatuh pada hari Jumat nampaknya telah menjadi fenomena tersendiri. Ia sering disebut 'hari sial'.
Beberapa orang tidak perduli dengan itu, namun sebagian lainnya mempercayainya.
Jadi mengapa hari Jumat tanggal 13 dianggap sebagai hari 'sial?'
Dilansir dari Today I Found Out, asal-usul ini tidak begitu jelas, namun dapat detelusuri berasal dari beberapa teori.
Baca Juga:'Pesan dari Alam Baka' Ditemukan dalam Makam Kuno Berusia 2.000 Tahun yang Berisi 40 Mumi Lebih
Tentang hari Jumat sial, salah satunya dianggap berasal dari agama Kristen.
Menurut tradisi, hari umat dianggap saat Adam memakan buah terlarang dan terusir dari surga.
Kuil Salomo juga dikatakan hancur pada Jumat, dan Yesus secara tradisional dianggap disalib pada Jumat.
Namun, belakangan Jumat Agung (peringatan penyaliban Yesus) menjadi satu-satunya hari Jumat yang tidak sial.
Teori lain mengatakan, Jumat sebagai hari sial berasal dari nama 'Friday' dalam mitologi Nordik yang berati dewi Frigg.
Ia adalah pemimpin para dewi, dewi cinta, kecantikan, kasih sayang, dan kesuburan.
Hal itu, oleh ordo religius Teutonik dianggap pembawa sial, khususnya jika mengadakan pernikahan pada hari Jumat.
Kemudian untuk angka 13 yang juga dianggap sial juga dipercaya oleh orang Hindu.
Mereka percaya bahwa itu adalah nasib buruk bagi 13 orang untuk berkumpul bersama untuk tujuan apapun pada saat yang bersamaan.
Jauh di Eropa utara, bangsa Viking zaman kuno menceritakan kisah yang sangat mirip.
Baca Juga:Jangan Salah, Senjata Primitif pun Tetap Ampuh di Zaman Nuklir
Mitos Nordik menceritakan 12 dewa sedang berpesta di ruang perjamuan di Valhalla.
Kemudian Loki, dewa Mischief, muncul tanpa diundang dan menjadikan jumlah mereka 13.
Loki kemudian mendorong Hod, dewa musim dingin dan kegelapan yang buta, untuk membunuh Balder the Good dengan tombak mistletoe.
Hal ini membawa duka dan kabung pada malam itu.
Terlepas dari teori-teori tersebut, Jumat dan angka 13 dianggap sebagai kesialan nampaknya muncul pada pertengahan abad ke-17.
Dalam dua abad berikutnya mitos itu telah menyebar hampir ke semua budaya di dunia.