Advertorial
Intisari-Online.com -Jamal Khashoggi, jurnalis Arab Saudi yang menghilang pekan lalu setelah mengunjungi konsulit negaranya di Turki, dulunya adalah orang dalam Saudi.
Setelah menjadi asisten mantan kepala mata-mata kerajaan, Khashoggi menjadi salah satu sosok paling vokal terhadan Arab Saudi.
Khashoggi yang seorang jurnalis dan kontributor The Washington Post dikabarkan tewas.
Ia diduga tewas setelah dibunuh dengan cara yang mengerikan di konsulat Arab Saudi di Istanbul.
Seiring dengan lenyapnya Kashogi, kita pun bertanya-tanya: apa yang telah ia lakukan terhadap Arab Saudi?
Khashoggi telah menjadi jurnalis sejak tahun 1980-an.
Masalah bermula ketika ia dipecat dari jabatannya sebagai editor di surat kabar Al-Watan hanya dua bulan setelah ia mendapat posisi tersebut pada 2003 lalu.
Ulama-ulama konservatif Arab Saudi ternyata banyak yang kupingnya dibikin merah oleh kritik-kritiknya yang tajam terkait konservatifme Islam di negara itu.
Khashoggi sempat kembali ke Al-Watan pada 2007 dan terus melanjutan kritiknya terhadap ulama ketika Raja Abdullah menerapkan reformasi yang hati-hati.
Tiga tahun kemudian, ia dipaksa mengundurkan diri lagi setelah serangkaian artikel yang mengritik Salafisme—gerakan Suni ultakonservatif di mana Wahabisme bermula—di Arab Saudi.
Khashoggi sempat “breal” dengan pemerintahan Arab Saudi ketika ia lebih fokus pada Musim Semi Arab yang melanda kawasan-kawasan Timur Tengah pada 2011 lalu.
Berpihak pada oposisi di Mesir dan Suriah, Khashoggi menjadi kritikus vokal atas sikap pemerintahnya sendiri dan menjadi pembela Islam moderat.
Posisi ini tentu membuatnya dianggap sebagai ancaman eksistensial oleh Arab Saudi.
Baca Juga : Tulisan Terakhir Jamal Khashoggi: Tetap Berisi Kritik Pedas, Bikin Kuping Kerajaan Arab Saudi Panas
“Ini adalah periode kritis dalam sejarah Arab. Saya harus mengambil posisi. Dunia Arab telah menunggu momen kebebasan ini selama seribu tahun,” ujar Khashoggi dalam sebuah tayangan televisi beberapa hari sebelum ia menghilang.
Dia juga pernah mengritik Putra Mahkota Mohammed Bin Salman seiring dengan putusnya hubungan diplomatik Arab Saudi dengan Qatar
Khashoggi juga mengritisi posisi Arab Saudi dalam perang Yaman dan kebijakan negaranya itu terhadap musuh bebuyutannya, Iran.
Dalam sebuah wawancara televisi bulan lalu, ia menyebut kebijakan luar negeri Arab Saudi yang “berpikiran sempit”.
Dan delapan hari setelah wawancara itu … ia menghilang!
Khashoggi memutuskan tinggal di AS setelah melarikan diri dari negaranya seiring represi pemerintah terhadap intelektual dan aktivis kritis di negara itu.
“Sampai sekarang, saya akan mengatakan bahwa Muhammad bin Salman bertindak seperti Putin. Dia memaksakan keadilan yang sangat selektif,” tulis Khashoggi di Washington Post tahun lalu.
Sejurus kemudian, dia bilang takut pulang ke negaranya.
Dia menggambarkan sebagai adegan “dramatis” seluruh penangkapan terhadap kritikus yang dituduh menerima pendanaan dari Qatar.
Para kritikus itu salah satunya teman Khashoggi yang baru saja kembali dari perjalanan ke AS sebagai bagian dari delegasi resmi Saudi.
Baca Juga : Kerajaan Inggris Khawatir Pangeran Charles akan 'Bikin Malu' Jika Sampai Menjadi Raja, Mengapa?