Presiden Soekarno yang sedang menghadapi masalah ekonomi juga berusaha tetap menahan diri kendati keinginan untuk berkonfrontasi dengan Malaysia sudah naik ke ubun-ubun.
Namun sesudah beberapa bulan mendiamkan saja beragam kecaman yang dilontarkan Kuala Lumpur pada bulan April 1963 Bung Karno betul-betul tidak bisa menahan diri.
Di depan peserta yang menghadiri Konperensi Wartawan Asia Afrika yang berlangsung di Jakarta Bung Karno terang-terangan menentang pembentukan negara Federasi Malaysia.
Konfrontasi dengan Malaysia pun tak terelakan dan seluruh kekuatan politik dan militer Indonesia segera diarahkan untuk mengempur Malaysia.
Militer Indonesia yang sebelumnya digelar untuk Operasi Trikora kembali disibukkan oleh perintah Bung Karno yang sangat tiba-tiba itu.
Secara psikologis militer Indonesia bahkan tidak berharap terjadi perang karena musuh yang dihadapi, khususnya Inggris dan sekutunya sangat kuat.
Tapi perintah pemimpin besar revolusi yang sedang emosinal dan berang tetap harus dijalankan sebaik-baiknya.
Keadaan makin memanas karena pada tanggal 29 Agustus 1964 pembentukan negara Malaysia telah ditetapkan di Kuala Lumpur dan London.
Pengumuman yang dilakukan secara mendadak dan sepihak itu sangat mengejutkan karena tim pencari fakta PBB yang terdiri dari sembilan negara belum sempat meyelesaikan tugasnya.
Tim itu bahkan belum tiba di Kalimantan Utara tapi pengumuman berdirinya negara Malaysia ternyata telah berlangsung.
Pengumuman itu bagi Presiden Soekarno yang pernah menghadiri KTT di Manila dan membicarakan tentang berdirinya negara Malaysia tidak hanya melanggar kesepakatan KTT tapi juga menghina pribadi Soekarno.
Dalam kesepakatan KTT di Manila, Soekarno tidak menghalangi pembentukan negara Federasi Malaysia asalkan diadakan jajak pendapat terlebih dahulu terhadap masyarakat yang tinggal di Kalimantan Utara.
Menyikapi pengumuman pembentukan negara Federasi Malaysia yang bersifat melecehkan kedaulatan Indonesia itu, Soekarno dan kabinetnya segera menempuh garis keras.
Mereka mengemukakan pembentukan Federasi Malaysia melanggar tiga hal. Pertama, tidak demokratis, kedua bertentangan dengan KTT Manila, dan ketiga bertentangan dengan resolusi PBB mengenai dekolonisasi.
Reaksi keras dan konfrontatif yang kemudian ditunjukkan oleh pemerintah Indonesia adalah tidak hanya sekedar merestui aksi penyusupan para sukarelawan masuk ke seberang perbatasan Malaysia.
Tetapi secara terang-terangan kekuatan pasukan ABRI mulai menampakkan dukungannya kepada perjuangan rakyat Kalimantan Utara. Aksi ganyang Malaysia pun tinggal menunggu hari.
Aksi berupa konfrontasi bersenjata dan sempat membakar nasionalisme bangsa gara-gara ulah seorang Ahmad Azahari yang pernah menjadi anggota TNI.
Tapi beruntung aksi yang sempat menelan korban jiwa dari kedua belah itu akhirnya bisa diselesaikan secara damai.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR