Perang Saudara di Spanyol, Ajang Pemanasan Menyambut Perang Dunia II yang Banjir Darah

Moh Habib Asyhad

Penulis

Intisari-Online.com -Perang saudara di Spanyol antara kaum Republik yang condong ke kiri melawan kaum Nasionalis kanan yang memberontak, berlangsung sengit dan brutal.

Perang yang mengakibatkan sedikitnya 600 ribu orang kehilangan nyawa ini berlangsung selama 33 bulan, dari Juli 1936 hingga Maret 1939.

Perang saudara yang akhirnya dimenangkan pihak Nasionalis itu, ternyata memiliki aspek lebih luas: sebagai ajang pemanasan untuk Perang Dunia II, terutama oleh Jerman Nazi dan fasis Italia. Juga Uni Soviet yang komunis.

Tragedi perang saudara Spanyol bermula dari benih-benih dalam sejarahnya yang penuh dengan perpecahan, ketidak-adilan, dan kekerasan.

(Baca juga:Petaka Gettysburg, Sisi Brutal Perang Saudara AS yang Menelan Korban 51.000 Jiwa dan 3.000 Ekor Kuda)

Antara tahun 1870-1921, tak kurang dari empat perdana menterinya dibunuh. Pergolakan buruh yang menentang eksploitasi tenaga mereka, juga acap terjadi.

Banyak tuan tanah menguasai sebagian besar tanah pertanian, sementara jutaan petani hidup di bawah garis kemiskinan.

Tahun 1931 Raja Alfonso XIII menyetujui pemilu, yang ternyata dimenangkan oleh kaum Republikan yang menghendaki penghapusan sistem monarki.

Raja Alfonso rupanya menyadari situasi itu, dan ia pun bersedia lengser. “Hasil pemilu menunjukkan saya tidak lagi dicintai oleh rakyat saya,” katanya.

Namun kekuasaan Republik pun tidak lepas dari berbagai gejolak dan kekerasan. Para petani kini makin berani memberontak terhadap tuan tanah, membunuhi bekas majikannya atau mengusir mereka.

Begitu pula kaum buruh seperti mendapat angin dan sering melakukan kekerasan dalam protesnya.

Gereja Katolik di Spanyol yang sejak dulu bertautan erat dengan kekuasaan monarki, menentang upaya pemerintahan Republik untuk memisahkan Gereja dengan negara, serta menjadi pendukung golongan kanan.

Sedangkan kalangan pimpinan militer yang sejauh itu berhasil membawa tentara melalui ombang-ambing perubahan politik dan kekuasaan, bersikap kritis terhadap politik pemerintahan Republik, yang dianggap melemahkan Spanyol.

Tahun 1936, sebagian besar jenderal Spanyol mulai berpikir untuk menjatuhkan Republik yang didukung kaum sosialis, komunis, organisasi buruh, dan berbagai kelompok liberal dan kiri lainnya.

Sebaliknya, lawan kaum Republik adalah pimpinan militer, kaum monarkis, kaum Falangis yang merupakan kelompok kanan mirip dengan kaum fasis di Italia, para pemilik tanah, serta partai-partai Katolik.

Atas desakan kelompok kanan, Februari 1936 diadakan pemilu lagi. Tetapi kelompok kiri kembali menang dan berkuasa.

Pada bulan Juli, pemimpin kanan di parlemen, Jose Calvo Sotelo, tewas dibunuh.

Pendukung kelompok kanan menyatakan tindakan ini tak dapat dibiarkan, dan mendesak militer untuk berindak tegas, menggulingkan Republik. Peperangan yang kejam dan brutal pun pecah karena dilatarbelakangi saling membalas dendam.

Perang saudara Spanyol mengakibatkan ratusan ribu nyawa melayang, dan memakan biaya lebih dari 15 milyar dolar pada hitungan masa itu.

Apakah setelah perang usai tercipta perdamaian dan pemerintahan yang demokratis di Spanyol ?

Ternyata yang dilahirkan oleh perang ini adalah suatu pemerintahan totaliter pula. Jenderal Franco menjadi diktator dalam suatu rezim fasis di Spanyol hingga meninggalnya tahun 1975.

Pada tahun-tahun pertama kekuasaannya, Franco yang mdapat gelar Caudillo atau pemimpin itu, terus melaksanakan balas dendam dengan mengeksekusi musuh-musuh golongan Nasionalis.

Selama tahun 1939-1943, sedikitnya 200 ribu orang dihabisi, baik lewat pembunuhan politik maupun eksekusi.

Artikel Terkait