Find Us On Social Media :

Seperti Ombak Mencintai Pantai, Begitulah Kasih Inggit Garnasih ke Bung Karno yang Berakhir Pilu

By Yoyok Prima Maulana, Minggu, 25 Februari 2018 | 18:00 WIB

Inggit Ganarsih, perempuan hebat yang membentuk karakter Sukarno muda.

Segala macam hal dilakukan Inggit untuk meringankan beban Soekarno. Mulai dari menyelundupkan buku atau memberikan sejumlah uang dalam makanan.  Bahkan, agar bisa menyelundupkan buku, Inggit harus berpuasa tiga hari agar buku-buku itu bisa ia sembunyikan di perut. Inggit tak pernah menunjukkan kesedihan di depan suaminya. Termasuk saat Soekarno galau karena merasa menjadi suami yang gagal.

“Tidak, kasep (ganteng), jangan berpikir begitu. Mengapa mesti berkecil hati. Di rumah segala berjalan beres.Tegakkan dirimu, Kus (Kusno, panggilan kecil Soekarno), tegakkan! Teruskan perjuanganmu! Jangan luntur karena cobaan semacam ini!” tegas Inggit dengan kelembutan.

BACA JUGA: 

RELA IKUT DIBUANG

Setelah bebas dari hotel prodeo, Soekarno kembali melanjutkan perjuangannya. Ini membuatnya ditangkap Belanda lagi dan dibuang ke Ende, Flores, sebelum kemudian dibuang ke Bengkulu. Inggit sebenarnya bisa tidak ikut ke tempat pembuangan. Namun wanita yang hanya bisa membaca (tidak bisa menulis) ini keukeuh menemani suaminya ke mana pun, meski ke ujung dunia.

Saat di pengasingan di Ende, Soekarno terjangkit malaria. Kondisi psikis Soekarno sangat lemah. Berkali-kali ia mengeluh kepada Inggit.  Ia pernah berucap keinginan untuk membuat taktik berpura-pura bekerja sama dengan pemerintah agar segera kembali ke Jawa.  Inggit sebaliknya menolak dan menegur suaminya.

“Kus, kamu ini bagaimana? Baru mendapatkan ujian sekecil ini sudah tak kuat. Bagaimana nanti jika jadi pemimpin? Cobaan pasti lebih berganda. Mestinya Kus bisa lebih sabar dari kami. Masak calon pemimpin berjiwa selemah ini? Percayalah, ini bukan untuk selamanya, ini hanya sementara. Buktikan tak lama lagi kita pasti keluar dari pulau terpencil ini. Nggit yakin itu, sebab Tuhan tak akan mungkin terus-menerus menguji hambaNya. Dia masih sayang kepada kita. Percayalah.”

Semangat Soekarno yang hampir padam pun menyala kembali.

Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Bengkulu akhirnya menjadi ujian terberat bagi kisah cinta keduanya. Ketika Soekarno diasingkan di Bengkulu, hadirlah sosok Fatimah dalam kehidupan keduanya.  Fatimah lahir pada 5 Februari 1923 dari pasangan Hassan Din dan Siti Khatidjah. 

Ketika Soekarno diasingkan di Bengkulu, Fatimah sering bermain ke rumah Soekarno karena ia adalah kawan sepermainan anak angkat Soekarno.  Fatimah juga akrab dengan Inggit, bahkan Inggit menganggap Fatimah seperti anaknya sendiri. Setelah 20 tahun menemani Soekarno dalam onak duri perjuangan, pada suatu hari Inggit mengalami "tamparan" yang begitu dahsyat.

Soekarno minta izin untuk menikahi Fatimah dengan alasan Inggit tak bisa memberikan keturunan.

"Aku tidak bermaksud menyingkirkanmu. Merupakan keinginanku untuk menetapkanmu dalam kedudukan paling atas dan engkau tetap sebagai istri yang pertama, jadi memegang segala kehormatan yang bersangkutan dengan hal ini, sementara aku dengan mematuhi hukum agama dan dan hukum sipil, mengambil istri kedua agar mendapatkan keturunan," ujar Soekarno ke Inggit seperti dikutip dalam buku "Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia" karya Cindy Adams.