Find Us On Social Media :

Mengenang Petrus, Penembakan Misterius yang Membuat para Bandit Bertumbangan di Jalanan

By Yoyok Prima Maulana, Sabtu, 3 Februari 2018 | 12:00 WIB

Intisari-online.com - Pada tahun 1980-an suasana kota Yogyakarta tiba-tiba berubah menjadi mencekam. 

Para preman yang saat itu  dikenal sebagai gabungan anak liar (gali) dan menguasai berbagai wilayah operasi tiba-tiba diburu seperti hewan.

Mereka diburu oleh tim Operasi Pemberantasan Kejahatan (OPK) yang kemudian dikenal sebagai penembak misterius (Petrus). 

Ketika melakukan aksinya, tak jarang suara letusan senjata api para penembak misterius terdengar oleh masyarakat sehingga suasana tambah mencekam. 

BACA JUGA: 

Mayat para korban penembakan atau pembunuhan misterius itu umumnya mengalami luka di kepala serta leher dan dibuang di lokasi yang mudah ditemukan penduduk.

Ketika ditemukan, mayat biasanya langsung dikerumuni penduduk dan menjadi headline media massa yang terbit di Yogyakarta.

Berita tentang terbunuhnya para tokoh gali itu sontak menjadi heboh dan menjadi bahan pembicaraan di semua wilayah DIY hingga ke pelosok-pelosok kampung. 

Meskipun merupakan pembunuhan misterius, hampir semua penduduk Yogyakarta saat itu paham bahwa pelaku atau eksekutornya adalah para aparat militer dan sasarannya adalah para gali terkenal. 

Disebut sebagai gali terkenal karena tokoh di dunia kejahatan itu secara terang-terangan menguasai satu lokasi.

Mereka  memungut uang dari lokasi yang menjadi kekuasaannya, bisa seenak hati menganiaya orang yang dianggap melawan, merampok atau melakukan kejahatan lainnya secara terang-terangan.

Kadang-kadang aparat polisi setempat malah  tidak berani bertindak karena pengaruh si tokoh gali demikian besar. Terbunuhnya para tokoh gali secara misterius sebenarnya membuat warga senang. Tapi para gali yang hanya memakai status itu sebagai ajang gagah-gagahan menjadi sangat ketakutan.

Aparat keamanan di Yogyakarta memang mengakui bahwa pihaknya sedang melakukan OPK (Operasi Penumpasan Kejahatan) terhadap para gali. Tapi siapa tim OPK yang menjalankan tugas tidak pernah diberi tahu dan hingga kini masih tetap misterius. 

BACA JUGA: 

Aparat militer di Yogyakarta saat itu terpaksa turun tangan untuk melakukan pembersihan mengingat tindak kejahatan para gali sudah keterlaluan. Bahkan masyarakat cenderung lebih takut terhadap para gali dibandingkan aparat kepolisian. 

Turunnya aparat militer dalam operasi OPK itu diakui sendiri oleh Letkol M.Hasbi yang saat itu menjabat sebagai komandan Kodim 0734 yang juga merangkap Kepala Staf Garnisun Yogyakarta.  Meskipun cara kerja tim OPK itu tidak pernah diumumkan, modus operandinya mudah ditebak. 

Tim OPK melakukan briefing terlebih dahulu, menentukan sasaran yang akan disikat, melaksanakan penyergapan pada saat yang paling tepat, saat korban berhasil ditemukan langsung ditembak mati atau dibawa ke suatu tempat dan dieksekusi. 

BACA JUGA: 

Mayat korban yang tewas biasanya langsung dimasukkan karung atau dilempar ke lokasi yang mudah ditemukan.  Hari berikutnya tim OPK bisa dipastikan akan mengecek hasil operasinya lewat surat kabar yang terbit hari itu sambil memberikan penilaian terhadap kehebohan yang berlangsung di masyarakat. 

Aksi OPK melalui modus Petrus itu dengan cepat menimbulkan ketegangan dan teror bagi para pelaku kejahatan secara nasional karena korban OPK di kota-kota lainnya juga mulai berjatuhan.  OPK yang berlangsung secara rahasia itu secara psikologis justru merupakan tindakan menekan angka kriminalitas yang dilaksanakan terang-terangan. 

Di tingkat nasional sendiri operasi rahasia untuk menumpas para bromocorah itu malah bisa dirunut secara jelas meskipun pelakunya tetap misterius.  Pada tahun 1982 misalnya, Presiden Soeharto memberikan penghargaan kepada Kapolda Metro Jaya saat itu, Mayjen Pol Anton Soedjarwo atas keberhasilannya membongkar aksi perampokan yang meresahkan masyarakat. 

