Find Us On Social Media :

Salah Satu Warisan Kolonial yang Wajib Kita Tinggalkan: Larangan Mandi di Malam Hari

By Moh Habib Asyhad, Sabtu, 10 Februari 2018 | 20:00 WIB

Intisari-Online.com - Bukan cuma bahasa yang menunjukkan bangsa, tapi juga cuaca.

Turunnya salju, misalnya, hanya ada di negeri tertentu. Sama halnya dengan cahaya matahari yang bersinar sepanjang hari, menjadi identitas negeri tropis.

Karena perbedaan cuaca itu, mestinya beda pula perlakukan warga masing-masing negara terhadap penyakit-penyakit yang diderita.

Celakanya, banyak orang tak menyadari hal itu. Di Indonesia banyak perlakuan warisan kolonial yang dicontek begitu saja dari kebiasaan orang-orang Belanda merawat pasien.

Semuanya diterima tanpa pikir panjang. Padahal, namanya saja contekan, bisa benar, dapat juga salah.

(Baca juga: Tips Menenangkan Bayi Menangis)

Contoh paling gampang soal larangan sering mandi atau mandi malam. Di negeri subtropis seperti Belanda, larangan itu dapat dimaklumi.

Udara di sana lebih dingin (terutama di musim dingin) dan kering, sehingga tidak mudah berkeringat.

Kulit pun menjadi kering. Makanya, di musim dingin mereka hanya mandi 1 - 2 kali seminggu.

Terlalu sering mandi, terutama pada orang tua, berpotensi mengundang iritasi kulit, serta mudah terserang penyakit batuk pilek (catch cold, atau dalam bahasa Belanda koud gevat).

(Baca juga: Antara Sanro, Mallogo, Barongko, dan Soeharto, Inilah Kisah Masa Kecil BJ Habibie)

Ketika sakit batuk pilek pun, wong Londo dilarang minum air es, tidak boleh mandi (apalagi mandi malam), tidak boleh kena angin (apalagi angin malam), tidak boleh pakai kipas angin (apalagi AC).

Dingin berlebihan bakal mendatangkan penyakit lebih berat (bronkitis dan paru-paru basah).