HUT TNI ke-72: Tugas Berat Ambil Alih Ruang Udara yang Sudah Dikontrol Oleh Singapura dan Australia

Ade Sulaeman

Penulis

Pesawat intai Singapura

Intisari-Online.com - Dalam peperangan kekuatan udara suatu negara akan sangat menentukan kemenangan perang oleh karena itu upaya untuk mencapai keunggulan udara bagi negara seperti Indonesia harus terus diperjuangkan.

Hingga saat ini kontrol wilayah udara di Indonesia masih dikuasai Singapura karena negara kecil tapi kaya ini memiliki peralatan modern mulai dari radar hingga sistem pemantau ruang udara melalui satelit.

Berkat perangkat kontrol udara canggih itu Sigapura mendapat hak untuk mengontrol wilayah udara sejauh kemampaun alat pemantaunya, termasuk wilayah udara Indonesia.

Sebagai akibat dari Flight Information Region (FIR) masih dikuasi oleh Singapura maka ketika ada penerbangan yang take off dari Bandara Hang Nadim, Batam, harus menunggu ijin (approval clearance take off) selain dari ATC Batam juga ATC dari Singapura.

Kemampuan radar Singapura yang bekerja selama 24 jam penuh itu secara militer sangat merugikan Indonesia.

Pasalnya, semua pergerakan pesawat Indonesia baik pesawat sipil maupun militer bisa tercover radar Singapura sehingga dari unsur kerahasian militer sudah tidak ada lagi.

Misalnya saja pesawat tempur RI yang diam diam akan melancarkan serangan dadakan sudah terbaca pergerakannya ketika baru mulai terbang.

Luasan sapuan radar (coverage) radar Singapura terhadap wilayah udara RI mencapai 100 nautical mile (200 km persegi) mencakup wilayah udara Kepulauan Riau (Batam Pangkal Pinang, Tanjung Pinang, dan Bangka serta Palembang.

Selain coverage radar yang canggih, negara pulau ini juga memiliki kekuatan udara yang besar.

Menurut para pengamat sudah pada tataran di luar kewajaran (dibanding dengan luas wilayah negaranya).

Kepemilikan pesawat pengintai sebanyak 4 unit E-2 C Hawk Eye oleh Singapura telah menunjukan, bagaimana lalu lintas gelombang elektromagnetik, baik itu untuk komunikasi maupun non komunikasi, yang lalu lalang terutama untuk aspek militer (termasuk dari Indonesia) sudah terekam semua dengan baiknya.

Pesawat ini juga dapat digunakan sebagai pesawat pusat kontrol komando dalam peperangan, yang diperkuat oleh pesawat jenis F 50 sebagai pesawat pengintai.

Singapura juga memiliki puluhan pesawat tempur F 16, dengan persenjataan yang relatif lengkap, sebagian disimpan di negar lain yang sewaktu waktu dapat digunakan untuk memperkuat pertahanan udaranya.

Demikian juga helikopter-helikopternya, merupakan kombinasi untuk angkutan, tempur dan transport.

Dengan dukungan pesawat tanker C130, maka radius aksi pesawat pesawat tempur RSAF bisa melingkupi kota kota besar Jawa.

Pemantauan ruang udara RI juga bisa dilaksanakan oleh radar milik Australia, Jindalee Operational Radar Network (JORN), yang merupakan radar berposisi di ruang angkasa dan mampu memonitor pergerakan benda di udara serta laut seluas 37.000 km persegi.

Secara teknis jangkauan radar Jindalee sejauh 3000 km sementara jarak Indonesia dan Australia, khususnya pulau Jawa, Sumatra, Sulawesi, Maluku, Bali, Papua, dan lainnya berada di bawah 3000 km.

Hanya wilayah Kalimantan Utara yang tidak terjangkau radar JORN. Kemampaun pantau radar Australian secara keamanan jelas merupakan ancaman karena hampir semua pergerakan pesawat dan kapal perang RI terpantau dengan baik.

Apalagi sebagai negara besar, kekuatan udara yang memiliki RAAF juga sulit diimbangi oleh Indonesia.

Upaya pemerintah RI untuk berusaha keras membeli sejumlah jet tempur Su-35 dari Rusia dengan cara barter sebenarnya memiliki tujuan agar kekuatan udara RI bisa mengimbangi kekuatan udara di sekitar kawasan RI atau kalau bisa malah menjadi yang terunggul.

Artikel Terkait