Penulis
Intisari-Online.com - Sebagai panglima perang yang jago bertempur di medan perang padang pasir Afrika Utara, Marsekal Erwin Rommel yang dikenal sebagai Singa Gurun dikenal sebagai komandan cerdik dan bisa mengalahkan musuhnya yang jauh lebih banyak.
Pasukan yang dipimpin Rommel, Afrikakorps, juga merupakan pasukan militan yang jika bertempur tidak mengenal kata menyerah.
Ketika pasukan Jerman-Italia terpukul mundur oleh kekuatan pasukan gabungan Inggris, di Afrika (Operation Crusader) pada Desember 1941, hal itu tidak membuat Rommel tinggal diam.
Pada pertengahan bulan Januari 1942, Rommel yang dikirm oleh Hitle ke front Afrika dipercaya untuk memimpin serangan balik terhadap posisi pasukan pertahanan Inggris.
Saat itu pasukan Inggris sebenarnya rata-rata masih lemah karena faktor kelelahan perang dan merosotnya kekuatan mesin-mesin tempurnya.
(Baca juga: SS-Polizei, Polisi Nazi yang Bisa Bunuh Orang Hanya karena Tak Suka dengan Cara Berjalannya)
(Baca juga: Didorong Sikap Fanatik Terhadap Hitler, Ribuan Anak Muda Ini Menjelma Jadi Pasukan Berani Mati Nazi)
Pada 21 Januari 1942 pasukan Italia berhasil memukul pasukan Inggris di Benghazi sementara pada saat yang hampir bersamaan pasukan Jerman berhasil menguasi posisi ketinggian di kawasan Mechili untuk selanjutnya bergerak menuju kawasan sebelah selatan Gazala.
Rommel merasa perlu segera menguasai kawasan Gazala agar jalur suplai logistik untuk pasukan tempurnya berjalan lancar.
Selama dua bulan berikutnya Rommel terus membangun kekuatan tempur dan konsolidasi pasukan agar memiliki daya pukul maksimal.
Ketika Rommel sedang membangun kekuatan tempurnya di seputar kawasan Gazala, pasukan Inggris juga melakukan tindakan serupa.
Tapi persiapan tempur pasukan Rommel ternyata lebih cepat sehingga inisiatif untuk menyerbu berada di tangan pasukan Jerman-Italia.
Posisi pasukan Inggris di Gazala pun berhasil dipukul mundur sehingga kawasan menuju Tobruk menjadi makin lemah pertahanannya.
Sedangkan pasukan Italia yang terus bergerak maju kemudian terlibat pertempuran sengit di wilayah Bir Hacheim yang dipertahankan oleh pasukan Perancis.
Pada akhir Mei pasukan panzer Rommel terus menekan pasukan Inggris, 8th Army dan terlibat pertempuran sengit dalam jarak dekat.
(Baca juga: Bukan Hanya Orang Bule, Orang Indonesia Juga Ada yang Jadi Tentara Nazi)
(Baca juga: Klaus Barbie si Penjagal dari Lyon, Gembong Nazi Terakhir yang Ditangkap, dan Betapi Kejinya Politik)
Tapi berkat dukungan serangan udara pesawat-pesawat tempur RAF, gempuran pasukan tank Rommel masih bisa ditahan.
Kedua pasukan yang sedang bertempur pun sama-sama mengalami keletihan bertempur.
Untuk menghancurkan kekuatan tempur pasukan Perancis di Bir Hacheim yang merupakan jalur suplai logistik paling potensial pasukan Jerman-Italia pun terus menggalang kekuatannya.
Rommel mengerahkan kekuatan panzer dari 90 Leichte Division dan Italian Ariete Division serta gempuran udara dari pesawat-pesawat tempur Luftwaffe.
Serangan yang mengkombinasikan kekuatan darat dan udara itu pun akhirnya berhasil memukul mundur pasukan Perancis yang kemudian meninggalkan pertahanan Bir Hacheim pada 11 Juni 1942 .
Dengan keberhasilan pasukan Jerman-Italia menguasai sejumlah kawasan strategis, pasukan Inggris terpaksa terus bergerak mundur menuju Tobruk dan sebagian pasukan Persemakmuran Inggris lainnya bergerak mundur menuju perbatasan Lybia-Mesir.
Pada pertengahan Mei, Rommel mulai mengumpulkan seluruh kekuatan tempurnya untuk menyerbu Tobruk.
Sementara itu kekuatan tempur 8th Army sebagian sudah ditarik mundur ke Tobruk dan sebagian kekuatan tempur lainnya mundur kea rah timur untuk membangun pertahanan di front terdepan dari arah Mesir.
