Penulis
Intisari-Online.com - “Perlawanan bersenjata terhadap sesuatu yang jahat adalah seperti melawan setan dengan setan. Dan karena satu setan saja sudah banyak bagiku, aku tak akan memperbanyaknya.”
Demikian kata Mahatma Gandhi kepada Prithvi Singh, sahabatnya, yang menyarankan agar perjuangannya yang tanpa kekerasan segera dihentikan.
Andai saja Mahatma Gandhi masih hidup dan pemikiran-pemikirannya masih lestari, boleh jadi dunia tak akan dirundung perang dan kekerasan seperti yang terjadi di Irak, Suriah, dan Afghanistan.
Dengan jiwa agungnya, pemimpin spiritual dan tokoh politik utama asal India ini telah membuktikan bahwa kekerasan bukanlah jalan satu-satunya dalam berjuang.
(Baca juga: Kisah Bung Karno di Akhir Kekuasaan, Sekadar Minta Nasi Kecap Buat Sarapan pun Ditolak)
“Kebencian hanya bisa diselesaikan dengan cinta. Mari kita jaga kebersihan hati dan tangan. Baru kita bisa meminta keadilan di hadapan seluruh dunia’’.
“Senjata harus diletakkan. Kita tidak bisa melindungi diri dengan senjata. Umat manusia harus keluar dari kekerasan hanya dengan melalui tindakan tanpa kekerasan,” pesan Gandhi.
Peperangan, di mata seorang politikus kerap diartikan sebagai jalan damai yang tertunda.
Namun Gandhi betul-betul tidak setuju. Baginya, jalan tanpa kekerasan tetap harus didahulukan karena ini merupakan masa depan umat manusia.
Oleh sebab itu, jangan heran, meski telah 70 tahun meninggalkan dunia yang fana ini, pemikiran-pemikirannya yang universal itu tidak saja masih hidup di benak rakyat India, tetapi juga di hati segenap masyarakat dunia yang sudah jenuh melihat peperangan dan kekerasan.
Kegagalan AS, Inggris, dan sejumlah negara dalam mengatasi konflik di Irak dan Afghanistan dengan cara-cara militer bahkan telah mendorong pengagum Gandhi untuk mengingatkan kembali bahwa kekerasan bukanlah solusi yang baik.
Himbauan ini sempat terlontar pula dalam penetapan 2 Oktober sebagai Hari Internasional Tanpa Kekerasan oleh Sidang Umum PBB.
Penetapan itu dilakukan untuk menghormati jasa Mahatma Gandhi yang lahir pada 2 Oktober 1869.
(Baca juga: Soeharto, Orang yang Paling Diuntungkan dengan Dibentuknya KOSTRAD)
Bagi jutaan rakyat Indua dan dunia, Mohandas Gandhi adalah Mahatma.
Meski perjuangannya selalu berprinsip antikekerasan, ia toh akhirnya mampu mengantar India memasuki gerbang kemerdekaan, lepas dari kekuasaan Inggris, pada 26 Januari 1930.
Untuk jasa-jasanya itu ia pun disebut Bapak Bangsa India.
Tiga konsep perjuangannya yang kemudian amat mendunia adalah: satyagraha – kekuatan perlawanan, ahimsa – perlawanan tanpa kekerasan, swadeshi – berdiri di atas kemampuan sendiri.
Namun ia tak hanya berjuang di India. Jauh sebelum itu, ketika baru saja lulus dari pendidikan hukum, ia telah lebih dulu “mempraktikan” keyakinannya di Afrika Selatan.
Di sanalah ia pertama kali terpanggil “bergerak”karena tak tahan melihat perlakuan diskriminatif dan kekerasan terhadap kaum imigran India.
Mereka kerap dianggap berasal dari benua hitam dan merupakan kotoran Asia.
Seperti pejuang-pejuang lainnya, untuk itu ia juga harus berkali-kali dipenjara. Baik di Afrika Selatan maupun India.
Kehidupan dan ajaran Gandhi telah memberi inspirasi dalam perjuangan bagi tokoh-tokoh dunia lain.
Di antara yang mengaku terinspirasi, adalah Khan Abdul Ghaffar, Dr. Martin Luther King, Steve Biko, Benigno S.Aquino, Jr, Aung San Suu Kyi dan Nelson Mandela.
Ironisnya, ikon antikekerasan dunia ini harus menutup perjalanan hidupnya dengan lewat kekerasan.
Ia terbunuh ketika sedang berjalan di pelataran gedung Birla, di New Delhi pada 30 Januari 1948.
Nathuram Godse, seorang ekstrimis Hindu Mahasabha nekad menembaknya mati karena menganggap Gandhi telah membuat India lemah di hadapan Pakistan.
(Baca juga: (Foto) Mayat-mayat Ini 'Dihidupkan' Kembali Justru dalam Acara Pemakamannya, Aneh Sekaligus Mengerikan!)