Masih Suka Lembur? 4 Hal Ini Mungkin akan Membuat Anda Berpikir Ulang Bahkan Menyesal

Ade Sulaeman

Penulis

Masih banyak yang memaksakan diri untuk mengambil waktu bekerja lebih banyak. Padahal, tubuh dan pikiran kita butuh diberi istirahat yang cukup dengan mengurangi jam kerja kita.

Intisari-Online.com - Menurut peraturan Undang-Undang Ketenagakerjaan, waktu kerja yang ditetapkan pemerintah adalah 7 sampai 8 jam sehari.

Namun dengan waktu yang telah ditentukan tersebut, masih banyak yang memaksakan diri untuk mengambil waktu bekerja lebih banyak tanpa memperhatikan kondisi tubuh dan jiwa.

Lalu, pernyataan yang mengatakan ‘ini adalah tubuh, bukannya mesin’, mulai memaksa kita untuk berpikir ulang.

Tubuh dan pikiran kita butuh diberi istirahat yang cukup dengan mengurangi jam kerja kita.

(Baca juga: Luar Biasa! Bermodal Satu Tangan, Mantan Nelayan Ini Borong 5 Emas dan Pecahkan 3 Rekor ASEAN)

Dilansir dari bbc.com, beberapa hal bisa menjadi pertimbangan kita harus mengurangi jam kerja:

1. Lakukan atau rugi

Banyak dari kita menganggap bahwa otak kita sebagai komputer yang mampu bekerja secara konstan dalam waktu yang lama.

Kita menuntut diri kita untuk bekerja berjam-jam tanpa beristirahat.

(Baca juga: Keren! Meski Punya Keterbatasan Fisik, Nur Ferry Berhasil Persembahkan 4 Emas Bagi Indonesia, Bahkan Memecahkan 3 Rekor)

Padahal, penelitian menemukan orang yang bekerja lebih dari 11 jam sehari mengalami risiko depresi 2,5 kali lipat daripada orang yang bekerja 7 sampai 8 jam sehari.

Penelitian lain bahkan menemukan jam kerja yang panjang meningkatkan risiko penyakit jantung koroner sebesar 40% hampir sama dengan merokok (50%).

2. Sumber produktivitas

Efisiensi dan produktivitas adalah hal yang banyak dibicarakan saat ini.

(Baca juga: Kisah Pilu Marina Chapman: Dibuang ke Hutan, Dirawat Kera, Lalu Dijadikan Budak Seks)

Namun hal itu bukan berarti menambah jam kerja untuk mewujudkan efisiensi dan produktivitas tersebut.

Orang kreatif menyadari pentingnya untuk bekerja lebih sedikit.

Mereka memiliki etos kerja yang tinggi tetapi juga meluangkan waktu untuk berustirahat dan melakukan hobinya.

Intinya, berhentilah pada waktu yang telah ditentukan.

Tetaplah menjadi manusia yang suka bersosialisasi dengan orang lain, pergi ke tempat yang disukai dan pergi dengan teman.

Dalam tingkat global, ternyata tidak ada korelasi antara produktivitas suatu negara dengan jam kerja rata-rata.

Rata-rata karyawan AS bekerja 4,6 jam seminggu lebih lama dari Norwegia.

Namun, Norwegia menyumbang pendapatan per kapita sebesar $ 78,70 per jam (Rp1.063.945,30) sedang AS di angka $ 69,60 (Rp940.922,40)

(Baca juga: Tak Bisa Diam dan Gemar Lompat-lompat, Itu Pertanda Anak Anda Punya Kecerdasan Kinestetik Tinggi)

3. Gelombang otak

Satu survei terhadap hampir 2.000 pekerja kantor penuh waktu di Inggris menemukan bahwa orang hanya produktif selama 2 jam dan 53 menit dari delapan jam kerja sehari.

Ketika kita mendorong diri kita pada batas kemampuan, kita membutuhkan lebih banyak istirahat daripada yang kita pikirkan.

Otak kita sering menemukan ide atau koneksi di tempat-tempat yang tidak terduga, seperti saat berada di kamar mandi, atau sedang berjalan-jalan.

Bukannya waktu yang sama dalam pekerjaan kita.

4. Waktu Habis

Selama banyak yang berpikir bahwa bersantai sebentar akan menghilangkan banyak hal dalam pekerjaan kita.

Padahal tidak selalu seperti itu.

Misalnya, kita bisa memulai bisnis, kemudian setelah satu tahun kita bisa berpikir untuk mengambil libur dan mulai mempekerjakan karyawan.

Hal tersebut dikarenakan kita butuh mengurangi waktu kerja untuk kenyamanan kita.

Artikel Terkait