Mengenang Perang Saudara Lewat “Rumah Budak”

Moh Habib Asyhad

Editor

Mengenang Perang Saudara Lewat  ?Rumah Budak?
Mengenang Perang Saudara Lewat ?Rumah Budak?

Intisari-Online.com - Perang saudara yang terjadi pada pertengahan abad ke-19 pernah meluluhlantakkan Amerika Serikat. Bagian utara dan bagian selatan pernah saling rebut legitimasi ikhwal kebijakan perbudakan, yang pada akhirnya ditempuh dengan jalan perang dari 1861 sampai 1865.

Tapi itu adalah cerita lama noktah hitam sejarah Amerika Serikat. Masalah perbudakan, saat ini, tidak lagi menjadi wacana publik. Tetapi mengenang bahwa realitas pernah terjadi perbudakan di negara adidaya ini, itu perlu.

Salah satu cara yang coba ditempuh adalah memindahkan dua "rumah budak" yang tersisa yang ada di Pulau Edisto, South Carolina, ke Museum Sejarah Afrika-Amerika di Washington DC. Rumah itu tidak besar, lazim disebut pondokan atau kabin yang terdiri dari dua petak kamar. Tanpa listrik, tanpa pemanas ruangan. Semuanya bagian banguna dibuat dari kayu.

Sekira tahun 1980, rumah yang hampir keseluruhan bangunannya terbuat dari pohon cemara ini, masih ditempati warga setempat. Saat ini, rumah itu sudah dimasukkan oleh pemerintah Amerika Serikat dalam daftar tempat bersejarah yang harus dilindungi. Rumah-rumah ini ditemukan di tengah rawa-rawa yang ada di Pulau Edisto.

Membiarkannya di Pulau Edisto rasanya tidak mungkin, karena kondisinya sudah tampak rusak sana-sini dimakan zaman. Kayunya membusuk, rayap bergentayangan di hampir seluruh bagian, secara fisik bangunan ini menjurus ke arah reot dan mau rubuh.

Beberapa catatan literatur mengatakan, bahwa rumah ini sudah dibangun sebelum perang saudara meletus. Itu artinya rumah ini sudah berusia 1,5 abad yang lalu. Tak hanya sekadar sebagai tempat tinggal, rumah-rumah mungil ini adalah saksi bisu perbudakan yang pernah terjadi di Amerika Serikat.

Lonnie Bunch, Direktur Museum, mengatakan bahwa rumah ini adalah mahkota yang bakal menjadi salah satu daya tarik museum nanti. Dan yang paling penting adalah memberikan kesempatan untuk melihat realitas perbudakan yang pernah melanda sebagian besar Amerika. Gretchen Smith, dari Edisto Historical Preservation Society menambahkan setelah 160 tahun, saatnya semua orang mengetahui rumah bersejarah itu. (TheNewYorkTimes)