Selain mampu membongkar aksi perampokan, Anton Soedjarwo juga dinilai sukses dalam melancarkan aksi OPK. Pada bulan Maret tahun yang sama pada acara khusus yang membahas masalah pertahanan dan keamanan, Rapim ABRI, Presiden Soeharto bahkan meminta kepada Polri (masih menjadi bagian dari ABRI) untuk mengambil langkah pemberantasan yang efektif dlam upaya menekan angka kriminalitas. 

Keseriusan Soeharto agar Polri/ABRI menggencarkan operasi yang efektif untuk menekan angka kriminalitas bahkan kembali diulangi dalam pidato kenegaraan pada 16 Agustus 1982.  Karena permintaan atau perintah Soeharto disampaikan pada acara kenegaraan yang istimewa, sambutan yang dilaksanakan oleh petinggi aparat keamanan pun sangat serius. 

Permintaan Soeharto itu sontak disambut Pangkopkamtib Laksamana Soedomo melalui rapat koordinasi bersama  Pangdam Jaya, Kapolri, Kapolda Metro Jaya dan Wagub DKI Jakarta yang berlangsung di Markas Kodam Metro Jaya 19 Januari 1983. 

BACA JUGA: 

Dalam rapat yang membahas keamanan di ibukota itu kemudian diputuskan untuk melaksanakan operasi untuk menumpas kejahatan bersandi, Operasi Celurit di Jakarta dan sekitarnya.  Operasi Celurit itu selanjutnya diikuti oleh Polri/ABRI di masing-masing kota serta provinsi lainnya. 

Dari segi jumlah, Operasi Celurit yang notebene merupakan aksi Petrus itu, pada tahun 1983 berhasil menumbangkan 532 orang yang dituduh sebagai pelaku kriminal.  Dari semua korban yang terbunuh, 367 orang di antaranya tewas  akibat luka tembakan. 

Tahun 1984 korban OPK yang tewas  sebanyak 107 orang, tapi hanya 15 orang yang tewas  oleh tembakan. Sementara tahun 1985, tercatat 74 korban OPK tewas dan 28 di antaranya tewas karena tembakan. 

Secara umum para korban Petrus saat ditemukan dalam kondisi tangan dan leher terikat.  Kebanyakan korban dimasukkan ke dalam karung dan ditinggal di tepi jalan, di depan rumah, dibuang ke sungai, laut, hutan, dan kebun.  Yang pasti pelaku Petrus terkesan tidak mau bersusah-susah membuang korbannya karena bila mudah ditemukan efek shock therapy yang  disampaikan akan lebih efektif. 

Sedangkan pola pengambilan para korban kebanyakan diculik oleh orang tak dikenal atau dijemput aparat keamanan.  Akibat berita yang demikian gencar mengenai OPK yang berhasil membereskan ratusan penjahat, para petinggi negara pun akhirnya berkomentar positif dan negatif.. 

Kendati sejumlah petinggi negara telah melontarkan pendapatnya, toh Petrus yang beraksi secara rahasia itu tetap tidak tersibak misterinya. Beberapa tahun kemudian Presiden Soeharto justru memberikan uraian tentang latar belakang permasalahannya. 

BACA JUGA: 

Tindakan keamanan tersebut memang terpaksa dilakukan sesudah aksi kejahatan yang terjadi di kota-kota besar Indonesia semakin brutal dan makin meluas.  Seperti tertulis dalam buku Benny Moerdani : Profil Prajurit Negarawan, Pak Harto berujar:

Dengan sendirinya kita harus mengadakan treatment therapy, tindakan yang tegas. Tindakan tegas bagaimana? Ya harus dengan kekerasan’’. 

‘’Tapi kekerasan itu bukan lantas dengan tembakan, dor-dor! Begitu saja. Bukan! Tetapi yang melawan, ya mau tidak mau harus ditembak’’. 

‘’Lalu ada yang mayatnya ditinggalkan begitu saja. Itu untuk shock therapy, terapi goncangan. Supaya orang banyak mengerti bahwa terhadap perbuatan jahat masih ada yang bisa bertindak dan mengatasinya’’. 

‘’Tindakan itu dilakukan supaya bisa menumpas semua kejahatan yang sudah melampaui batas perikemanusiaan. Maka kemudian redalah kejahatan-kejahatan yang menjijikan itu.”

BACA JUGA: