Find Us On Social Media :

Kata Bung Karno, di Atas Lima Dasar Itulah Kita Mendirikan Negara Indonesia

By Moh Habib Asyhad, Minggu, 8 Oktober 2017 | 19:20 WIB

Tepuk tangan riuh para anggota Dokuritsu itu tentulah membayangkan pemuda-pemuda Peta, Heiho, Seinendan, Kaibodan.

Pemuda-pemuda yang bergerak di bawah tanah, mahasiswa-mahasiswa, dan terngiang-ngiang lagi gedoran Bung Karno, “Saudara-saudara, pemuda-pemuda yang 2 milyun itu semuanya bersemboyan Indonesia Merdeka sekarang.”

Dan dengan suatu gaya retorik yang lihai, kiranya sambil melirikkan sudut mata kepada tuan Itibangase Yosie wakil pemerintah Jepang dalam pimpinan sidang itu, berkatalah Bung Karno, “Jikalau umpamanya bala tentara Dai Nippon sekarang menyerahkan urusan negara kepada saudara-saudara apakah saudara-saudara akan menolak serta berkata mangke rumiyin, tunggu, minta ini dan itu selesai dulu, baru kita berani menerima urusan negara Indonesia Merdeka.”

Sidang berteriak, “Tidak, tidak". Dan tuan Itibangase Yosie?  Tidak mustahil ia garuk-garuk  kepala, barangkali dengan berbisik dalam hati, bakero, bakero.

Sebab apa makna gaya retorik Bung Karno itu kalau bukan tuntutan halus kepada Jepang agar meluluskan Indonesia Merdeka Sekarang.

Sebab kalau tidak, lihat itu 2 juta pemuda siap bertempur!

Maka berkatalah beliau, “Kalau bangsa kita Indonesia walaupun dengan bambu runcing, saudara-saudara semua siap sedia mati, mempertahankan tanah air kita Indonesia, pada saat itu bangsa Indonesia adalah siap sedia, masak untuk Merdeka". Tepuk tangan riuh.

Nyatalah Bung Kamo berhasil menciptakan situasi dan semangat revolusioner dalam badan research yang jelimet itu. Barulah dipaparkannya dasar falsafah, philosophische grondslag dari Indonesia Merdeka.

“Saudara-saudara, Dasar-dasar Negara telah saya usulkan. Lima bilangannya, Inikah Panca Dharma? Bukan. Nama Panca Dharma tidak tepat di sini. Dharma berarti kewajiban, sedang kita membicarakan dasar. Saja senang kepada simbolik.

Simbolik angka lima. Namanja bukan Panca Dharma, tetapi saya menamakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa namanya ialah Pancasila.

Sila artinya azas atau dasar dan diatas kelima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi".

Kebangsaan, disebutkan pertama-tama. Sebab syarat mutlak untuk Indonesia Merdeka dan untuk mempertahankan Indonesia Merdeka adalah persatuan. Persatuannya seluruh rakjat dari Sabang sampai Merauke yang oleh tata pemerintahan dan tata politik Jepang pada waktu itu dipecah belah.

“Donc si l’on vous demandez, combien etes-vous? Repondez: nous sommes un, car nos freres c’est nous; et nous, c'est" nos freres".  Persatuan seperti yang dilukiskan oleh Felicite de Lamennais itulah yang dibutuhkan, “Maka jika kamu ditanya, berapa jumlahmu? Jawablah, kami adalah satu, sebab saudara-saudara kami adalah kami sendiri dan kami adalah saudara-saudara kami.”

Dan Pancasila justru penjamin persatuan itu. Persatuan seluruh rakyat yang berbeda suku bangsanya, berbeda agama, dan aliran politiknya, berbeda tingkat sosial-ekonominya.

Bukan persatuan statis, melainkan persatuannya “nation building” yang dinamis mewujudkan perasaan Nasakom pada para warga.

Sebab Pancasila sendiri disamping dasar filsafat yang statis, sekaligus merupakan Leit Star yang dinamis; bintang pembimbing yang terus-menerus diwujudkan dalam kehidupan kita sebagai bangsa dan warga bangsa.