Penulis
Intisari-Online.com - Marsekal TNI Hadi Tjahjanto yang secara resmi sudah direstui untuk menjabat Panglima TNI oleh MPR/DPR pada hari Rabu (6/12/2017) termasuk manusia langka di kalangan TNI.
Yang dimaksud langka dalam hal ini adalah jika ditinjau dari jabatan sebelumnya terutama ketika Marsekal Hadi menjabat sebagai Kepala Dinas Penerangan TNI AU (Kadispenau).
Sebagai Kadispenau Marsekal Hadi termasuk Jenderal yang aktif mempublikasikan berita tentang TNI AU di media sosial seperti Facebook, Twiter, Instagram, dan lainnya.
Di lingkungan TNI AU jabatan Kadispenau memang membuat jenderal bintang satu yang sedang menjabat harus melakukan publikasi terhadap berbagai kegiatan TNI AU semaksimal mungkin.
(Baca juga: Luar Biasa! Bermodal Satu Tangan, Mantan Nelayan Ini Borong 5 Emas dan Pecahkan 3 Rekor ASEAN)
Tapi seorang Kadispenau seperti Marsekal Hadi yang melakukan publikasi secara langsung masih termasuk jarang atau bahkan langka.
Selain itu secara psikologis jabatan Kadispenau oleh para jenderal (marsekal) yang sedang menjabat sering dianggap sebagai “batu loncatan” untuk mendapatkan jabatan lain yang lebih tinggi sehingga jabatan Kadispenau juga cenderung cepat berganti.
Dengan demikian kadang seorang Kadispenau sampai tidak punya waktu untuk membuat gebrakan mengingat masa jabatannya yang terlalu singkat.
Tapi kegemaran Marsekal Hadi yang selalu aktif mempublikasikan berita-berita tentang kegiatan TNI AU di media sosial jelas merupakan gebrakan yang efektif.
Apalagi Marsekal Hadi juga dikenal akrab dengan para wartawan sehingga peran wartawan yang turut “membesarkan” dirinya ke jenjang karier yang lebih tinggi juga cukup besar.
Umumya para pejabat Kadispenau di jabatan berikutya hanya akan sampai pada pangkat jenderal bintang dua (Marsekal Muda) atau bintang tiga (Marsekal Madya) dan belum pernah ada yang sampai bintang empat kecuali Marsekal Hadi.
Maka dari latar belakang sebagai mantan pejabat Kadispenau, Marsekal Hadi sekali lagi merupakan manusia langka karena dialah satu-satu Kadispenau yang bisa menjabat sebagai Kepala Staf TNI AU (Kasau) dan bahkan Panglima TNI.
(Baca juga: Jika Masih Orde Baru, Mustahil Hadi Tjahjanto yang Berasal dari TNI AU Jadi Panglima TNI)
Dari sisi dan sosok Marsekal Hadi yang sangat merakyat juga termasuk langka.
Pasalnya Marsekal hadi sudah memiliki sikap merakyat sejak lama mirip dengan karakter Presiden Joko Widodo yang ingin selalu dekat rakyat.
Marsekal Hadi bisa cepat cair dalam suasana apapun bahkan ketika sedang merakyat, Marsekal Hadi tampak sekali “lupa” bahwa dirinya seorang jenderal.
Karakter dan sepak terjang Marsekal Hadi yang cepat mencair baik di ligkungan TNI maupun rakyat sipil inilah rupanya yang membuat Marsekal Hadi makin memiliki chemistry dengan Presiden Jokowi.
Jika Masih Orde Baru, Mustahil Hadi Tjahjanto yang Berasal dari TNI AU Jadi Panglima TNI
Jika Marsekal TNI Hadi Tjahjanto sudah dilantik menjadi Panglima TNI oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) maka Marsekal Hadi merupakan orang kedua dari jajaran TNI AU yang bisa menjabat sebagai Panglima TNI.
Orang pertama dari jajaran TNI AU yang pernah menjabat sebagai Panglima TNI adalah Marsekal TNI (Purn) Djoko Suyanto (2006-2007).
Terpilihnya Djoko Suyanto sebagai Panglima TNI di era pemeritahan reformasi merupakan peristiwa yang sangat bersejarah karena di era Orde Baru seorang Kepala Staf AU (Kasau) tidak mungkin menjadi Panglima TNI mengingat stigma yang sudah diberikan kepada TNI AU.
Stigma yang pernah diberikan Orde Baru kepada TNI AU adalah satuan ini dituduh telah terlibat dalam G-30-S-1965 sehingga “diperlakukan seperti anak tiri”.
(Baca juga:Luar Biasa! Bermodal Satu Tangan, Mantan Nelayan Ini Borong 5 Emas dan Pecahkan 3 Rekor ASEAN)
Meskipun berdasarkan fakta sejarah yang terlibat dalam G-30-S dari TNI AU hanya sejumlah personel saja tapi stigma yang terlanjur diberikan oleh Orde Baru itu salah satunya berakibat pada mustahilnya jabatan Panglima TNI diemban oleh Perwira Tinggi dari TNI AU.
Ketika Marsekal Djoko Suyanto terpilih sebagai Panglima TNI maka peluang Perwira Tinggi TNI AU (Kasau) untuk bisa menjabat Panglima TNI menjadi terbuka lebar.
Terpilihnya Djoko Suyanto sebagai Panglima TNI sekaligus menandakan bahwa stigma negatif yang pernah diberikan oleh Orde Baru juga telah hilang.
Bahkan pemerintah sendiri saat itu memberlakukan sistem keadilan bahwa jabatan Panglima TNI diterapkan secara bergilir atau “urut kacang”.
Artinya setelah Panglima TNI dijabat Jenderal dari TNI AD, Panglima TNI selanjutnya dijabat oleh Jenderal dari TNI AU lalu TNI AL dan sebaliknya.
Tapi sistem jabatan Panglima TNI secara urut kacang itu ternyata tidak berjalan mulus mengingat Panglima TNI pemilihannya berdasar hak prerogatif Presiden dan harus mendapat persetujuan dari anggota MPR/DPR.
Ini berarti pemilihan Panglima TNI memang sangat ditentukan oleh kondisi politik negara dan bukan hanya berdasar sistem giliran saja.
Sejak Marsekal Djoko Suyanto terpilih menjadi Panglima TNI selama satu tahun, tanda-tanda Perwira Tinggi TNI AU dalam hal ini Kasau yang akan menjabat Panglima TNI ‘’secara urut kacang’’ teryata tidak pernah tampak.
(Baca juga:Hadi Tjahjanto Berada dalam ‘Pulung’ dan Kondisi Politik yang Tepat untuk Menjadi Panglima TNI)
Lalu mulai muncul khasak-khusuk jangan-jangan peluang Perwira Tinggi TNI AU untuk menjabat Panglima TNI menjadi sulit lagi terkait isu bangkitya PKI yang dalam tahun 2016-2017 kembali gencar digembar-gemborkan.
Tapi stigma “mematikan” yang pernah menggelayuti TNI AU itu akhirnya sirna karena peluang Perwira Tinggi TNI AU untuk menjabat Panglima TNI kembali terbuka lebar.
Dengan demikian jika Marsekal TNI Hadi Tjahjanto sudah dilantik sebagai Panglima TNI oleh Presiden Jokowi, stigma bahwa TNI AU pernah terlibat dalam G-30-S diharapkan tidak akan pernah muncul lagi.