Advertorial

Terekam Citra Satelit, Begini Mengerikannya Fenomena Likuefaksi di Palu yang Rusak 2.000 Bangunan

Moh. Habib Asyhad
Masrurroh Ummu Kulsum
Moh. Habib Asyhad

Tim Redaksi

Seperti ini rekaman detik-detik fenomena likuifaksi usai gempa yang terkadi di Palu, Sulawesi Tengah, yang membuat 2.000 bangunan rusak.
Seperti ini rekaman detik-detik fenomena likuifaksi usai gempa yang terkadi di Palu, Sulawesi Tengah, yang membuat 2.000 bangunan rusak.

Intisari-Online.com – Per Jumat 5 Oktober 2018, Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data, Informas dan HUmas BNPB menyampaikan korban meninggal gempa di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah, bertambah menjadi 1.571 orang.

Mayoritas, koran di temukan di Kota Teluk, Palu.

Sebagian besar korban gempa meninggal akibat tertimpa reruntuhan bangunan.

Perkembangan informasi seputar gempa bumi dan tsunami di Palu dan Donggala terus muncul.

Baca Juga : Usai Gempa di Palu, Muncul Fenomena Tanah Bergerak yang Sebabkan Bangunan Hingga Tiang Listrik Terseret

Di antaranya perihal fenomena likuifaksi yang sempat muncul beberapa waktu lalu.

Melalui akun twitternya @Sutopo_PN , Sutopo sempat mengunggah video pada Minggu, (29/9/218), yang merekam fenomena tersebut di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, dekat perbatasan Palu.

Video tersebut menunjukkan , tanah yang telah menjadi lumpur bergerak menyeret benda-benda di atasnya.

Pohon, rumah, hingga tiang listrik pun hanyut terbawa lumpur akibat gempa berkekuatan 7,4 SR yang terjadi pada JUmat 28 September 2018 itu.

Baca Juga : 'Tuhan Tidak Menyerang Dua Kali': Cerita Orang-orang Palu yang Membangun Kembali Puing-puing Rumahnya

"Munculnya lumpur dari permukaan tanah yang menyebabkan amblasnya bangunan dan pohon di Kabupaten Sigi dekat perbatasan Palu akibat gempa 7,4 SR adalah fenomena likuifaksi (liquefaction) Likuifaksi adalah tanah berubah menjadi lumpur seperti cairan dan kehilangan kekuatan," tulis Sutopo.

Yang terbaru, fenomena likuifaksi juga terekam oleh citra Satelit WorldView dengan resolusi pixel 0.5 meter.

Dari rekaman citra satelit tersebut terlihat jelas, dalam gerak lambat, tanah seperi mencair menjadi lumpur, membuat bangunan-bangunan di atasnya juga bergerak dan berpindah posisi.

Dikutip dari Tribunnews.com, menurut catatan BNPB, wilayah yang 'hilang' akibat terjadinya likuifaksi itu mencapai luas 180 hektare dari total keseluruhan seluas Petobo kira-kira 1.040 hektare.

Baca Juga : Tak Perlu Obat Peninggi Badan, Ini 4 Trik Cepat untuk Membuatmu Terlihat Lebih Tinggi

Tercatat juga, 2.050 unit bangunan di Petobo yang rusak karena likuifaksi.

Sementara itu, likuifaksi di Palu melansir Tribun Jabar, menurut Kepala Badan Geologi, Rudy Suhendar terjadi karena Kota Palu berada di atas endapan aluvium yang terdiri dari jenis pasir, lanau, dan lempung yang berumur Holosen.

Kondisi tanah pasiran berbutir halus atau pasir yan jenuh dengan air dengan kedalaman muka air tanah kurang dari 10 meter dari permukaan, rentan terhadap guncangan gempa dan dapat menimbulkan likuifaksi.

"Kajian aspek geologi teknik menunjukkan potensi likuifaksi daerah Palu dan sekitarnya dikelompokkan menjadi tiga zona. Pertama, potensi sangat tinggin, penurunan tanah lebih dari lima sentimeter dan perpindahan lateral lebih dari 15 sentimeter. Kedua, potensi tinggi penurunan tanah kurang dari lima sentimeter dan perpindahan lateral lebih dari 10 sentimeter. Ketiga, potensi rendah, penurunan tanah kurang dari lima sentimeter dan perpindahan lateral kurang dari 10 sentimeter," ujar Rudy dikutip dari keterangan tertulis yang diterima Tribun Jabar, Sabtu (6/10/2018).

Baca Juga : Meski Dilanda Krisis Ekonomi Parah, Venezuela akan Sumbang Rp151 Miliar untuk Korban Gempa Palu

Likuifaksi yang terjadi di Palu dan sekitarnya, diduga tipe likuifaksi siklik, yang terjadi pada daerah dengan morfologi agak landai hingga hampir datar, serta likuifaksi tipe aliran terjadi pada daerah dataran yang jenuh air dan kerusakannya bersifat lokal.

Contoh likuifaksi siklik terjadi pada material yang belum padu dengan kontak batu lempung di bawahnya, sehingga menggelincirkan material tersebut dan bergerak ke bagian yang lebih rendah (seperti video dengan rumah yang bergerak yang telah beredar di masyarakat).

"Pergerakan ini akan berhenti dan terakumulasi di bagian yang elevasinya lebih rendah. Tanah yang mengalami likuifaksi akan mengering kembali seiring berjalannya waktu," ujar Rudy.

Contoh likuifaksi aliran terjadi pada wilayah pemukiman atau wilayah dengan bangunan ambles.

Hal ini karena, material pada bagian bawah keluar ke permukaan sehingga rumah -rumah diatasnya ambles.

Baca Juga : Mati di Tangan Achilles, Beginilah Kisah Hidup Penthesilea, Ratu Amazon nan Legendaris

Artikel Terkait