Habibie menjelaskan, meskipun Indonesia merupakan negara dengan jumlah pemeluk agama Islam terbesar di dunia, perlu diingat, Indonesia adalah negara pluralistis.
Yang paling penting, kata dia, adalah percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu, Indonesia adalah negara demokratis, dengan perkembangan dan kemajuan bangsa dan negara ditentukan oleh rakyatnya sendiri.
"Walaupun masyarakat Indonesia adalah masyarakat terbesar yang beragama Islam, ini bukan negara Islam. Ini negara demokrasi yang ditentukan oleh rakyat," kata Habibie.
Negara Islam Bukan Negara Paling Islami
Hossein Askari, seorang guru besar politik dan bisnis internasional di Universitas George Washington, AS, melakukan sebuah studi yang unik yang salah satu hasilnya menemukan bahwa negara Islam bukanlah negara paling Islami.
Askari melakukan studi untuk mengetahui di negara manakah di dunia ini nilai-nilai Islam paling banyak diaplikasikan.
Hasil penelitian Askari yang meliputi 208 negara itu ternyata sangat mengejutkan karena tak satu pun negara Islam menduduki peringkat 25 besar.
(Baca juga: Arab Saudi Meneliti Kandungan Babi pada Cokelat Cadbury)
Dari studi itu, Askari mendapatkan Irlandia, Denmark, Luksemburg, dan Selandia Baru sebagai negara lima besar yang paling Islami di dunia.
Negara-negara lain yang menurut Askari justru menerapkan ajalan Islam paling nyata adalah Swedia, Singapura, Finlandia, Norwegia, dan Belgia.
Lalu, bagaimana dengan negara-negara Islam? Ternyata negara Islam bukanlah negara paling Islami. Malaysia hanya menempati peringkat ke-33. Sementara itu, negara Islam lain di posisi 50 besar adalah Kuwait di peringkat ke-48, sedangkan Arab Saudi di posisi ke-91 dan Qatar ke-111.
Berdasarkan hasil penelitiannya, Askari mengatakan, kebanyakan negara Islam menggunakan agama sebagai instrumen untuk mengendalikan negara.
"Kami menggarisbawahi bahwa banyak negara yang mengakui diri Islami tetapi justru kerap berbuat tidak adil, korup, dan terbelakang. Faktanya mereka sama sekali tidak Islami," ujar Askari.
Askari menambahkan, justru negara-negara Barat yang merefleksikan ajaran Islam, termasuk dalam pengembangan perekonomiannya.
"Jika sebuah negara memiliki ciri-ciri tak ada pemilihan, korup, opresif, memiliki pemimpin yang tak adil, tak ada kebebasan, kesenjangan sosial yang besar, tak mengedepankan dialog dan rekonsiliasi, negara itu tidak menunjukkan ciri-ciri Islami," lanjut Askari. Maka jangan aneh bila negara Islam bukanlah negara paling Islami.
Dalam melakukan penelitiannya, Askari mencoba membandingkan idealisme Islam dalam hal pencapaian ekonomi, pemerintahan, hak rakyat dan hak politik, serta hubungan internasional.
Hasil penelitian Profesor Askari dan Profesor Scheherazade S Rehman ini dipublikasikan dalam Global Economy Journal. (kompas.com)
Penulis | : | Agus Surono |
Editor | : | Agus Surono |
KOMENTAR