Penulis
Intisari-Online.com - Banyak sekali akal bulus para koruptor dalam menjalankan aksi kriminalnya ini.
Salah satunya adalah dengan berkomunikasi menggunakan kode atau sandi khusus untuk menyamarkan kata-kata korupsi itu sendiri.
Sepanjang 2017 ini, ada sejumlah kode dan sandi yang lazim dipakai oleh para koruptor.
Dilansir dari kompas.com, inilah 7kode dan sandi yang digunakan koruptor di tahun 2017.
BACA JUGA :Cerita Luar Biasa di Balik Foto-Foto Paling Menyentuh Sepanjang Masa, Nomor 5 Paling Legendaris
1. Kode "Pengajian"
Kode "pengajian" digunakan pada kasus suap yang dilakukan Anggota Komisi XI DPR RI, Aditya Anugrah Moha terhadap Ketua Pengadilan Tinggi Manado, Sudiwardono.
Pengajian di sini bukanlah pengajian yang kegiatan agama itu, melainkan kode yang digunakan untuk kata asli bertemu dan bertransaksi uang suap.
Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif mengungkapkan, tersangka sering berkirim pesan dengan modus "kapan pengajiannya?" atau "di mana lokasi pengajian malam ini?"
Pemberian suap ini dilakukan oleh Aditya untuk memengaruhi keputusan banding atas kasus korupsi Tunjangan Pendapatan Aparat Pemerintah Desa Kabupaten Bolaang Mongondow selama dua periode, tahun 2001-2006 dan 2006-2011.
Terdakwa dalam kasus itu adalah Bupati Boolang Mongondow, Marlina Moha Siahaan yang merupakan ibunda Aditya.
Kasus ini melibatkan uang senilai Rp1 miliar. Kini baik Aditya dan Sudiwardono ditetapkan sebagi tersangka dalam kasus ini dan bisa "pengajian" bersama di balik jeruji besi.
2. Kode "Undangan"
Kode "undangan" muncul dalam kasus dugaan suap yang menjerat Wali Kota Batu, Eddy Rumpoko, beserta Kepala Bagian Unit Layanan Pengadaan Pemkot Batu, Edi Setyawan.
Suap diberikan oleh direktur PT. Dailbana Prima, Filipus Djap agar memenangkan tender pengadaan meubelair di Pemkot Batu tahun anggaran 2017 sebesar 5,26 miliar rupiah. Uang yang diterima oleh Eddy Rumpoko sebesar Rp500 juta, sejumlah Rp300 juta dia gunakan untuk melunasi mobil Aplhard miliknya, sementara anak buahnya, Edi Setiawan menerima Rp100 juta.
Juru bicara KPK mengatakan bahwa dalam transaksi suap ini digunakan kode "undangan", namun untuk praktiknya secara menyeluruh belum bisa publikasi karena masih dalam penyelidikan.
(BACA JUGA :Tahun 2017 TNI Makin Bertaring, Duduk di Peringkat ke-14 Militer Terkuat di Dunia)
3. Kode "Beli Buku"
Kode "beli buku" muncul dalam kasus suap oleh pejabat Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) pada auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
Sandi ini terungkap berkat kesaksian Sekretaris Itjen Kementerian PDTT, Uled Nefo Indrahadi, saat menjadi saksi untuk terdakwa Irjen Kemendes, Sugito dan Kepala Bagian Tata Usaha dan Keuangan Inspektoran Kemendes, Jarot Budi Prabowo. Dalam kesaksiannya pada 30 Agustus 2017 lalu, Nefo membenarkan bahwa istilah "beli buku" dalam percakapan Whatsapp antara dirinya dan Jarot merujuk pada arti uang.
Tidak hanya sandi "beli buku" saja yang digunakan dalam kasus ini, namun juga sandi "PERHATIAN". Sandi "PERHATIAN" (dalam huruf kapital semua) digunakan untuk jumlah uang yang telah disepakati dalam suap-menyuap ini.
4. Kode "Undangan" di kasus suap DPRD Jambi
Lagi-lagi kode "undangan" digunakan dalam kasus suap pemerintahan. Kali ini dalam kasus suap yang dilakukan Pemprov Jambi terhadap anggota DPRD Jambi.
Uang suap ini diberikan agar anggota DPRD bersedia menghadiri pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (R-APBD) Provinsi Jambi tahun 2018.
