Penulis
Intisari-online.com - Bagi yang sudah pernah mendaki ke Gunung Lawu, Jawa Tengah, nama burung anis gunung bukanlah hal asing.
Burung hitam dengan paruh berwarna gading ini juga dikenal sebagai anis gading, dan sering dianggap sebagai sahabat setia dalam perjalanan dan penunjuk jalan agar tidak tersesat.
Mitosnya pun menyebar dari masyarakat lereng Lawu yang terletak di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur ke sejumlah pendaki.
Salah satunya Danang Sutopo, pendaki sekaligus anggota Tim SAR Anak Gunung Lawu (AGL).
BACA JUGA:Begini Cara Mengenali Pangkat Anggota TNI dari Mobil Dinasnya
BACA JUGA: Di Jepang, Para Perempuan Rela Membayar Sejumlah Uang Agar Bisa Meluapkan Tangisan
"Kalau di sini dikenal dengan burung jalak gading. Entah kapan mitos itu ada, tetapi warga di sekitar Lawu dan para pendaki sebagian besar percaya burung tersebut bisa membantu pendaki yang tersesat," kata Danang.
Danang mengaku sering bertemu dengan burung tersebut saat mendaki, khususnya setelah melewati Pos 2. Burung tersebut memang selalu ada sehingga menimbulkan kesan sedang menemani pendaki.
"Masih banyak populasinya, terutama di area mendekati puncak gunung. Burungnya selalu ada di depan pendaki, dan saat mau didekati pasti langsung terbang. Lalu datang lagi di depan, begitu seterusnya. Jadi seakan menunjukan jalan," katanya.
Adanya mitos yang berkembang pun kembali ke pribadi masing-masing, mau percaya atau tidak. Danang sendiri memiliki dugaan atas perilaku anis gading.
BACA JUGA:Mulai Sekarang, Berhentilah Makan Nasi Sisa Kemarin! Ini Alasannya
"Itu terserah pandangan masing-masing saja, tetapi menurut saya, burung itu hendak mencari sisa mi yang bentuknya mirip cacing. Burung itu kan sukanya makan cacing," ujarnya.
Sementara itu, ahli burung dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Mohammad Irham, berkata bahwa burung tersebut memiliki nama latin Turdus poliocephalus. Alasan masyarakat menamainya jalak gading tak lain karena warna paruhnya yang kuning gading.
"Jenis ini memang habitatnya ada di pegunungan, bahkan ada yang tinggal di puncak. Perilaku burung ini memang mencari makan di daerah vegetasi yang rimbun, di tanah, atau di wilayah terbuka seperti di jalur pendakian," ujar Irham.
Dugaan Danang tentang perilaku anis gading yang mencari sisa makanan pendaki ternyata dibenarkan Irham.
BACA JUGA:Inilah Gustave, si 'Monster' Buaya Raksasa Pembunuh 300 Manusia di Burundi
"Saya pernah mengamati burung tersebut, (mereka) memanfaatkan sisa-sisa makanan pendaki yang ditinggalkan di jalur pendakian atau di pos perhentian. Jadi, kemungkinkan burung tersebut mendekati pendaki karena terbiasa memperoleh makanan sisa dari pendaki, terutama sisa makanan yang ada di jalur pendakian," katanya.
Hal tersebut juga menjelaskan mengapa anis gading selalu terbang kembali ke jalur pendakian, apalagi kalau bukan mencari makanan. Namun, dalam masyarakat justru muncul mitos bahwa anis gading ingin membantu menunjukkan jalan.
"Seandainya ada pendaki yang mempunyai pengalaman tersesat dan kehadiran burung tersebut membantu, saya kira itu kebetulan saja," kata Irham. (Michael Hangga Wismabrata)
BACA JUGA:Misteri Jam Raksasa di Candi Borobudur
Artikel ini pernah tayang di Kompas.com dengan judul "Inilah Asal Mitos Anis Gunung, Penunjuk Jalan Gunung Lawu."