Penulis
Intisari-Online.com -Rasanya tidak ada yang tidak pernah mengalami “tindihan” saat tertidur.
Beberapa orang mengaitkannya dengan fenomena mistis. Tapi dari kaca mata sains dan medis, kejadian ini bisa dijelaskan secara ilmiah.
Dari segi medis, fenomena ini biasa disebut kelumpuhan tidur alias sleep paralysis.
Menurut Dr Jan Dirk Blom, kelumpuhan tidur adalah hasil dari disosiasi fase tidur kita.
Kondisi ini biasanya terjadi saat kita akan tertidur atau baru terbangun.
(Baca juga:Inilah yang Dirasakan Seseorang ketika Mengalami 'Sleepy Paralysis' alias 'Ketindihan')
(Baca juga:Sleep Apnea, Salah Satu Jenis Gangguan Tidur yang Bisa Sebabkan Orang Berhenti Bernapas Ketika Tidur)
Saat kelumpuhan tidur terjadi pada kita, dua aspek tidur REM (Rapid Eye Movement) muncul.
Otot-otot tubuh menjadi rileks ke tingkat seperti lumpuh, sementara pikirannya terbangun, meskipun orang tersebut masih bermimpi dan tubuhnya tidak bisa bergerak.
“Tidur berbaring dengan kondisi seperti lumpuh akan membangunkan sistem kewasdapaan dalam otak yang dapat menimbulkan halusinasi sesosok makhluk sedang duduk di dada,” kata Blom, seperti dilansir dari Live Science.
Hal tersebut merupakan kombinasi dari memori lingkungan nyata dan mimpi buruk seseorang, yang diproyeksikan ke dunia nyata.
Walaupun terdengar sepele dan sangat dimengerti secara ilmiah, rupanya kelumpuhan tidur patut diseriusi oleh psikiater dan psikolog.
Sebuah hasil analisis yang diterbitkan di jurnal Frontiers in Psychiatry pada bulan November menemukan bahwa kelumpuhan tidur lebih sering terjadi dari yang diperkirakan sebelumnya.
(Baca juga:Sering Malas Beranjak dari Tempat Tidur? Bisa Jadi Anda Terkena Clinomania)
Para peneliti mengamati 13 studi tentang fenomena inkubus yang melibatkan 1.800 orang.
Penelitian dilakukan dari berbagai negara, termasuk Kanada, Amerika Serikat, China, Jepang, Italia dan Meksiko.
Hasilnya, sedikitnya 1 dari 10 orang, atau sekitar 11 persen dari populasi umum, pernah mengalami "ketindihan".
"Itu berarti ada kemungkinan 11 persen bagi individu tertentu untuk mengalami fenomena 'ketindihan' ini setidaknya sekali selama hidup mereka," kata Blom.
Namun dalam kelompok tertentu, misalnya orang dengan gangguan kejiwaan, para pengungsi dan juga pelajar, kemungkinan "ketindihan" lebih tinggi dan mencapai 41 persen.
Blom juga menambahkan bahwa orang-orang yang tidur telentang, mengonsumsi alkohol, dan memiliki pola tidur yang beraturan memiliki kemungkinan "ketindihan" yang lebih tinggi.
Berdasarkan penemuan ini, Blom pun berpendapat bahwa "ketindihan" dapat menyebabkan masalah tertentu, misalnya kecemasan, sulit tidur, dan bahkan gangguan delusional atau penyakit jiwa yang serupa dengan skizofrenia.
Para peneliti juga menduga adanya keterkaitan "ketindihan" dengan kematian mendadak saat tidur.
Namun, hal tersebut masih sulit dijelaskan sampai sekarang.
“Orang yang pernah mengalami 'ketindihan' sering melaporkan memiliki tingkat kecemasan yang luar biasa," kata Blom.
Banyak dari mereka memiliki perasaan bahwa mereka benar-benar akan mati ketika ketindihan, meskipun mereka tidak tahu apakah hal itu pernah terjadi atau tidak.
Menariknya, penelitian juga menemukan bahwa sosok makhluk yang menyebabkan ketindihan memiliki hubungan erat dengan latar belakang budaya seseorang.
“Semisal pasien dengan latar belakang Muslim sering berkata kepada saya bahwa mereka melihat 'ketindihan' sebagai bukti bahwa mereka dihantui oleh jin, roh tak terlihat yang diciptakan oleh Allah dari api tanpa asap,” kata Blom.
Namun, tidak selalu makhluk khayalan dalam fenomena ini mengerikan.
“Saya baru saja berbicara dengan seorang gadis berusia 15 tahun yang sehat yang telah mengalami fenomena 'ketindihan'. Dia menemukan empat penguin mini yang makan di meja di dadanya, dan merasa lebih senang dan geli daripada takut,” ujar Blom.
(Baca juga:Cara Mengatasi Gangguan Tidur saat Menstruasi)
(Artikel ini sebelumnya tayang di Kompas.com dengan judul ""Ketindihan" Saat Tidur, Fenomena Apakah Ini Menurut Sains?:)