Find Us On Social Media :

Yuk Belajar dari Mereka yang Masih Rela Memberi Walau Hidup dalam Kekurangan

By Moh Habib Asyhad, Senin, 27 November 2017 | 12:30 WIB

Intisari-Online.com - Pernah, dalam sebuah kunjungan studi ke perkampungan kumuh, saya dibuat tertegun.

Ketika kami mendatangi rumah seorang nenek tua yang hanya tinggal bersama cucunya.

Rumahnya sudah reyot, terlihat beberapa lubang yang sudah ditutupi dengan kardus seadanya. Atapnya pun begitu.

Ia menyambut kami dengan ramah dan mempersilakan kami masuk. Isi rumahnya sangat sederhana.

Ia kemudian menawarkan kami minuman dengan cangkir-cangkir plastiknya. Bahkan bertanya apakah kami mau makan atau tidak.

Terlihat dari kondisinya, ia dan cucunya pun tampak kesulitan untuk makan dan mungkin saja persediaan makanan hanya sedikit.

Namun ia dengan kehangatan menawarkannya pada saya, orang asing yang baru pertama kali ditemuinya.

(Baca juga: Jangan Dianggap Remeh, Inilah 7 Fakta Penting Jika Kita Kekurangan Vitamin B12)

(Baca juga: Cara Terindah untuk Berbagi adalah saat Kita dapat Tetap Memberi Meski Kita Sendiri Kekurangan)

Saya mempelajari arti kemurahan hati dari seorang nenek tua miskin yang tinggal bersama cucunya itu. Saya terus mengingat peristiwa ini sampai sekarang.

Karena dari peristiwa itu, timbul pertanyaan dalam hati: “Bagaimana mungkin seseorang yang kekurangan, memiliki sedikit uang, dan materi dapat dengan senang hati untuk memberi dan berbagi?”

Nenek tua ini bukanlah sebuah anomali. Kita pun sebetulnya dapat melihat di sekitar kita, bahwa sering kali orang yang berkekurangan yang justru rela hati untuk memberi.

Laman Psychologytoday.com menyebutkan, bahwa dalam psikologi sosial pun ditemukan bahaw memang orang-orang yang tidak berkecukupan yang justru lebih murah hati. Mereka percaya bahwa mereka harus tetap memberi walau dalam kekurangan.

Mengapa dapat memberi dalam kekurangan? Pertama, mereka memiliki belas kasih dan kepekaan yang lebih dari mereka yang berkelimpahan harta dan materi.

Para psikolog menyebutkan bahwa pola pikir mereka memang cenderung lebih peduli pada kondisi di luar dirinya sendiri.Dengan kata lain, mereka tidak egosentris atau berpusat pada dirinya sendiri.

Sebaliknya, ada (walau tidak semua) orang yang kaya atau berkecukupan memiliki kecenderungan untuk mementingkan dirinya sendiri. Karena ia memiliki status, tujuan, motivasi, dan emosi yang lebih besar. Sehingga kadang-kadang ia menjadi enggan memberi.

Orang-orang yang hidup dalam kekurangan itu juga lebih fokus pada apa yang dihadapinya hari ini ketimbang berorientasi pada masa depan. Sedangkan si kaya banyak khawatir akan masa depan.

Banyak orang yang mungkin berpikir apa yang dilakukan nenek tua itu adalah perbuatan yang bodoh dan sembarangan.

Namun ketika saya melihat bagaimana mereka tulus dalam memberi, tergambar kebahagiaan dari wajahnya. Saya hanya bisa iri bagaimana ia bisa melakukan itu.

Dan berpikir, mengapa tidak belajar dari mereka yang masih bisa tulus memberi walau dalam kekurangan?