Find Us On Social Media :

Istri Jenderal Sudirman: 7 Bulan Kami Ditinggalkan, Baru 7 Bulan Berkumpul, Beliau Justru Pergi Selamanya

By Ade Sulaeman, Sabtu, 30 Desember 2017 | 19:00 WIB

Teringat ia rupanya akan suasana sedih beberapa tahun yang telah silam. Kepindahan Bu Dirman dari rumah di Jalan Widoro, yang disediakan oleh Pemermtah bagi keluarga Jenderal Sudirman sesudah clash II, antara lain memang juga untuk mengurangi kenangan pahit itu.

“Baru saja kami ditinggalkan tujuh bulan lamanya, dan baru saja dapat berkumpul kembali kurang dari tujuh bulan kemudian sudah harus berpisah lagi untuk selama-lamanya."

Pak Dirman tidak wafat di rumahnya di Jalan Widoro, Yogya, melainkan di rumah peristirahatan Magelang.

“Ketika itu hari Minggu. Pak Dirman nampak seperti biasa; malahan bersenda-gurau dengan anak-anak. Hanya disela-sela itu terlontar kata-kata: 'Aku wis rila yen dipundut Sing Kagungan . . . . ! (Aku telah rela jika Tuhan memanggilku). Sesudah beberapa lama omong-omong  dan bersenda-gurau dengan bapanya, anak-anak mengajak ibu keluar sebentar jalan-jalan. Tetapi tidak lama kemudian ada susulan dari dokter Malyo supaya ibu masuk ke kamar Pak Dirman. Hari itu juga beliau wafat dengan tenang: 29 Januari 1950."

Tokoh pemersatu

Dalam tahun itu genap 14 tahun Pak Dirman membangun keluarga, dan sebenarnya dapat memperingati genap lima tahun mendapat kedudukan Panglima Besar. Pak Dirman dipilih menjadi Panglima Besar pada tanggal 12 Nopember 1945.

Biarlah Pak Nas saja kami persilahkan menceriterakan pemilihan itu disini dengan kata-katanya yang bersahaja tanpa emosi; “Kemudian tanggal 12 November 1945 dilakukan pemilihan  Panglima Besar di Yogya oleh komandan-komandan TKR. Hanya karena keadaan, maka komandan-komandan yang hadlr kebanyakan adalah dari Jawa Tengah, karena Jawa Timur sedang bertempur, Jawa Barat sebagian besar tak dapat datang, apalagi komandan-komandan Sumatera.

Pemilihan ini menghasilkan pemilihan kolonel Sudirman, Panglima divisi V dari Banyumas. Hasil pemilihan ini disahkan oleh Kabinet Syahrir tanggal 18 Desember 1945.

Jenderal Sudirman terkenal, karena cara perebutan kekuasaan (dari tangan Jepang) adalah salah satu teladan kesempurnaan dan oleh beliau alat-alat ini, yang lebih daripada kecukupan satu resimen, dibagi-bagikan kepada pelbagai medan pertempuran.

Dan pasukan-pasukan Banyuman dengan pimpinan kolonel Gatot Subroto mempunyai bagian yang penting dalam perebutan Banyubiru dan Ambarawa kemudian. Dewasa itu belum dikenal oleh Pemerintah bagaimana keahlian dan pengaruh para perwira, maklum tentara baru lahir dan dilahirkan secara setempat. Pemimpin yang diperlukan adalah pertama yang terkenal dan dihormati. Dan cara memilih ini dipraktekkan di kebanyakan daerah . . . "

Demikian tulis Jenderal Nasution dalam bukunya Catatan-catatan sekitar politik militer di Indonesia.

Kolonel Dokter Suwondo yang merawat Pak Dirman selama gerilya dan sebelumnya, mengatakan bahwa Pak Dirman gemeter ketika terpilih. Suatu pertanda bahwa beliau menyadari sungguh-sungguh betapa berat tugas yang akan dipikulnya.