Penulis
Intisari-Online.com – Keterbatasan tidak menghalangi seseorang untuk bisa membantu kehidupan masyarat sekitarnya.
Inilah yang dilakukan oleh seorang guru di sebuah sekolah yang terpencil di sebuah desa di Provinsi Shanxi, China.
Hebatnya, guru yang berusia 51 tahun itu tidak memiliki jari tangan dan kaki. Bayangkan bagaimana ia kesulitan untuk memegang kapur tulis saat menulis di papan tulis.
Itulah guru bernama Chen Haiping. Baru-baru ini ia dipilih oleh situs belanja online di China, Alibaba.
(Baca juga:Pengalaman adalah Guru Terbaik: Yuk Belajar dari Ari Wibowo, Jangan Menyatukan Asuransi dan Investasi)
(Baca juga:Apa yang Dilakukan Guru di India Ini? Ketika Ia Pindah Seluruh Murid dan Warga Menangisinya)
Ia dijadikan sebuah model dedikasinya yang tidak mementingkan diri sendiri demi mengajar anak-anak meskipun terlahir tanpa jari tangan dan kaki.
Dilansir dari China Daily, kisah Chen Haiping berawal ketika ia bertemu kepala sekolah di desa Liujiashan pada 1990-an.
Pada saat itu, desa di tempat terpencil itu membutuhkan guru untuk mengajar anak-anak di sekolah. Ia pun disewa sebagai seorang guru pengganti di sana.
“Aku berusia 23 tahun dan tidak ada seorangpun yang mempekerjakanku sejak aku lulus SMA,” cerita Chen Haiping.
“Tawaran pekerjaan ini memberi aku gaji 50 yuan (Rp100 ribu) per bulan. Tapi aku sangat senang.”
Meskipun demikian, dalam tugasnya itu ia menghadapi kesulitan karena kondisinya.
Karena ia lahir tanpa jari tangan dan kaki, menulis di papan tulis dengan memegang sebatang kapur tulis adalah sangat menantang baginya.
“Itu proses yang menyakitkan. Telapak tanganku melepuh dan kapur tulis selalu jatuh ke lantai,” tutur Chen.
(Baca juga:Guru Ini Menjadikan Seluruh Murid Kelas yang Keterbelakangan Mental sebagai Pembawa Bunga di Pernikahannya)
Walau begitu, kondisi itu tidak menghalangi sang guru untuk memastikan anak-anak mendapat pendidikan yang layak.
Sebaliknya, ia menghadapi semua rintangan yang dihadapi, seperti bagaimana ia harus menghilangkan aksennya.
Ia juga berbicara bahasa Mandarin standar untuk mengajar pinyin atau alphabet fonetik bahasa China bagi para muridnya.
Selain itu, guru Chen juga harus bangun lebih pagi dan berjalan kaki sejauh lebih dari 10 kilometer.
Tujuannya, untuk mengamati dan mempelajari cara guru mengajar di sekolah lain, sebelum ia kembali ke sekolahnya sendiri untuk mengajar para murid.
Diketahui sekolah tempat Chen mengajar terletak di sebuah lereng bukit di daerah Liulin County, sangat berbeda dibandingkan 20 tahun lalu.
Sebelumnya, sekolah yang berlantai dua itu memiliki lebih dari 100 murid.
Kini, hanya ada 7 murid yang datang ke sekolah setiap harinya, dengan tiga dari tujuh murid itu masih kanak-kanak.
Kebanyakan murid dilaporkan telah pindah bersama orangtua mereka yang bermigrasi ke perkotaan untuk bekerja.
Data pemerintah setempat memperlihatkan sekitar 60% anak usia 6 hingga 15 tahun pindah bersama orangtua mereka yang menjadi buruh migran sejak 2013.
(Baca juga:(Video) Sadis, Hanya Gara-gara Bolos Sekolah, 15 Murid Ini Dicambuki di Depan Teman Sekelas dan Guru-gurunya)
Kerja keras Chen terbayar ketika ia menerima penghargaan sebesar 5.000 yuan (Rp10 juta), sebagai model bagi generasi muda.
Sayangnya, kebahagiaan Chen tidak berlangsung lama. Pasalnya, ia mungkin akan menjadi guru yang tersisa di sekolah itu.
Meskipun demikian, ia bertekad untuk tetap mengajar murid yang masih tersisa.
“Aku akan tetap mengajar meskipun hanya ada satu murid yang tersisa,” tutup Chen Haiping.