Find Us On Social Media :

Pertempuran Iwo Jima, Medan Perang Brutal Terburuk Bagi Sejarah Peperangan Marinir Amerika dalam Perang Dunia II

By Moh Habib Asyhad, Rabu, 14 Februari 2018 | 06:00 WIB

Intisari-Online.com - Untuk meluluhkan pertahanan Jepang di Iwo Jima, maka sejak akhir November  1944 selama 74 hari berturut-turut, pesawat pembom B-29 dan B-24 dari Kepulauan Mariana ditambah pesawat kapal induk terus menerus menghajar pulau ini.

Menjelang hari pendaratan, pemboman Iwo Jima diperhebat lagi dengan tembakan dan meriam kapal-kapal perang Amerika.

Belum pernah ada sebelumnya bahwa operasi pendaratan, sebuah pulau dihujani sedemikian rupa dengan ribuan ton bom.

Namun bombardemen hebat itu tidak banyak berarti bagi 21 ribu pasukan Jepang yang berada di pulau kecil ini.

Paling mereka hanya terganggu tidurnya.

(Baca juga: Pertempuran Iwo Jima pada Perang Dunia II Laiknya Misi Bunuh Diri Massal Puluhan Ribu Pasukan Sekutu, Kok Bisa?)

Pasalnya, berkat kecerdasan panglimanya, Letnan Tadamichi Kuribayashi, pasukan Jepang aman ditempatkan dalam kubu-kubu dan perlindungan lainnya.

Mereka juga dijadikan benteng pertahanan di bawah tanah lengkap dengan cadangan makanan, air, dan amunisi.

Kuribayashi yang pernah memperoleh latihan kavaleri di Texas tahun 1920-an, memutuskan tidak akan bertahan di pantai dan melarang pasukannya untuk melakukan serangan banzai atau serangan berani mati.

Kubu-kubu Jepang di Iwo Jima jumlahnya sekitar 800, sebagian besar dibuat di dalam sebuah gunung kecil yang tingginya hanya 200-an meter, Gunung Suribachi.

Gunung ini terletak di selatan Iwo Jima.

Sesuai yang direncanakan, maka pada 19 Februari pasukan marinir Amerika mendarat di pantai Iwo Jima yang praktis tidak dipertahankan.

(Baca juga: Foto Ikonik Pengibaran Bendera AS di Pulau Iwo Jima pada Perang Dunia II Digugat Sejarawan Amatir)

Namun begitu menjejakkan kaki di pantai dan berusaha maju membuat pijakan, maka barulah mereka merasakan sengitnya perlawanan pasukan Jepang.

Misalnya pasukan dari divisi ke-5 gagal untuk mencapai kaki Suribachi karena hebatnya perlawanan Jepang.

Sedang di utara pasukan dari Divisi ke-4 pun juga menemui kesulitan.

Dalam satu peristiwa, 16 tank Sherman yang maju menyerang, berhadapan dengan pasukan anti-tank yang dipimpin Kapten Masao Hayauchi.

Pertempuran berlangsung sengit sampai pasukan Jepang kehilangan semua senjata antitank-nya.

Melihat tak ada cara lain untuk bertempur, Hayauchi dengan membawa bahan peledak menyerang sebuah tank. Ia ledakkan dirinya pada tank tersebut.

Karena kuatnya serbuan Amerika akhirnya Batalion-25 dari Divisi ke-5 Marinir berhasil menerobos pertahanan Jepang, namun dengan 550 dari 700 personelnya menjadi korban.

(Baca juga: Bagi Ilmuwan NASA, Meletusnya Gunung Agung adalah Berita Bahagia Bagi Kehidupan Umat Manusia)

Petang hari, pasukan marinir akhirnya berhasil sampai ke kaki Suribachi sesudah bertempur mati-matian menghancurkan pertahanan musuh satu demi satu dengan semburan api, bahan peledak, tembakan, bayonet dan lain-lainnya.

Esok harinya mereka mulai merayap dan membakar lubang-lubang Jepang dengan berdrum-drum bensin.

Pada hari ketiga, tinggal sekitar 300 prajurit Jepang di dalam gunung dan tidak mungkin mempertahankannya lagi.

Dengan dipimpin seorang letnan AL mereka bermaksud melapor kejatuhan Suribachi kepada Jenderal Kuribayashi.

Mereka bertemu dengan seorang kapten AL Samaji Inouye yang masih amat “tradisionalis”.

