Find Us On Social Media :

Seperti Ombak Mencintai Pantai, Begitulah Kasih Inggit Garnasih ke Bung Karno yang Berakhir Pilu

By Yoyok Prima Maulana, Minggu, 25 Februari 2018 | 18:00 WIB

Inggit Ganarsih, perempuan hebat yang membentuk karakter Sukarno muda.

BACA JUGA: 

Inggit menolak dengan tegas. Dia tidak mau dimadu.  Akhirnya Soekarno mengembalikan Inggit ke orangtuanya di Bandung. Soekarno pun membuat surat perjanjian yang ditandatangani juga oleh Inggit.  Dalam surat itu Soekarno menjatuhkan talak kedua, dan berjanji memberikan sebuah rumah, tunjangan hidup dan membayar utang, tapi tak semua dipenuhi.  Mohammad Hatta, Ki Hadjar Dewantoro, dan Hadji Mas Mansoer menjadi saksi perjanjian itu.

Pada 1 Juni 1943, Soekarno menikahi Fatimah yang belakangan namanya diubah menjadi Fatmawati.  Kepergian Soekarno dilepas oleh Inggit dengan doa dan harapan ketika proses perceraian itu usai. “Selamat jalan dan semoga selamat dalam perjalanan”.

Inggit tidak mengeluh dan tidak menangis. Demikianlah cinta Inggit kepada Soekarno. Seperti ombak yang mencintai pantai. Tidak luka ketika dilukai dan tidak sakit ketika disakiti. 

BACA JUGA: 

CINTA YANG TAK PERNAH PUDAR

Pada 1960, Soekarno berada di puncak kekuasaannya. Dia mengunjungi Inggit yang saat itu telah berusia 72 tahun.  Dalam pertemuannya, Soekarno meminta maaf karena telah menyakiti hati Inggit. Namun dengan besar hati Inggit menjawab, “Tidak usah meminta maaf Kus. Pimpinlah negara dengan baik, seperti cita-cita kita dahulu di rumah ini.”

Istri-istri Soekarno mencicipi manisnya kehidupan di istana. Mereka diberi rumah di Kebayoran, Slipi, Gatot Subroto.  Sementara Inggit hanya mampu menatap puing-puing rumah panggung di Jalan Ciateul yang penuh memori kebahagiaan, kesengsaraan, dan perjuangan bersama Kusno kesayangannya. 

Kamar dan rumahnya begitu sederhana. Harta miliknya hanyalah radio Philips buatan tahun 1949, sebuah foto Bung Karno tersenyum manis, sebuah teropong dan perangkat makan sirih serta sebuah pispot. Ditambah dua buah balai-balai dan sebuah lemari kayu murahan.

Namun Inggit tak pernah menyesal. “Yang lalu sudahlah berlalu, aku telah mengantarkan Kusnoku, Kasepku, Kesayanganku, Fajarku ke gerbang kebahagiaan, gerbang cahaya yang dari dulu diimpikannya.” Inggit meninggal pada 13 April 1984 di usia 96 tahun. 

Dia dimakamkan di pemakaman umum Kopo tanpa upacara layaknya melepas seorang pahlawan yang berjasa membentuk pribadi tangguh founding father bangsa. Meski begitu, sejarah tidak akan melupakannya. 

Behind every  great man there is a strong and a greater woman. Inggit adalah sosok wanita hebat sesungguhnya di belakang pria hebat Soekarno. (Dari Berbagai Sumber)

BACA JUGA: