Penulis
Intisari-Online.com - Pemungutan suara (voting) di sidang darurat Majelis Umum PBB, Kamis (21/12/2017), mendapati 128 negara menentang langkah Amerika Serikat yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Seperti dirilis situs PBB, hanya 9 negara mendukung langkah Amerika, sementara 35 negara lain abstain.
Kantor berita AFP menyebutkan, di barisan yang sama dengan Amerika Serikat dan Israel adalah Guatemala, Honduras, Togo, Mikronesia, Nauru, Palau, dan Kepulauan Marshall.
Adapun negara-negara yang menyatakan abstain antara lain adalah Filipina, Rumania, Rwanda, Australia, Kanada, Republik Ceko, Kroasia, dan Meksiko.
(Baca juga: ‘Yerusalem Milik Kami, Sebagai Orang Kristen, Yahudi dan Muslim. Orang Luar Tak Boleh Ikut Campur’)
Ukraina yang sebelumnya di Dewan Keamanan PBB mendukung rancangan resolusi yang menolak langkah Amerika soal Yerusalem, pada voting Kamis justru masuk dalam deretan negara yang abstain.
Mayoritas negara anggota PBB dalam sidang darurat Majelis Umum ini menuntut semua negara mematuhi resolusi Dewan Keamanan PBB mengenai status Yerusalem.
Resolusi sebagai hasil pemungutan suara ini pun menyatakan "penyesalan mendalam" atas keputusan baru-baru ini mengenai status Yerusalem.
Resolusi tersebut menegaskan kembali bahwa status final Yerusalem hanya dapat diselesaikan melalui pembicaraan langsung antara Palestina dan Israel sebagaimana disepakati dalam sejumlah resolusi PBB sebelumnya.
Pemungutan suara di Majelis Umum PBB ini digelar setelah Amerika Serikat pada Senin (18/12/2017) menggunakan hak veto untuk menolak rancangan resolusi Dewan Keamanan PBB yang meminta negara itu membatalkan pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Hanya Amerika Serikat yang menentang rancangan resolusi di sidang Dewan Keamanan PBB itu, dari 15 anggota.
Adapun pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel dinyatakan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Selasa (6/12/2017) dan langsung mendapat penolakan dari berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.
(Baca juga: Ini yang akan Dilakukan Jokowi di KTT OKI dalam Menolak Langkah AS Terkait Yerusalem)
Tidak mengikat
Sidang darurat Majelis Umum PBB ini digelar atas permintaan dari Palestina dan mendapat dukungan dari sejumlah negara, menyusul langkah veto Amerika Serikat di Dewan Keamanan PBB.
Sehari sebelum sidang digelar, Amerika Serikat mengancam akan melakukan sanksi ekonomi kepada negara-negara anggota PBB yang bersuara berseberangan dengannya.
Resolusi PBB 377 yang terbit pada 1950 menjadi payung hukum penyelenggaraan sidang darurat Majelis Umum PBB dalam hal Dewan Keamanan PBB gagal membuat resolusi terkait perdamaian karena penggunaan hak veto.
Prosedur ini dikenal dengan sebutan "uniting for peace". Ketentuan lengkap mengenai prosedur ini dapat disimak lewat link https://www.un.org/en/ga/sessions/emergency.shtml.
Sayangnya, resolusi yang dihasilkan dari sidang darurat Majelis Umum PBB seperti ini tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Resolusi tersebut juga tak bisa memaksa penggunaan hukum internasional seperti bila resolusi dikeluarkan oleh Dewan Keamanan PBB.
Namun, resolusi Dewan Keamanan PBB yang terbit pada 1980 terkait larangan bagi setiap negara untuk menggelar misi diplomatik di Yerusalem belum pernah dicabut.
Resolusi mengenai status akhir Yerusalem harus diputuskan lewat negosiasi langsung Palestina dan Israel—terbit pada 1967—juga masih berlaku.
Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB, Nikki Haley, menyatakan negaranya tetap akan memindahkan kedutaan besarnya di Israel ke Yerusalem sekalipun ada resolusi Majelis Umum PBB ini.
"Amerika akan menempatkan kedutaan kami (di Israel) di Yerusalem... Tidak ada resolusi di PBB yang akan membuat perbedaan dalam hal itu," ujar Haley di sidang Majelis Umum PBB tersebut, seperti dikutip AFP.
Namun, kata Haley, Amerika akan "mengingat" hari pemungutan suara ini.
Menurut dia, Amerika kini punya pandangan yang tak lagi sama soal PBB dan negara-negara yang berseberangan suara dengannya.
"Ketika kami memberikan kontribusi yang murah hati kepada PBB, kami juga memiliki harapan yang sah bahwa niat baik kami diakui dan dihormati," ujar Haley.
Palestina menyambut gembira resolusi Majelis Umum PBB ini. "(Hasil) pemungutan suara ini adalah kemenangan bagi Palestina," kata Nabil Abu Rdainal, juru bicara Presiden Palestina Abbas, seperti dikutip Reuters.
Adapun Duta Besar Palestina untuk PBB, Riyad Mansour, menyebut hasil pemungutan suara 128 berbanding 9 ini merupakan kemunduran besar bagi Amerika Serikat.
(Palupi Annisa Auliani)
(Baca juga: Kisah Naif Pria Dengan Organ Intim Terpanjang di Dunia, Bermimpi Taklukkan Industri Film Porno)
Artikel ini sudah tayang di kompas.com dengan judul “Voting di Majelis Umum PBB soal Yerusalem, 128 Negara Menentang AS”.