Kesehatan Bung Karno Makin Merosot Pasca-Gestapu, Rakyat Jawa Timur Sebenarnya Mau Membantu tapi Ia Menolaknya

Moh Habib Asyhad

Penulis

Melihat kondisi kesehatan Bung Karno yang semakin menurun, rakyat Jawa Timur, yang didukung KKO Angkatan Laut, siap menerima Soekarno kalau berkenan pindah ke Jawa Timur.

Intisari-Online.com -Pada 1964 Presiden Soekarno, yang sudah lama mengidap sakit ginjal, diterbangkan ke Vienna, Austria, untuk menjalani Operasi.

Setelah dioperasi dengan cara divakum terkumpul satu botol kecil penuh batu berbentuk kristal.

Dari pemeriksaan lengkap yang kemudian dilakukan ternyata salah satu ginjal Bung Karno tidak berfungsi sementara yang satu lagi masih berfungsi tapi tidak sempurna.

(Baca juga:Keputusan Soekarno saat di Halim Ini Banyak Dianggap Sebagai Salah Satu Titik Balik Penting G30S)

Untuk mengatasi kondisi itu, para dokter di Vienna menganjurkan Bung Karno untuk melakukan transplatasi ginjal.

Karena saat itu Bung Karno mengaku belum siap, maka operasi transplantasi ginjal rencananya akan dilakukan pada akhir 1965.

Tapi gara-gara meletus Gestapu (Gerakan September Tiga Puluh) rencana operasi transplatasi ginjal Bung Karno batal sehingga berkibat pada kesehatannya yang makin menurun.

Sikap Mayjen Soeharto yang makin berkuasa tampaknya sengaja membiarkan kondisi kesehatan Bung Karno makin merosot dan tanpa mendapatkan perawatan yang memadai.

Padahal saat itu Bung Karno masih presiden dan berhak mendapatkan perawatan kesehatan yang maksimal.

Kenyataan ini menyebabkan rakyat Jawa Timur, dengan dukungan KKO Angkatan Laut, siap menerima Soekarno kalau berkenan pindah ke Jawa Timur.

Namun, Soekarno menolaknya. Bahkan untuk hadir sebentar saja di Jawa Timur memenuhi undangan Angkatan Laut untuk memperingati Hari Armada ditolaknya.

“Bung Karno menolak untuk menghindari terjadinya perpecahan bangsa karena pasti dari Jawa Timur akan datang reaksi yang keras melawan tirani di Jakarta,” kata Maulwi seperti tertulis dalam buku otobiografi bertajuk Maulwi Saelan Penjaga Terakhir Soekarno.

Saat itu Soekarno sepenuhnya menyadari bahwa dia sedang tenggelam. “Biarlah saya tenggelam asal rakyat Indonesia jangan terpecah belah, tetap bersatu,” kata Soekarno.

Jika Soekarno memberikan komando untuk melakukan perlawanan, KKO Angkatan Laut dengan bantuan pasukan-pasukan lain yang masih setia kepadanya kemungkinan menang.

(Baca juga:Mengenang Gerakan 30 September 1965: Saksi Bisu dari Ruang Forensik)

Tetapi rakya Indonesia pasti terpecah-pecah antara yang pro dan anti-Soekarno. Soekarno sangat teguh dalam pendiriannya.

Dan kita tahu akhirnya, ia lebih memilih mengorbankan diri demi membela persatuan yang sejak semula diperjuangkannya.

“Dia memang telah menemukan persatuan yang dicarinya sejak mudanya dan tetap dibawanya pergi hingga ke liang kubur,” kata Maulwi.

Artikel Terkait