Dengan empat J-20 yang dalam tahap siap operasinal, Initial Operating Capability (IOC) ditambah sejumlah prototipe J-20 yang pernah digarap dan semuanya dalam tahap IOC, jumlah total J-20 yang dimiliki PLAAF telah menjadi 12 pesawat.
(Baca juga: Indonesia Ubah Nama Laut China Selatan Jadi Laut Natuna Utara, China Langsung Protes)
Jumlah total itu bahkan sudah memenuhi syarat bagi PLAAF untuk membentuk skadron J-20.
Dalam sistem operasionalnya, J-20 akan berpartner dengan jet tempur siluman China yang juga sedang diproduksi J-31, sehingga komposisinya mirip dengan jet tempur F-22 Raptor USAF yang berpartner dengan F-35 Lightning II.
Baik J-20 maupun J-31 dalam proses produksinya disubsidi oleh Aviation Industry Corporation of China (AVIC).
Prototipe J-31 sendiri telah sukses melakukan tes terbang perdana pada bulan November 2014 dan direncanakan siap operasinal pada tahun 2020.
Ketika sedang bertempur J-31 akan berperan sebagai pengawal (escort) J-20.
Karena memiliki kecepatan lebih tinggi (2.5 Mach), J-20 memang lebih superior dibandingkan dengan J-31 (2 Mach) sehingga untuk keperluan dog fight, tugas tempur itu diserahkan kepada J-20.
(Baca juga: Lama Jadi Musuh Bebuyutan AS di Laut China Selatan, China Sulit Netral Jika Konflik Korut-AS Meletus)
Sedangkan J-31 bertugas menyergap jet-jet tempur lawan yang mengancam keselamatan terbang J-20. Demikian optimisnya dengan keunggulan J-31.
Presdien Direktur AVIC, Lin Zhouming sampai berani mengklaim bahwa J-31 siap merontokkan jet tempur F-35 AS seandainya keduanya bertemu dalam konfrontasi tidak hanya memperebutkan dominasi di Laut China Selatan tapi juga memperebutkan Taiwan.