Mari Mengendalikan Diri dari Makanan Manis, Dimulai dari Cokelat

Moh Habib Asyhad

Penulis

Cokelat menjadi kesenangan sekaligus menimbulkan rasa bersalah bagi mereka yang sedang diet untuk mendapatkan tubuh yang ideal.

Intisari-Online.com -Masihkah ada stereotip mengenai laki-laki dan perempuan dalam makanan?

Kepercayaan ini berkembang seiring dengan iklan-iklan yang ditayangkan dan masyarakat mengadopsinya.

Persepsi yang ditunjukkan adalah, laki-laki menyukai daging dan perempuan mencintai makanan manis. Cokelat, adalah salah satu makanan paling membuat dilema untuk perempuan.

(Baca juga:Membaca Pesan Negatif Tentang Makanan Manis Justru Membuat Kita Semakin Menginginkannya)

Cokelat menjadi kesenangan sekaligus menimbulkan rasa bersalah bagi mereka yang sedang diet untuk mendapatkan tubuh yang ideal.

Namun apakah benar jika perempuan lebih menikmati cokelat dibandingkan laki-laki menikmati coklat?

Jawabannya amat membingungkan.

Di Amerika Serikat, 40 persen perempuan mendambakan cokelat dan hanya 15 persen laki-laki yang menginginkan cokelat.

Terlebih, fakta yang tak mengejutkan, para perempuan yang menginginkan cokelat sedang berada di periode haid.

Setelah diteliti, ternyata tidak ada kaitan antara masa PMS dengan keinginan mengonsumsi cokelat.

Jadi mengapa perempuan mengidamkan cokelat, lebih-lebih saat mereka memasuki masa menstruasi?

Jawabannya karena pengaruh budaya. Misalnya pada penayangan iklan tentang cokelat.

Hal ini membentuk persepsi bahwa cokelat dibutuhkan saat kondisi emosi yang tidak stabil. Saat memasuki masa haid, emosi perempuan umumnya menjadi tidak stabil.

(Baca juga:Kaya Flavanol, Cokelat Hitam Dipercaya Ampuh Turunkan Tekanan Darah Tinggi)

Para pengiklan membuat ‘stres dan sakit kepala’ sebagai senjata untuk memasarkan produknya dan kaitan emosi negatif tersebut biasanya dialami perempuan pada periode haid.

Meski beberapa penelitian menunjukkan bahwa cokelat memiliki fungsi-fungsi yang positif, tetap saja jika tak dikendalikan akan berdampak buruk.

Keinginan untuk mengonsumsi coklat ternyata bisa dihentikan. Ada teknik yang dapat menghindarkan Anda dari “keinginan berlebihan” untuk mengonsumsi coklat.

Penelitian psikologi dari Universitas McGill di Montral menemukan bahwa keterampilan mengolah perhatian menjadi cara paling efektif untuk mengurangi hasrat mengonsumsi cokelat.

Dikenal dengan disidentifikasi, hal ini melibatkan pengamatan diri sendiri dari jarak tertentu.

Seperti mengatakan pada diri sendiri, “saya merasa stres,” tidak dianjurkan. Sedangkan “saya sedang stres” menjadi kata yang lebih baik.

Ringkasnya, penelitian ini menunjukkan bahwa Anda tidak dikontrol oleh perasaan yang hanya sebagian kecil dari diri Anda sepenuhnya.

(Baca juga:Makanan Manis Bukan Penyebab Diabetes Melitus)

Perasaan mendamba pada makanan manis seperti coklat dapat dikendalikan, dengan mengendalikan perasaan Anda.

(Natalia Mandiriani)

Artikel Terkait