Kode "undangan" ini dipakai untuk menunjukkan pertemuan dalam rangka menyerahkan uang suap tersebut. Dalam pertemuan itu, Supriono (Anggota DPRD Jambi) keluar dari sebuah restoran dan masuk ke dalam mobil Saipudin (Asisten Daerah III Provinsi Jambi).
Sesaat setelah Supriono memasuki mobil, dia keluar dari mobil membawa kantong plastik hitam. KPK yang sudah mengincar kejadian ini segera menangkap Supriono dan menemukan bukti uang senilai Rp400 jutadalam kantong plastik hitam itu.
5. Kode "Sapi" dan "Kambing"
Kode "sapi" dan "kambing" muncul dalam kasus suap yang melibatkan panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Tarmizi dan pengacara PT. Aqua Marine Divindo Inspection, Akhmad Zaini.
Suap diduga untuk memenangkan PT Aqua Marine Divindo Inspection dalam gugatan perdata oleh Eastern Jason Fabrication Service Pte Ltd.
Tarmizi menggunakan istilah "sapi" dan "kambing" saat berkomunikasi dengan Akhmad. "Sapi" adalah sandi untuk merujuk nominal uang ratusan juta, dan "kambing" adalah sandi untuk merujuk nominal uang puluhan juta.
Tarmizi meminta 7 ekor sapi dan 5 ekor kambing pada Akhmad Zaini, yang berarti Rp750 juta.
Namun, terjadi tawar menawar sehingga kesepakatan akhirnya adalah 4 ekor sapi, yang berarti Rp400 juta. Menurut Ketua KPK, Agus Rahardjo, sandi ini muncul karena kasus ini terjadi mendekati Hari Raya Idul Adha, yaitu pada bulan Agustus 2017.
6. Kode "Ahok"
Kode "Ahok" ini muncul dalam kasus suap terhadap mantan hakim Mahkamah Konstitusi, Patrialis Akbar dari pengusaha impor daging, Basuki Hariman.
Suap tersebut diduga untuk memengaruhi putusan uji materi yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi. Kode "Ahok" digunakan Patrialis untuk menyebut nama Basuki Hariman.
(BACA JUGA :Balita Ini Diklaim sebagai Titisan Dewa Monyet Gara-gara Punya Ekor di Tubuhnya, si Ayah: Ini Berkah Tuhan )
Dalam rekaman percakapan telepon antara Patrialis dengan Kamaludin (orang terdekat Patrialis), Patrialis berkata "Sekalian antum mau, Ahok mau ngobrol nggak?"
Kamaludin menjawab "Ana arahkan si Ahok, iye" Kamaludin mengaku pada jaksa bahwa betul Ahok yang disebutkan dalam percakapan tersebut mengacu pada Basuki Hariman.
Patrialis juga menggunakan kode "kereta" untuk mengganti kata putusan uji materi. Patrialis menerima uang sebesar 70.000 $AS (setara dengan Rp950 juta), uang Rp4 juta, dan dijanjikan uang Rp2 miliar yang belum terlaksana, namun sudah keburu terbongkar kasusnya.
Semua uang ini diserahkan melalui Kamaludin yang merupakan staf perusahaan Basuki Hariman.
7. Kode "Kalender" , "Telur asin", dan "Sarung"
Kode ini muncul dalam kasus suap mantan Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Antonius Tonny Budiono oleh Komisaris PT Adhiguna Keruktama, Adi Putra Kurniawan. Menurut jaksa dalam kasus ini, tiga kode itu digunakan dalam kondisi yang berbeda.
Pertama, kode "kalender" merujuk pada pesan BBM Adi pada Tonny yang berbunyi "kalender 2017 sudah saya kirim", karena saat itu masih dalam suasana mendekati tahun baru. Kedua, kode "telur asin" berbunyi "telur asinnya sudah saya kirim", merujuk pada pemberian uang saat terkait proyek di Semarang, Jawa Tengah.
Ketiga, kode "sarung" berbunyi "sarung sudah saya kirim", merujuk pada pemberian uang menjelang hari raya Idul Fitri. Total uang yang diterima oleh Tonny Budiono sebesar 2,3 miliar rupiah diberikan secara bertahap melalui transfer ke rekening Tonny.
Wah, ada-ada saja ulah para koruptor ini.
(BACA JUGA :Pesan Ratusan Pesawat Tempur Berteknologi Terbaru, Israel Siap Berperang Lawan Negara-negara Arab)