Advertorial
Intisari-Online.com - Pada 14 September 1812 bertepatan dengan datangnya musim dingin dan hujan lebat yang menimbulkan timbunan lumpur di mana-mana pasukan Napoleon Bonaparte yang berambisi menaklukkan Rusia sudah berhasil memasuki kota Moskow.
Untuk menguasai Rusia, Napoleon mengerahkan tentaranya yang sangat legendaris Grande Armee yang jumlah kekuatannya lebih dari 500.000 orang.
Namun untuk menghindari pertempuran berdarah pasukan Rusia yang sudah terdesak memilih mundur dari Moskow dan bersembunyi di suatu tempat yang dirahasiakan dan aman dari musim dingin hebat yang sedang menerpa.
Dari semua penduduk kota Moskow yang berjumlah 270.000 orang hanya sepertiga yang memaksa diri untuk bertahan dan umumnya merupakan pedagang asing serta kaum buruh.
Untuk memberikan perlawanan terhadap pasukan Napoleon, meskipun perlawanan itu hanya bisa menimbulkan gangguan kecil, penguasa Moskow membebaskan napi yang ditahan di semua penjara.
Tapi para napi itu ketika bebas justru mulai merampok dan membakar rumah-rumah orang yang masih bertahan sehingga Moskow benar-benar merupakan kota yang hancur lebur.
Namun para kriminal Moskow itu ternyata berani juga menyerang pasukan Napoleon yang sudah dikenal sebagai prajurit profesional.
Serangan dari para kriminal Rusia yang dibebaskan ternyata cukup mengganggu pasukan Napoleon yang dilanda kedinginan hebat dan kurang makan.
Begitu hebatnya musim dingin yang sedang melanda dan tidak ada tanda-tanda lagi untuk memenangkan pertempuran, Napoleon akhirnya memutuskan menarik mundur pasukannya dan menuju kawasan Kaluga untuk mencari tempat berteduh dan bahan makanan.
Dalam perjalanan menuju Kaluga yang berjarak 60 mil dari Moskow dan berlangsung pada 24 Oktober 1812 di luar dugaan pasukan Rusia ternyata melaksanakan penghadangan.
Penghadangan itu dilakukan atas inisiatif Jenderal Kutuzov, panglima perang pasukan Rusia yang menyasikan sendiri pengunduran semua pasukan Prancis dari Moskow.
Jenderal Kutuzov menilai bahwa pasukan Prancis yang sedang terpecah tidak memiliki kemampuan tempur maksimal, Kutuzov pun merancang sergapan di tengah jalan.
Kutuzov yang sebenarnya dikenal sebagai panglima perang yang banyak berkiprah di belakang meja kemudian memerintahkan Jenderal Dokhturov untuk memimpin serangan penghadangan.
Kekuatan pasukan Rusia di bawah pimpinan Jenderal Dokhturov terdiri dari 12.000 pasukan infantri, 3000 pasukan kavaleri, dan didukung 84 pucuk meriam.
Kendati kalah jumlah,karena saat itu pasukan Prancis masih memiliki kekuatan 100.000 orang, serangan dadakan pasukan Rusia ternyata sangat mengejutkan pasukan Prancis yang saat dipimpin oleh Jenderal Alexis Joseph Delzon.
Dalam pertempuran sengit yang berlangsung pada jarak dekat, pasukan Rusia berhasil memecah pasukan Prancis menjadi dua bagian sehingga membuat kedudukan pasukan Prancis melemah.
Tapi pasukan Prancis akhirnya berhasil juga memasuki kota Kaluga. Beruntung datang bantuan baru bagi pasukan Rusia sebanyak 10.000 pasukan dan dipimpin oleh Jenderal Raevski.
Setelah melalui pertempuran sengit kota Kaluga pun berhasil direbut lagi.
Upaya untuk saling memperebutkan kota bahkan berlangsung sampai delapan kali dan pasukan Prancis yang saat itu dimotori oleh pasukan Italia menunjukkan ketangguhannya dalam bertarung.
Namun karena kota Kaluga sudah tak memiliki lagi logistik dan bangunan karena telah hancur lebur, pasukan Prancis yang akhirnya menguasa Kaluga tidak bisa mendapatkan apa-apa.
Korban yang tewas di pihak Prancis bahkan mencapai 5000 prajurit. Menyadari bahwa jumlah pasukannya tak mungkin ditambah dan didera oleh cuaca musim dingin hebat, Napoelon kemudian memutuskan menarik pasukannya kea rah barat.
Dari lebih 500.000 ribu pasukan Grande Armee yang dikerahkan untuk menyerbu Rusia kini tinggal 27.000 personel yang dengan susah payah bergerak mundur menuju posisi yang dianggap aman.
Napoleon sendiri kemudian meninggalkan pasukannya untuk secepatnya menuju Paris demi mengamankan posisinya sebagai kaisar setelah muncul upaya kudeta yang dilakukan oleh Jenderal Claude de Malet.
Pasukan yang ditinggalkan Napoleon dipimpin Jenderal Joachim Murat tapi belakangan Murat memilih desersi demi mengamankan tahtanya di Naples.
Pasukan Grande Armee yang kini dipimpin Jenderal Eugene de Beauharnais terus bergerak ke arah barat dan makin jauh dari kawasan Rusia.
Ketika secara resmi kampanye militer Napoleon di Rusia berakhir pada 14 Desember 1812, pasukan Grande Armee yang tersisa tinggal 22.000 personel.
Ironisnya ratusan ribu personel Grande Armee yang tewas bukan karena peperangan melainkan akibat menjadi korban musim dingin Rusia yang demikian hebat.