Penulis
Intisari-Online.com – Natal tak hanya identik dengan Sinterklas ataupun warna merah dan hijau, tetapi juga Pohon Natal yang indah dan berkilauan.
Sesuai dengan rupanya yang penuh warna, legenda yang menyertai kemunculan Pohon Natal pun beraneka ragam.
Salah satunya yang terkenal adalah kisah St. Boniface, seorang rohaniwan Inggris yang pergi ke Jerman untuk menyebarkan Injil pada abad ke-7 M.
Dalam perjalanannya, dia bertemu dengan sekelompok orang pemuja pohon ek. Dia pun marah dan menebang pohon tersebut.
(Baca juga:Bagaimana Boneka Salju Menjadi Budaya dan Simbol Kegembiraan Musim Dingin, Juga Natal?)
(Baca juga:Kehangatan Natal di Pedalaman Papua Bersama Suku Ekari: Antara Hidangan Sup Kelinci dan Musik Disko)
Temyata, di tempat pohon ek yang roboh, tumbuh sebatang cemara. St. Boniface kemudian menggunakan pohon cemara itu untuk menjelaskan Allah Trinitas.
Sejak saat itu, orang-orang melihat pohon cemara sebagai Pohon Tuhan (Tree of God).
Legenda lainnya melibatkan Martin Luther, tokoh Reformasi Gereja, yang saat itu berjalan-jalan di hutan pada malam hari.
Di tengah jalan, dia terpesona dengan keindahan jutaan bintang yang berkilauan di langit, menembus cabang-cabang pohon cemara di hutan.
Martin Luther kemudian menebang sebuah cemara kecil dan membawanya pulang.
Untuk menciptakan gemerlap bintang seperti yang ia lihat di hutan, Martin Luther memasang lilin-lilin pada tiap cabang pohon cemara tersebut.
Ada juga kisah dari Jerman tentang Pohon Natal dan laba-laba.
Dahulu kala, saat malam Natal, keluarga-keluarga mengizinkan binatang peliharaan mereka masuk ke dalam rumah untuk menikmati keindahan Pohon Natal.
Karena Kristus lahir di kandang, mereka merasa bahwa binatang perlu ambil bagian dalam perayaan Natal.
Namun laba-laba tidak diizinkan karena para ibu tidak ingin jaring-jaring mereka memenuhi isi rumah. Laba-laba pun kecewa dan mengeluh pada Kristus.
Kristus pun mengasihani laba-laba dan memutuskan bahwa pada tengah malam diperbolehkan masuk untuk melihat Pohon Natal.
Saking senangnya, laba-laba merangkak ke batang-batang pohon dan menutupinya dengan jaring-jaring mereka.
Pagi harinya, para ibu melihat apa yang telah dilakukan laba-laba.
(Baca juga:‘Cedrus libani’, Pohon Natal Tulen yang (Nyaris) Hanya Ada di Tanah Palestina dan Lebanon)
(Baca juga:Ingin Jadikan Ganja Senilai Rp4,5 Miliar Sebagai Hadiah Natal, Kakek-Nenek pun Ditangkap Polisi)
Mereka tidak marah, tapi justru terpesona, karena dalam satu malam Kristus telah mengubah semua jaring-jaring menjadi tinsel (hiasan tali berumbai) yang berkilauan.
Hingga kini, tinsel masih sering digunakan sebagai hiasan untuk menambah kilauan di pohon natal.
Terlepas dari kebenaran kisah-kisah di atas, pemasangan Pohon Natal sebenarnya menuai pro dan kontra di kalangan umat Kristen.
Pasalnya, tradisi ini masih berkaitan dengan penghormatan kepada Dewa Matahari.
Pada zaman dahulu bangsa Romawi menggunakan pohon cemara untuk menghias rumah dan kuil-kuil mereka dalam festival Saturnalia, sebuah perayaan musim dingin yang melibatkan pesta pengorbanan.
Festival ini akan ditutup dengan perayaan hari kelahiran Dewa Matahari yang jatuh tepat pada tanggal 25 Desember.
Tidak heran bila tradisi pemasangan pohon natal menuai kontroversi.
Bahkan pada 1659, Pengadilan Umum Massachussets membuat sebuah undang-undang yang melarang adanya dekorasi apa pun saat Natal.
Namun, keadaan berubah ketika Pangeran Albert, suami Ratu Victoria, memopulerkan Pohon Natal kembali pada abad ke-19.
Setelah masyarakat AS mengikuti jejak Inggris, menggunakan pohon cemara pada akhir abad ke-19, industri berbagai hiasan Pohon Natal pun semakin berkembang dan merambah ke berbagai negara.
(Baca juga:Menghias Pohon Pisang Hingga Makan KFC, Inilah 6 Negara Dengan Tradisi Natal yang Unik!)
(Baca juga:Di Tempat Kelahiran Yesus Sendiri, Ternyata Hari Natalnya Berbeda-beda)
Tapi karena penggunaan pohon cemara merupakan tradisi Eropa, ekspresi sukacita yang dilambangkan dengan berbagai dekorasi itu berbeda-beda di setiap negara.
Di Amerika, Pohon Natal dihias dengan ornamen-ornamen buatan sendiri (homemade), sementara orang Jerman-Amerika menggunakan apel, kacang, dan popcorn.
Lain lagi dengan orang-orang Kristen di Jepang yang menggunakan kipas angin kecil dan lentera kertas untuk menghias Pohon Natal mereka.
Lebih unik lagi, di Ukraina, Pohon Natal dihias dengan laba-laba beserta jaring-jaringnya sebagai tanda keberuntungan. (Devi/dari pelbagai sumber)
(Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Desember 2010)