(Baca juga: Tidak Hanya Dihajar di Dunkirk, Pasukan Inggris Juga Pernah Babak Beluk oleh Pasukan Jerman Nazi di Libia)
Ketika pasukan Rommel telah siap perimeter pertahanan terdepan Tobruk yang dijaga 2nd South African Division digempur oleh pasukan Jerman yang telah memiliki pengalaman bertempur di seputar kawasan Tobruk.
Pada 21 Juni perimeter yang dipertahankan 2nd South African runtuh disusul menyerahnya seluruh sisa pasukan.
Menyerahnya 2nd South African mengakibatkan pasukan Inggris yang bertahan di Tobruk terkejut dan moril tempurnya pun menurun tajam.
Atas prestasi yang gemilang itu, Hitler pun memberi pangkat tertinggi bagi Rommel, Generalfeldmarcchall.
Pemberian pangkat paling prestisius itu membuat Rommel menjadi perwira tinggi paling muda di jajaran militer Nazi Jerman yang berpangkat jenderal penuh bintang empat.
Untuk memperkuat pertahanan di Tobruk, Inggris kemudian mendatangkan bantuan militer dari pangkalan militer Inggris yang berada di pulau Malta.
Tapi Rommel rupanya lebih tertarik memburu pasukan Inggris yang mundur ke Mesir dibandingkan merebut Tobruk dengan resiko jatuh korban lebih besar.
Hitler ternyata menyetujui rencana Rommel untuk menyerbu ke Mesir.
Pasukan Inggris pun sudah bersiap menghadang gerak maju pasukan panzer Rommel.
Pada saat itu, pintu gerbang menuju pusat pertahanan pasukan Inggris di El Alamein, Mesir, Mersah Matruh, dipertahankan oleh 20.000 pasukan Inggris di bawah komando Jenderal Auchinleck.
Jumlah pasukan dan kekuatan tempur Inggris yang digelar di Mersah Matruh sebenarnya jauh lebih besar dibandingkan pasukan Jerman yang dimotori oleh 21 Panzer dan 90 Leichte Division.
Tapi pada saat itu pasukan Inggris sedang dalam kondisi kelelahan dan kurang terkoordinasi karena sistem komunikasi yang buruk.
Maka ketika pasukan Jerman-Italia datang menyerbu pasukan Inggris langsung keteteran.
Gempuran pasukan panzer Jerman ke Mersah Matruh segera menjebol pertahanan pasukan New Zealand Division yang kemudian terus bergerak mundur ke timur menuju benteng pertahanan terakhir di Inggris, El Alamaen.
Mundurnya pasukan New Zealand terus diikuti oleh kekuatan tempur pasukan Jerman yang mengejar dengan koordinasi tempur yang sangat efesien.
Ketika pasukan bermotor di barisan terdepan lumpuh akibat menerjang ranjau, Rommel pun sadar pasukannya telah sampai di perimeter terdepan kawasan El Alamein.
Sebagai tempat strategis karena sebelah utara El Alamein adalah Laut Mediterrania, sebelah selatan Qattara Depression, sebelah timur terdapat jalur menuju Alexandria-Terusan Suez dan Laut Merah El Alamein memang harus dipertahankan Inggris secara mati-matian sementara pasukan Jerman juga berniat merebut dengan segala cara.
Tapi saat itu Rommel sedang sakit sehingga serbuan besar-besaran ke El Alamaein masih menunggu perintah.
Sebelum menggelar kekuatan untuk menyerbu El Alamaen,pada akhir September, Rommel yang menderita flu dan sakit infeksi pernafasan sempat meninggalkan front Afrika Utara untuk menjalani perawatan di Italia serta Jerman.
Untuk sementara komando Afrikakorps dipegang oleh Jenderal Georg Stumme.
Di bawah komando Jenderal Stumme pasukan Nazi Jerman ternyata tidak bertempur optimal seperti ketika masih dipimpin Rommel sehingga mengalami banyak kemunduran.
Rommel yang masih dalam kondisi belum sembuh dari sakitnya akhirnya segera dikirim ke Afrika tapi terlambat karena pasukan Afrikakorps sudah banyak kehilangan tank.
Tapi Rommel sendiri sebelum pasukan Afrikakoprs dikalahkan oleh Sekutu telah diperintahkan Hitler untuk pindah ke front Prancis demi menghadapi serbuan pasukan Sekutu yang berlangsung pada 6 Juni 1944 (Operation Over Lord).
Rommel sengaja dikirim Hitler ke front Perancis karena menganggap Afrika Utara sudah tidak penting lagi.
Maka setelah mendengar alasan Hitler itu pasukan Afrika pun runtuh moril tempurnya dan pilih menyerah kepada Sekutu pada bulan Mei 1943.