Find Us On Social Media :

Dog… Dog! Indahnya Tenun Gedog dari Tuban

By Moh Habib Asyhad, Minggu, 24 September 2017 | 12:20 WIB

Bila masih ada sisa bulu, benang disikat pakai sabut kelapa. Setelah itu baru dijemur sampai kering.

Begitu sudah kering benar, benang yang saling menempel akan dipisah-pisahkan dan digulung dengan ala yang disebut ingan.

Dari benang yang sudah digulung itu lalu ditentukan jumlah benang untuk lusi dan benang untuk sisir. Ini tergantung pada ukuran kain tenun yang akan dibuat.

Makin panjang  dan makin lebar kainnya, makin banyak benang yang dibutuhkan. Alat untuk keperluan itu disebut manen.

Untuk menentukan ukuran kain tenun, para perajin tidak menggunakan satuan ukuran standar meter, tapi dengan satuan ukuran tradisional, yakni pecak dan tumpal.

"Jadi, terkadang saya harus menerjemahkan ke perajin, ukurannya sekian pecak lebih sekian tumpal," ujar Rukayah sambil menambahkan bahwa satu pecak hampir sama dengan satu kaki (0,3 m).

Proses berikutnya memasang benang di sisir, dilanjutkan dengan memasang benang lusi ke sisir yang dikenal sebagai proses ngurubna.

Tahap berikut adalah ngelas atau merapatkan benang lusi ke sisir. Begitulah, semua proses itu dilakukan berulang kali sampai mencapai ukuran kain yang ditentukan.

Dari sinilah proses menenun gedog dengan peralatan yang disebut gebeg sudah dimulai.

Harus dilorot

Proses membatik tenun gedog tak banyak beda dengan proses membatik pada umumnya. Dimulai dari proses ngenkreng atau menggambar pola motif gedog di kain.

Dilanjutkan dengan nerusi alias menebali pola motif menggunakan malam. Tahap berikutnya nyeceki dengan memberi hiasan titik-titik, dan nyawuti yang berupa hiasan garis-garis lurus atau lengkung. Nyawuti sering pula disebut isen-isen.