Find Us On Social Media :

Tak Ingin Anak Cucunya Tumbuh Jadi Pembenci, Anak-anak Korban Konflik Masa Lalu pun Berdamai

By Ade Sulaeman, Kamis, 21 September 2017 | 16:00 WIB

Intisari-Online.com - Era Reformasi yang ditandai dengan mundurnya Presiden Soeharto pada Mei 1998, membawa angin segar bagi iklim politik di Indonesia.

Hawa sejuknya berhembus juga di kalangan anak-anak korban konflik masa lalu.

Sebagai anak manusia yang sudah merasakan pahitnya menjadi korban konflik, timbul keinginan untuk berkumpul dan melupakan masa lalu yang kelam.

Awalnya beberapa anak korban konflik seperti Sarjono Kartosoewirjo (anak tokoh DI/TII Kartosoewirjo), Nani Nurachman, dan Agus Widjojo (anak Letjen. Sutojo), dan Sugiarto, mulai saling kontak dan menggagas suatu wadah silaturahmi.

Belakangan disepakati namanya Forum Silaturahmi Anak Bangsa (FSAB).

Perkumpulan ini merangkul keturunan dari pihak yang terlibat konflik-konflik lain seperti DI/TII Aceh dan PRRI/Permesta yang berasal dari keluarga militer, serta keturunan dari tokoh sipil seperti Syarifuddin Prawiranegara, HOS Tjokroaminoto, H Agus Salim, dan Yap Thiam Hien.

Dalam ikrar perdamaian di Hotel Hilton Jakarta, 5 Maret 2004, FSAB antara lain menyatakan menghargai kesetaraan di antara mereka dan terhadap segenap bangsa Indonesia.

Sebuah kesetaraan tanpa diskriminasi diharapkan menjadi upaya awal menuju rekonsiliasi di antara semua pihak yang pernah bertikai.

Rekonsiliasi seperti apa? Bentuknya memang masih terus dibicarakan.

FSAB ternyata membawa hikmah tersendiri bagi anak-anak korban konflik 1965 - 1966.

Pertemuan-pertemuan rutin forum ini memecahkan kebekuan antara anak-anak Pahlawan Revolusi dengan anak-anak tokoh yang berseberangan, seperti Sugiarto, Ferry Umar Dhani (putra Marsekal Umar Dhani), dan belakangan Ilham Aidit.