Penggusuran Restoran Rindu Alam di Puncak Sudah Dinantikan Selama 35 Tahun

Ade Sulaeman

Penulis

Pembongkaran Restoran Rindu Alam dilakukan agar menjadi contoh bagi pemilik bangunan di kawasan Puncak yang pembangunannya menyalahi tata ruang.

Intisari-Online.com - Rencana penggusuran Restoran Rindu Alam yang berada di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat telah dinantikan selama 35 tahun oleh pakar sekaligus akademisi di Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (DKSHE-Fahutan IPB).

Kepala DKSHE Fahutan IPB Dr Nyoto Santoso menyebutkan Prof Hadi S Alikodra yang ikut mendirikan DKSHE termasuk salah satu orang yang mengkritik pembangunan Restoran Rindu Alam pada tahun 1982.

"Setelah 35 tahun akhirnya Restoran Rindu Alam digusur juga," kata Nyoto dalam pembukaan sarasehan DKSHE Fahutan IPB bertajuk "Tantangan dan Perubahan Paradigma Konservasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan" di Kota Bogor, Jawa Barat, Senin (20/11).

Nyoto menyebutkan pembangunan Restoran Rindu Alam menjadi salah satu isu yang mendorong lahirnya Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata Fahutan IPB, selain isu pendirian Taman Safari, serta konflik gajah dengan manusia.

(Baca juga: Berkat Sampah Kulit dan Biji Jeruk, Hutan Lindung yang Sebelumnya Gersang Berubah Menjadi Kebun Jeruk)

Menurutnya sejak tahun 1982 Prof Hadi S Alikodra telah melayangkan protes dan menyuarakan penolakannya kepada Pangdam V Siliwangi terkait rencana pembangunan restoran tersebut karena berada di kawasan yang harus dilindungi.

"Daerah tersebut tempat resapan air. Seharusnya tidak ada bangunan apapun, harusnya dilindungi dan dijaga," kata Nyoto.

Namun lanjutnya pada saat itu pembangunan Restoran Rindu Alam tetap berjalan, dan penolakan dari para akademisi tidak ditanggapi.

Sampai akhirnya keberadaan restoran tersebut harus digusur karena menyalahi tata ruang.

"Sejak 1982 kita menolak pembangunannya, tapi tetap dibiarkan, sampai akhirnya harus digusur karena memang harusnya kawasan itu dilindungi," kata Nyoto.

Ia mengatakan kasus Restoran Rindu Alam menjadi salah satu isu pentingnya konservasi sumber daya alam karena begitu dominan sektor kehutanan mendukung devisa negara.

Tetapi saat ini terjadi perubahan luas hutan semakin berkurang, dan terjadi kerusakan alam, sementara devisa terus meningkat.

"Melihat kenyataan saat ini hutan semakin runtuh, devisa semakin bergerak, seperti halnya sawit," kata dia.

(Baca juga: Langka, Gorila di Kawasan Konservasi Afrika Tengah Ini Melahirkan Bayi Kembar)

Perlu adanya perubahan paradigma tentang sumber daya alam dan lingkungan, dimana hasil hutan tidak hanya memanfaatkan kayunya saja tetapi juga juga pemanfaatan jasa ekosistemnya.

Rencana penggusuran Restoran Rindu Alam telah disampaikan oleh Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar pada tahun 2016 lalu, untuk dijadikan sebagai ruang terbuka hijau.

Kawasan tersebut hanya akan dijadikan ruang publik tanpa ada bangunan.

Restoran Rindu Alam merupakan aset yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga dengan skema pinjam-pakai.

Tahun 2015 kontrak tersebut telah berakhir, dan pegelola diberi waktu untuk menyiapkan kepindahannya.

Pembongkaran Restoran Rindu Alam dilakukan agar menjadi contoh bagi pemilik bangunan di kawasan Puncak yang pembangunannya menyalahi tata ruang.

Camat Cisarua Bayu Ramawanto membenarkan rencana penggusuran restoran yang sudah berdiri sejak tahun 1982 tersebut.

Namun, ia tidak mengetahui pasti kapan penggusuran akan dilakukan karena kewenangan ada di Satpol PP.

"Menurut informasinya seperti itu (digusur-red) tetapi kapan digusurnya yang punya kewenangan ada di Satpol PP," kata Bayu.

Artikel ini sudah tayang di kontan.id dengan judul “Restoran Rindu Alam Puncak segera digusur”.

Artikel Terkait