Penulis
Intisari-Online.com - Pada PD II, nafsu Nazi Jerman untuk menguasai seluruh daratan Eropa ternyata memicu Italia yang ingin meluaskan wilayah jajahannya di wilayah Afrika Utara.
Tapi kepongahan Italia untuk meluaskan wilayah jajahannya itu hanya dipandang sebelah mata oleh Hitler.
Ketika pada September 1940 pasukan Italia yang berbasis di Lybia menyerbu Mesir tindakan yang oleh Hitler dianggap sembrono itu segera memicu masalah.
Diktator Italia, Mussollini, yang juga rekan Hitler, semula berniat menyerbu Mesir untuk menunjukkan bahwa pasukan Italia juga mampu menguasai wilayah lain seperti yang telah dilakukan Nazi Jerman.
(Baca juga: Stanley Hollis, Tak Tersentuh Rentetan Peluru Meski Masuk ke ‘Kandang’ Nazi Seorang Diri)
Untuk membuat kejutan, Mussollini sengaja tidak memberi tahu Hitler.
Tapi di medan tempur Mesir, pasukan Italia ternyata harus berhadapan dengan pasukan koloni Inggris yang lebih berpengalaman dalam pertempuran.
Gerak maju pasukan Italia yang dimotori oleh 10th Army dengan cepat berhasil dipukul mundur pasukan Persemakmuran Inggris untuk wilayah barat, Western Desert Force di bawah komando Jenderal Wavel, yang melancarkan serangan balasan lewat operasi bersandi Operation Compass.
Dalam pertempuran sengit yang berlangsung selama dua bulan pasukan Italia yang terpukul mundur hingga melintasi perbatasan Lybia-Mesir bahkan kehilangan wilayah propinsi di Lybia, Cyrenaica yang terletak 800 km dari perbatasan.
Tapi gerak maju pasukan Persemakmuran Inggris terpaksa dihentikan karena pasukan Nazi Jerman mulai mendarat di Yunani (Battle of Greece) yang saat itu masih merupakan koloni Inggris.
Karena butuh perkuatan pasukan tambahan, sebagaian pasukan Western Desert Force kemudian segera dikirim ke front Yunani.
Pengiriman sebagian besar pasukan Perermakmuran Inggris ke Yunani membuat pasukan yang berada di Cyrenaica direorganisasi dengan nama XIII Corps dan merupakan kekuatan pasukan tempur yang bersifat defensive.
Pasukan yang dikirim ke Yunani adalah New Zealand 2nd dan Australian 6th Division di bawah komando Letjen Sir Henry Maitland Wilson.
(Baca juga: Ternyata, Pasukan Gunung Waffen SS Nazi Ini Terdiri Atas Warga Muslim dan Kristen Bosnia)
Tidak hanya kekuatan tempur lapis baja yang semula dikerahkan dalam Operation Compass, British 7th Armoured Division, juga ditarik untuk memperkuat wilayah Delta Nil.
Untuk memperkuat pasukan Persemakmuran Inggris yang dikirim ke Yunani dan Delta Nil, kemudian didatangkan pasukan pengganti, British 2nd Armoured dan Australian 9th Infantry Division untuk ditempatkan di Cyrenaica di bawah komando Letjen Philip Neame.
Tapi dua kekuatan pasukan pengganti itu kurang pengalaman tempur, kurang persenjataan, dan kendaraan tempur lapis baja yang dimiliki untuk sebuah divisi juga tidak memadai (under strength).
Dalam kondisi kekuatan pasukan Persemakmuran Inggris di Cyrenaica kurang memadai, Italia yang kemudian meminta bantuan tempur dari Nazi Jerman ternyata mendapat respon yang cepat dari Hitler.
Meskipun telah kesal dengan ulah Mussollini,Hitler memutuskan mengirmkan bala bantuan secepatnya.
Lewat operasi militer bersandi Operation Alpine Violet, Hitler memerintahkan agar bantuan militer berupa dan persenjataan segera dikirim ke front Italia (Naples) dan selanjutnya ditempatkan di Afrika Utara.
Di bawah pimpinan pasukan tempur, khususnya komandan pasukan lapis baja Nazi Jerman yang sedang naik daun namanya, Marsekal Erwin Rommel, kekuatan pasukan Nazi pun kemudian dikirim menuju Tripoli baik lewat laut maupun udara.
Rommel yang telah membuktikan kemampuan tempurnya di medan tempur Perancis lewat serbuan kilatnya, Bliztkrieg, diharapkan menerapkan operasi serupa di Lybia dan Mesir, Afrika Utara.
Sebelum dikirm ke medan tempur Afrika Utara yang didominasi padang pasir, kendaraan tempur dan tank-tank Nazi pun sudah dimodifikasi sesuai lingkungan tempurnya.
Tiba di Tripoli
Pada 14 Februari 1941 satuan-satuan pasukan elit Nazi di bawah komando Rommel dan dinamai Afrika Korps mulai tiba di pelabuhan Tripoli, Lybia.
Sebelum dikirim ke Tripoli, logistik dan persenjataan serta personel pasukan Nazi terlebih dulu dikumpulkan di Italia lalu diseberangkan melintasi Laut Mediterania.
Gelombang pasukan kedua dikirim menggunakan kapal perang Adana, Aegina, Kybfels, dan Ruhr serta mendapat kawalan kapal perang Italia, Camicia Nera dan kapal torpedo Procione.