Ia marah besar dan menganggap mereka pengecut dan desersi. Ia pun menghunus pedangnya, siap memancung letnan yang telah berlutut menerima nasibnya itu.

Namun belum sempat pedang mengayun, anak buah Inouye serentak merebut pedang itu. Inouye pun lalu terguguk menangis meratapi jatuhnya Suribachi.

(Baca juga: Peringatan untuk Ibu! Bayi Ini Meninggal Dunia Diduga Tersedak Setelah Diberikan Minum Susu dengan Botol yang Disangga)

Sementara itu pada hari keempat invasi, Letkol Chandler Johnson, komandan batalion-2 Marinir ke-27 dari Divisi ke-5 memerintahkan anak buahnya  mengibarkan bendera AS di puncak Suribachi, di dekat kawah.

Dua prajurit Jepang yang masih bersembunyi di gua kawah keluar menyerang, namun mereka terbunuh sebelum sempat beraksi.

Johnson dari bawah melihat bendera berkibar dan berpikir, bendera itu kini bernilai historis dan pasti ada orang yang menginginkannya.

“Padahal itu bendera kami,” katanya.

Lalu ia memerintahkan bendera itu diganti yang lebih besar, dan bendera pertama yang berkibar di puncah Suribachi pun diamankan.

Sekalipun tempat tertinggi Iwo Jima sudah dikuasai, namun ribuan marinir Amerika harus bertempur mati-hidup untuk menguasai seluruh pulau vulkanik ini.

Berbagai kisah heroik muncul dari pertempuran ini, membuahkan 27 medali penghargaan tertinggi AS, Medal of Honor.

Penerimanya antara lain Prajurit Douglas Jacobson yang mengamuk karena rekannya tewas.

(Baca juga: Kisah Seorang 'Pria Kesepian' Prajurit Terakhir Perang Dunia II 'Bersembunyi' 30 Tahun di Pulau Morotai Indonesia, Tak Tahu Perang Sudah Berakhir)

Ia meraih bazoka rekannya dan seorang diri menghantam sejumlah kubu Jepang, termasuk pillbox dari beton.

Dalam aksinya itu dia menewaskan 75 tentara Jepang. Namun kepahitan juga dialami pasukan marinir yang tersapu.

Misalnya Kompi E dari Batalion-2 Resimen ke-24 Divisi ke-4 harus kehilangan komandannya silih berganti.

Komandan ketujuh tidak diperlukan lagi, karena kompi ini telah tamat sebagai suatu unit militer.

Di pihak Jepang, Kapten Inouye yang menangisi Suribachi, dengan sisa pasukannya sekitar 1.000 orang, terkepung oleh dua resimen marinir.

Inouye yang keturunan pendekar perang, melanggar instruksi Jenderal Kuribayashi. Ia mengumpulkan pasukannya dan melakukan serangan banzai.

Seusai serangan berani mati yang gagal menembus kepungan marinir, dijumpai 784 mayat tentara Jepang yang berserakan tersapu senapan mesin.

Inouye sendiri terakhir terlihat tatkala mengangkat pedangnya, berteriak memimpin serangan tersebut.

(Baca juga: (Foto) Operasi Plastik Tidak Seinstan yang Dibayangkan, Wanita Ini Menderita 3 Bulan Setelah Jalani Operasi)

Hari ke-23 invasi Amerika, Kuribayashi di lubang perlindungan mendengarkan Radio Tokyo yang menyiarkan paduan suara menyanyikan Lagu Pertahanan Iwo yang pernah diciptakan anak buahnya.

Pada hari ke-26 Mayjen Erskine yang Divisi ke-3-nya diikutkan menyerang Iwo, berkirim surat menghimbau Jenderal Kuribayashi untuk menyerah dengan terhormat.

Tapi tak ada jawaban dan pertempuran pun berlanjut lagi. Tubuh Kuribayashi tak pernah ditemukan, namun anak buahnya yakin dia terluka berat lalu bunuh diri.

Hari ke-35, 26 Maret 1945, usailah invasi Iwo Jima yang semula diperkirakan akan rampung selama 10 hari.

Sekitar 19 ribu pasukan Jepang dan 6.821 marinir Amerika tewas di pulau ini.

Bagi Korps Marinir AS, ini adalah korban terbesar  dan terburuk yang pernah dialami sepanjang sejarah peperangan.

(Baca juga: Mewahnya Pesta Pernikahan 10 Hari 10 Malam Anak Raja Tambang Batu Bara Kalimantan Ini! Mobil Pengantinnya Saja Seharga Belasan Miliar!)