Penulis
Intisari-Online.com -Ayatollah Ruhollah Khomeini yang hidup antara 1900 hingga 3 Juni 1989 merupakan tokoh spiritual sekaligus pencetus Revolusi Islam di Iran.
Khomeini mengenyam studi teologi di kota suci Qom dan memiliki hobi diskusi serta ceramah.
Berkat pengetahuan dan pandangan politiknya, ia mulai melakukan aktivitas melawan keluarga kerajaan Iran, khususnya rezim Shah Mohammed Reza Pahlevi.
Aktivitas yang membahayakan dirinya itu mulai dilakukan Khomeini sejak usia 18 tahun sampai kemudian ia mendapat gelar Ayatollah pada 1963.
(Baca juga:Ni Nengah Widiasih: Kalau Gagal, Ya, Coba Lagi! Kalau Jatuh, Ya, Bangun Lagi!)
(Baca juga:Luar Biasa! Bermodal Satu Tangan, Mantan Nelayan Ini Borong 5 Emas dan Pecahkan 3 Rekor ASEAN)
Dalam pidato atau khotbahnya, Khomeini sering mengecam monarki Reza Pahlevi yang terlalu sekuler dan dekat dengan AS serta Israel.
Akibatnya Khomeini ditangkap oleh polisi rahasia Pahlevi SAVAK dan dipenjara selama 8 bulan.
Rezim Pahlevi sebenarnya berniat menghukum mati Khomeini namun upaya itu digagalkan oleh Jenderal Hassan Pakravan.
Jenderal Hassan khawatir jika Khomeini dihukum mati pasti akan timbul kerusuhan besar di Iran.
Oleh karena itu Khomeini lalu diam-diam dikirim ke Turki sedangkan Jenderal Hassan melaporkan bahwa Khomeini sudah dibereskan.
Selama di Turki, Khomeini terus menggalang kekuatan untuk suatu saat melancarkan revolusi di Iran.
Ketika kemudian Khomeini dipindahkan ke Irak, upaya penggalangan kekuatan untuk menjatuhkan rezim Pahlevi terus dilanjutkan.
Kegiatan Khomeini di Irak ternyata tak disukai pemerintah setempat.
Atas tekanan Iran, Khomeini dibuang ke Paris, Prancis.
(Baca juga:Des Alwi: Jadi Anak Revolusi Berkat Hatta & Sjahrir)
(Baca juga:Tengkorak Prasejarah Ini Dianggap Bisa Menjelaskan Bagaimana Kera Berevolusi Jadi Manusia)
Selama di Paris, rezim Pahlevi berusaha melancarkan upaya pembunuhan tapi selalu gagal.
Kendati hanya bisa berjuang dari luar Iran, pegaruh dan kharisma Khomeini makin besar apalagi setelah bukunya Islamic Goverment terbit.
Revolusi Islam untuk menumbangkan Pahlevi makin tak terbendung.
Akhirnya pada Februari 1979, keluarga Pahlevi terpaksa meninggalkan Iran.
Dua minggu kemudian, Khomeini pulang ke Iran dan disambut jutaan warga yang mengelu-elukannya.
Revolusi Islam Iran pun terus berkobar dan tak lama kemudian Iran yang monarki berubah jadi Republik Islam Iran.
Revolusi Islam yang terus berkibar di Iran itu selain mampu mengusir rezim Pahlevi juga membuat posisi diplomatik AS di Iran terancam.
Apalagi setelah Kedutaan Besar AS di Iran ternyata difungsikan sebagai sarana untuk memata-matai Iran.
Para pendukung Khomeini langsung menahan orang-orang AS yang ada di Kedubes dan memperlakukannya sebagai sandera.
Krisis sandera itu baru bisa berakhir setelah AS gagal melancarkan operasi pembebasan.
Para sandera akhirnya dibebaskan menjelang Ronald Reagan dilantik menjadi presiden AS.
Di bawah Khomeini yang menjadi simbol sekaligus pemimpin spiritual Iran, Republik Islam Iran menerapkan Syariat Islam sebagai hukum negara.
Penerapan Syariat itu mendapatkan perlawaan dari negara-negara sekuler (Barat) dan Irak yang berhasil dikompori sehingga berani melancarkan serangan.
Perang Iran-Irak selama 8 tahun meletus dan menghancurkan perekonomian dua negara yang seharusnya bersaudara itu.
Pasca perang Iran-Irak, kedua negara justru menjalin hubungan persahabatan apalagi setelah Irak mulai ditinggalkan AS.
Sebagai negara yang terus mengobarkan Revolusi Islam, Iran mengalami banyak kemajuan sampai Khomeini wafat karena penyakit kanker pada 1989.
Saat Ahmadinejad berhasil menjadi presiden Iran dan menyingkirkan tokoh moderat Ali Khameini, pamor mendiang Ayatollah Khomeini bersinar lagi.
Pasalnya dalam setiap kampanye, Ahmadinejad sengaja memanfaatkan sosoknya sebagai simbol perlawanan terhadap AS dan Israel.
(Baca juga:Dipercaya Menjaga Kelestarian Hutan, Laki-laki Iran Ini Malah Membunuh Binatang yang Harusnya Ia Jaga)
(Baca juga:Tak Hanya Kim Jong-un, Presiden Iran Hassan Rouhani Juga Kirim Ancama ke Donald Trump, Besok Siapa Lagi?)
Pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah, pun merupakan orang yang sangat mengagumi Khomeini. Tak tanggung-tanggung, ia menerapkan pandangan Khomeini dalam mengobarkan perjuangannya.
Maka ketika Hizbullah berhasil memukul mundur pasukan Israel dalam peperangan yang berkobar pada tahun 2006, selain Presiden Ahmadinejad yang naik pamor, sosok mendiang Khomeini juga seolah telah bangkit lagi.
Dan baru-baru, Iran menjadi salah satu negara yang kawasan Timur Tengah yang sangat mengecam perpindahan ibukota Israel ke Yerusalem secara sepihak.
Iran juga mulai menggerakkan para pejuang Hizbullah untuk melancarkan aksi secara militer.
Selain itu AS yang telah merestui pindahnya ibukota Israel ke Yerusalem juga telah mendapat kecaman sengit dari Iran dan negara-negara Arab lainnya.
Akibatnya perseteruan antara AS dengan Iran mulai dari ketika Iran di bawah Ayatolllah Khomeini hingga pemerintahan saat ini pun makin menjadi-jadi.