Find Us On Social Media :

Meski Marah dan Jengkel, Bung Karno Akhirnya Memang Harus Mengalah kepada Soeharto

By Moh Habib Asyhad, Minggu, 1 Oktober 2017 | 10:00 WIB

Saat ditemui  Sumirat, Warahadikusuma sedang di markas Kostrad Jalan Merdeka Timur dan bersama Pangkostrad Mayjen Soeharto.

Soeharto ternyata melarang Wirahadikusuma menghadap Bung Karno. Waktu itu bilang, “Sampaikan kepada Bapak Presiden, mohon maaf Pangdam V Jaya tidak dapat menghadap dan karena saat ini Panglima AD (Achmad Yani) tidak ada di tempat, harap semua instruksi untuk AD disampaikan melalui saya, Panglima Kostrad.”

Ketika mendengar pelarangan Pangdam V Jaya tidak boleh menghadap Bung Karno karena atas perintah Soeharto, Bung Karno tampak tidak senang.

Meskipun secara garis komando, ketika KASAD tidak ada di tempat, Pangkostrad secara otomatis boleh mengambil alih garis komando tapi perintah Presiden sebagai Panglima Tertinggi tetap harus dipatuhi.

Para Panglima Angkatan yang hari itu hadir menghadap Bung Karno antara lain Marsekal Oemar Dhani, Laksamana Martadinata, Jenderal Sutjipto Judodihardjo, Jenderal Sutardhio, Leimena, dan Brigjen Sabur.

Ketika para Panglima Angkatan  yang  menghadap Bung Karno kemudian mulai membahas peristiwa yang sedang terjadi pada 1 Oktober 1945, para perwira menengah pengiring para Panglima Angkatan itu ada yang duduk-duduk di rerumputan sambil mengobrol, ada yang main catur, dan ada  juga yang sibuk mendengarkan siaran RRI lewat radio transistor.

Jika diamati suasana di sekitar rumah dinas Komodor Udara Susanto malah tampak santai dan sama sekali tidak mencerminkan suasana ketegangan.

Tapi suasana betul-betul berubah tegang ketika tepat pukul 12.00 WIB dari radio transmitter yang dipinjamkan oleh Komodor Susanto terdengar pengumuman Letkol Untung, salah satu dalang dari aksi G30S, mengenai Dewan Revolusi dan pembubaran kabinet.

Itu berarti telah terjadi kudeta. Brigjen Sabur pun segera mengangkat radio transmitter itu dan membawanya ke hadapan Presiden Soekarno.

Bung Karno pun sangat terkejut dan segera menyadari telah terjadi masalah serius bagi bangsa dan negaranya.

Setelah diadakan rapat di rumah Komodor Susanto, Bung Karno memutuskan mengangkat Jenderal Pranoto Reksosamudro sebagai caretaker Menteri/Panglima AD menggantikan posisi Ahmad Yani yang belum jelas nasibnya.

Lewat pukul 17.00 WIb, ajudan Bung Karno, Kolonel Bambang Widjanarko, diperintahkan memanggil Jenderal Pranoto.