Selain mengangkut personel pasukan kapal-kapal perang Italia juga mengangkut ranpur lapis baja dari 3rd Reconnaissance Battalion dan 39th Antitank Battalion.
Peralatan tempur yang dibawa Afrika Korps Nazi betul-betul menunjukkan pasukan yang sudah kenyang pengalaman seperti meriam antitank, ratusan kendaraan lapis baja, tenda militer untuk gurun dan lainnya.
Meskipun tidak ada serangan udara dari Inggris, penurunan logistik dan peralatan tempur dari kapal dalam kondisi siaga penuh dan siap menghadapi gempuran udara.
Untuk mengusir pasukan Persemakmuran Inggris dari Cyrenaica, pasukan Italia sendiri menyiapkan satu divisi tempur pasukan lapis baja , Trento Division, yang dipersenjatai tank-tank ringan M13-40 Ariete.
Untuk menaikkan moril tempur pasukan Italia yang telah terpukul mundur dari frontMesir, pada esok harinya Rommel memerintahkan pasukan gabungan Nazi Jerman dan Italia yang di antaranya diperkuat oleh satuan-satuan pasukan berbangsa Arab melaksanakan parade militer.
Selama seminggu pasukan dan persenjataan Afrika Korps termasuk pesawat-pesawat tempur terus berdatangan di Tripoli.
Pasukan lapis baja Nazi yang kemudian menyusul tiba di Tripoli dan disambut gegap-gempita oleh pasukan Italia adalah 5th Light dan 3rd Panzer Regiment.
Agar mengesankan pertahanan yang kuat dan infansif Rommel memerintahkan penempatan tank-tank tersebut di setiap blok kawasan Tripoli.
Jumlah tank Afrika Korps yang dikirim ke Tripoli menurut penilaian Rommel sesungguhnya masih kurang dan untuk menutupi kelemahan itu, ia memerintahkan para perwira Panzer Regiment untuk membuat tank palsu (dummy tank) dan ditempatkan diseluruh penjuru Tripoli.
Tujuan Rommel adalah ketika pesawat-pesawat pengintai Inggris melaksanakan pemotretan udara, mereka akan mengira tank palsu yang disiagakan di setiap sudut kota merupakan tank sungguhan sehingga harus berpikir dua kali jika pasukan Persemakmuran Inggris akan melakukan invasi.
Taktik tipu daya menggunakan tank-tank palsu yang diterapkan Rommel ternyata berhasil karena pasukan Inggris dan sekutunya menjadi pasukan yang menunggu untuk diserbu dan bukannya berinisiatif untuk menyerbu.
Sewaktu akan melancarkan serbuan kilat ke posisi pasukan Persemakmuran Inggris di Cyrenaica jumlah tank dan panzer yang tiba di Tripoli sebenarnya belum memadai karena hanya ada sekitar 150 panzer.
Tapi Rommel berprinsip inisiatif menyerbu harus segera diambil sebelum didahului oleh pasukan Inggris. Apalagi jika serbuan kilat itu berhasil moril pasukan gabungan Nazi-Italia pasti akan naik drastis dan moril itu sangat penting untuk mendukung semangat tempur di medan gurun dalam jangka panjang.
Serbuan kilat
Kendati dari sisi kekuatan tempur Rommel merasa belum siap pada bulan Maret-April serbuan kilat pun dilancarkan terhadap pasukan Persemakmuran Inggris.
Dalam serangan itu kekuatan lapis baja Rommel yang didukung pasukan lapis baja Italia, 102nd Motorised Division Trento, berhasil menghancurkan kekuatan lapis baja 2nd Armoured Division dan sekaligus memukul mundur pasukan Persemakmuran Inggris.
Komandan pasukan Inggris yang membawahi pasukan di wilayah Mesir, Letjen Richard O’Connor bahkan tertangkap sehingga pasukan Persemakmuran Inggris harus melakukan reorganisasi terhadap kekuatannya militernya di Afrika Utara.
Markas besar pasukan Persemakmuran Inggris di Cyrenaica ditutup dan diambil alih oleh Western Desert Force di bawah komando Letjen Noel Beresford Peirse.
Pasukan Australia, 9th Infantry Division yang bergerak mundur kemudian bertahan kembali di benteng yang berlokasi di pelabuhan Tobruk.
Sedangkan sisa-sisa pasukan Persemakmuran Inggris lainnya terus bergerak mundur sejauh 160 km dan bertahan di sebelah timur kota Sollum dekat perbatasan Lybia-Mesir.
Sebagai kota pelabuhan penting untuk menyuplai logistik dan pasukan pasukan German-Italia pun kemudian mengepung Tobruk..
Di tengah pasukan Nazi-Italia yang sedang mengepung Tobruk, satu grup pasukan tempur Nazi (Kampfgruppe) di bawah komando Maximilian von Herff terus menggempur pasukan Persemakmuran Inggris.
Gerak maju pasukan Kampfgruppe yang demikian semangat dengan cepat berhasil menggulung pasukan lawan di Fort Cappuzo lalu melintasi wilayah Bardia untuk selanjutnya bergerak menuju wilayah Mesir.
Pasukan Persemakmuran Inggris yang bertahan di Sollum pun kocar-kacir dan terus bergerak mundur untuk mempertahankan wilayah strategis, Halfaya Pass.
Taktik yang diterapkan pasukan tank Marsekal Erwin dengan menggunakan tank-tank palsu serta serbuan kilat ternyata berhasil dan Hitler pun menaikkan pangkat Rommel menjadi jenderal bintang tiga.
(Baca juga: )